Jamban Sehat KEADAAN LINGKUNGAN

57 TABEL 27 PERSENTASE KELUARGA MENURUT JENIS JAMBAN DI INDONESIA TAHUN 2001 JENIS JAMBAN VARIABEL LEHER ANGSA PLENGSENGAN CEMPLUNG TIDAK PAKAI Kawasan Sumatera Jawa Bali KTI Kalimantan Sulawesi NTBNTTPapua 49,5 66,0 58,3 53,5 66,9 51,9 11,0 11,3 13,0 11,4 11,0 18,6 29,1 17,5 17,9 17,6 16,5 20,4 10,4 5,2 10,9 17,5 5,7 9,1 Daerah Perkotaan Perdesaan 79,1 42,7 11,8 11,1 6,6 34,2 2,5 12,0 INDONESIA 61,8 11,5 19,7 7,0 Sumber: Badan Litbangkes, Surkesnas 2001 Akan tetapi, jamban sehat juga dapat dilihat dari segi pembuangan akhir tinjanya. Pemakaian tangki septik sebagai tempat pembuangan akhir tinja erat kaitannya dengan pencegahan pencemaran air tanah dan dalam kaitannya dengan pemakaian sumur sebagai sumber air bersihminum. Di daerah perkotaan 62,9 keluarga sudah menggunakan tangki septik, sedangkan di daerah perdesaan tempat pembuangan akhir tinja sebagian besar masih menggunakan lubang tanah 30,5 dan sungai 28,6. Secara keseluruhan hanya 38,5 keluarga yang mempunyai tangki septik untuk pembuangan akhir tinja, 23,7 menggunakan sungaidanau, dan 23,0 menggunakan lubang tanah sebagai tempat pembuangan akhir kotoran. Apabila akses terhadap jamban sehat dikaitkan dengan pembuangan akhir tinjanya, maka dapat dikatakan baru 38,5 keluarga di Indonesia yang memiliki akses terhadap jamban sehat. 3. Air Limbah Rumah Tangga Sarana pembuangan air limbah SPAL merupakan salah satu persyaratan dari rumah sehat. SPAL yang baik adalah yang tertutup, sehingga tidak mudah menjadi tempat persembunyian serangga seperti kecoak, tikus, dan sebagainya. Pada tahun 2001 hanya 25 keluarga yang memiliki SPAL yang sudah memakai saluran tertutup sebagai tempat pembuangan air limbah. Persentase keluarga dengan pembuangan air limbah menurut kawasan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Ditinjau menurut kawasan persentase paling tinggi keluarga memiliki pembuangan air limbah dengan saluran tertutup ditemukan di Jawa-Bali 32,0 dan terendah di KTI 8,9. Kalimantan merupakan kawasan yang paling tidak sehat di KTI hampir dua pertiga keluarga tidak mempunyai saluran pembuangan limbah. Di daerah perkotaan, persentase keluarga yang sudah memakai saluran pembuangan air limbah tertutup 43,3 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga di daerah perdesaan 10,9. Kebiasaan membuang air limbah secara sembarangan masih banyak ditemukan di daerah perdesaan 42,7 tanpa saluran. 58 TABEL 28 PERSENTASE KELUARGA MENURUT PEMBUANGAN AIR LIMBAH DI INDONESIA TAHUN 2001 PEMBUANGAN AIR LIMBAH VARIABEL SALURAN TERTUTUP SALURAN TERBUKA TANPA SALURAN Kawasan Sumatera Jawa Bali KTI Kalimantan Sulawesi NTBNTTPapua 14,6 32,0 8,9 7,2 9,3 10,6 52,9 46,1 34,5 27,8 47,3 23,3 32,5 21,9 56,6 64,9 43,4 66,1 Daerah Perkotaan Perdesaan 43,3 10,9 44,0 46,4 12,6 42,7 INDONESIA 25,0 45,5 29,4 Sumber: Badan Litbangkes, Surkesnas 2001

4. Pembuangan Sampah

Pembakaran sampah merupakan hal yang tidak dianjurkan karena akan mempengaruhi kualitas udara setempat. Keluarga di Indonesia 44 masih mempunyai kebiasaan membakar sampah. Di Sumatera dan Kalimantan persentase keluarga yang membakar sampah paling tinggi di antara kawasan lainnya 58,6 dan 56. Persentase keluarga menurut pembuangan sampah rumah tangganya berdasar kawasan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Persentase keluarga yang membuang sampah diangkut petugas paling tinggi ditemukan di Jawa-Bali 21,8. Di daerah perdesaan separuh keluarga mempunyai kebiasaan membakar sampah dan 13,7 keluarga mempunyai kebiasaan membuang sampahnya secara sembarangan. Sedangkan di daerah perkotaan keluarga membuang sampahnya lebih banyak diangkut petugas 40,1 daripada dibakar 35,5. Apabila pengelolaan sampah yang baik adalah yang dibuang dengan diangkut oleh petugas, maka dapat dikatakan baru 18 keluarga di Indonesia mengelola sampah rumah tangganya dengan baik. 59 TABEL 29 PERSENTASE KELUARGA MENURUT PEMBUANGAN SAMPAH DI INDONESIA TAHUN 2001 PEMBUANGAN SAMPAH VARIABEL D iangkut pet ugas Ditimbun D ibuat kompos D ibakar D ibuang k e k ali se lokan D ibuang se m b a- rangan Lai nnya Kawasan Sumatera Jawa Bali KTI Kalimantan Sulawesi NTBNTTPapua 10,5 21,8 11,2 12,4 12,3 8,9 4,6 13,3 5,7 5,6 6,2 5,3 1,4 4,8 0,8 0,3 0,6 1,7 58,6 2,7 52,0 56,0 40,6 43,0 2,6 3,0 2,1 7,9 6,1 10,9 5,9 0,4 14,5 9,5 6,5 19,7 0,9 0,2 7,7 10,0 6,9 8,6 Daerah Perkotaan Perdesaan 40,1 1,0 7,5 12,7 1,6 5,0 35,5 50,1 5,8 8,3 3,5 13,7 5,9 9,1 INDONESIA 18,0 10,5 3,5 43,8 7,2 9,3 7,7 Sumber: Badan Litbangkes, Surkesnas 2001

5. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Prevalensi Akseptor KB

Penduduk Indonesia ternyata terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih sangat tinggi. Selama dasawarsa 1970an laju pertumbuhan penduduk berkisar pada 2,3 setahun, dasawarsa 1980an sekitar 2 setahun, dan dasawarsa 1990an sekitar 1,5 setahun. Menurut BPS, laju pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2001 ini sebesar 1,2 setahun. Hal ini memang erat berkaitan dengan prevalensi akseptor KB. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat, persentase akseptor KB terhadap pasangan usia subur memang baru mencapai 52,5.

6. Penduduk Yang Tinggal Di Perkotaan

Kemajuan suatu negara dapat pula diukur dari banyaknya daerah perdesaan yang berubah menjadi daerah perkotaan. Semakin maju suatu negara, berarti semakin banyak desa yang dibangun sehingga berubah menjadi perkotaan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, baru 43,13 penduduk Indonesia dalam tahun 2001 ini tinggal di perkotaan. Yang lebih besar, yaitu 56,87 masih tinggal di perdesaan. Ini berarti bahwa sampai tahun 2001 belum banyak desa yang dibangun sehingga menjadi kota urban.

7. Penduduk Miskin dan Pendapatan Per-Kapita

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang muncul dalam pembangunan bersama-sama dengan pengangguran dan kesenjangan sosial, di mana ketiganya saling terkait satu sama lain. Untuk mengukur kemiskinan pada umumnya dilakukan melalui pengukuran tingkat pendapatan. Kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga pengertian, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif atau kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural.