Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan strategi pembelajaran yang diharapkan mampu memperbaiki kualitas sistem pendidikan yang telah berlangsung selama ini. Kegiatan belajar mengajar, model pembelajaran dan sumber belajar merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran yang baik dan tepat sangat diperlukan untuk terciptanya kegiatan belajar mengajar yang aktif yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga pembelajaran dapat memberikan sumbangan berarti bagi peningkatan sumber daya manusia. Belajar adalah proses terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasar pada asumsi bahwa sepanjang kehidupannya manusia akan selalu dihadapkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapainya. Dalam proses mencapai tujuan itu, manusia akan dihadapkan pada berbagai rintangan. Itulah sebabnya, makna belajar bukan hanya mendorong siswa agar mampu menguasai sejumlah materi pelajaran akan tetapi bagaimana agar anak itu memiliki kompetensi untuk mampu menghadapi rintangan yang muncul dalam kehidupannya. Belajar mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam situasi pendidikan. Guru didalam mengajar dituntut kesabaran, keuletan dan sikap terbuka disamping kemampuannya dalam situasi belajar mengajar yang lebih aktif. Sedangkan siswa dituntut adanya semangat dan motivasi belajar. Biologi merupakan salah satu cabang pendidikan sains yang menggunakan pendekatan empiris secara sistematis dalam mencari penjelasan alami tentang fenomena alam. Dengan demikian, pembelajaran biologi menjadi 2 wahana dalam menyiapkan siswa sebagai anggota masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan dan mengkaji solusi atas masalah- masalah yang dihadapi masyarakat. Pada dasarnya tujuan mata pelajaran biologi dalam Kurikulum Pendidikan Nasional adalah memahami konsep-konsep biologi dan saling keterkaitannya, mengembangkan keterampilan dasar biologi untuk menumbuhkan nilai serta sikap ilmiah, menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia, mengembangkan kepekaan nalar untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan proses kehidupan dalam kejadian sehari-hari dan meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan. Sebagaimana pula yang tercantum dalam BSNP, mata pelajaran biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. 1 Melalui pembelajaran biologi, siswa diharapkan dapat memahami konsep sains lebih mendalam sehingga hakikat sains yang diwujudkan dalam pembelajaran IPA dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan sumber daya manusia dan kelestarian alam sekitar. Pembelajaran sains yang diharapkan dapat mewujudkan hakikat IPA tersebut biasanya diperoleh melalui kegiatan ilmiah. Melalui serangkaian kegiatan ilmiah, pembelajaran sains dapat menanamkan dan mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai ilmiah kepada siswa. KTSP menekankan pembelajaran biologi pada pemberian pengalaman secara langsung dengan tidak melepaskan konsep dengan kerja ilmiah. 2 Hakikat sains yang diwujudkan dalam pembelajaran biologi dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan. Namun pembelajaran biologi yang diterapkan sampai saat ini belum memberikan kontribusi yang baik pada perbaikan mutu pendidikan. Konsep-konsep biologi 1 BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: BSNP, 2006, h.451 2 Zulfiani, Tonih feronika, Kinkin suartini, Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2009, h. 46 3 masih diajarkan melalui transfer pengetahuan dan bersifat hafalan sehingga konsep-konsep yang esensial dalam mata pelajaran biologi tidak dikuasai secara tuntas oleh siswa. Pada akhirnya rata-rata nilai tes yang diperoleh siswa sebagai gambaran penguasaan konsep yang telah diajarkan masih tergolong rendah. Pembelajaran dapat dikatakan sebagai sebuah sistem karena tersusun dari beberapa komponen yang saling berkaitan dan berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan yakni membelajarkan siswa. Pembelajaran akan dipastikan berhasil apabila komponen-komponen didalamnya dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mengoptimalkan seluruh komponen sistem pembelajaran tersebut. Dalam hal ini komponen-komponen utama yang mempengaruhi sistem pembelajaran adalah guru, siswa, sarana dan prasarana beserta lingkungannya. Pembelajaran biologi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya masih berupa transfer pengetahuan dan bukan sebuah transformasi pengetahuan. Pengetahuan sains yang diwariskan sampai saat ini hanya berupa produk, guru hanya memberikan ilmu sebagai produk dengan memindahkan teori-teori dari para ahli ke dalam otak anak didik untuk dihafalkan. Sehingga siswa tidak terstimulus untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya dan siswa cenderung pasif dalam pembelajaran. Kenyataan di lapangan bahwa pengajaran sains khususnya biologi yang hanya mencurahkan pengetahuan dapat menimbulkan miskonsepsi. Dalam hal ini, fakta, konsep dan prinsip sains lebih banyak dicurahkan melalui ceramah, tanya jawab, atau diskusi tanpa didasarkan pada hasil kerja praktik. Pencurahan pengetahuan dengan cara tersebut telah menimbulkan miskonsepsi karena dalam pembelajaran sains siswa menemukan sejumlah fakta, konsep dan prinsip tidak berdasarkan hasil kerja ilmiah. Dengan demikian, hasil pelajaran sains diberikan kepada siswa terjadi sebelum eksperimen dan tidak berdasarkan data hasil eksperimen atau pengamatan. Hal ini menyebabkan 4 hasil pelajaran hanya berupa kesimpulan yang sudah terbentuk tanpa membutuhkan partisipasi siswa dalam membangun pengetahuannya. Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan yang memandang bahwa siswa belajar sains dengan cara mengkonstruksi pengertian atau pemahaman baru tentang fenomena dari pengalaman yang telah dimilikinya sebelumnya. 3 Dalam pembelajaran sains berbasis konstruktivisme, siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat mengkonstruksi sendiri pemahamannya yang sudah tersimpan dalam memori dengan informasi yang baru diterimanya sehingga menghasilkan pengetahuan baru bagi siswa tersebut. Pembelajaran berbasis inkuiri adalah pembelajaran berbasis konstruktivisme yang melibatkan peran aktif siswa dalam membangun pemahamannya melalui pembelajaran penemuan. Dalam pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip- prinsip melalui pengalaman langsung. Pada kenyataannya penerapan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme banyak menghabiskan waktu ketika siswa berkesempatan membangun pengetahuannya secara mandiri sehingga sering tujuan pembelajaran tidak tercapai dan pada akhirnya siswa kurang menguasai konsep yang dibahas. Oleh karena itu dibutuhkan teknik pembelajaran yang dapat memberi kesempatan siswa untuk membangun pengetahuan secara aktif dengan siswa tetap terfokus pada konsep yang diberikan guru sehingga siswa dapat mencapai penguasaan konsep yang diharapkan. Inkuiri terstruktur structureddiscovery inquiry adalah salah satu cara dalam pembelajaran berbasis inkuiri yang digunakan dalam pendidikan sains. Dalam pembelajaran inkuiri terstruktur siswa bertindak layaknya seorang ilmuwan dalam menemukan konsepnya, meskipun pembelajaran didominasi oleh peran aktif siswa, namun guru juga memiliki peranan penting dalam pembelajaran inkuiri terstruktur. Dalam hal ini guru berperan sebagai 3 Pudyo Susanto, Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme, Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang, 2002, h.6 5 fasilitator, mediator dan membantu serta membimbing siswa untuk menemukan konsepnya. Melalui pembelajaran inkuiri terstruktur, pengarahan dilakukan dalam bentuk pertanyaan dan tuntunan LKS yang diberikan bukan memberi tahu secara langsung. Salah satu dasar penting untuk bisa melakukan inkuiri adalah pertanyaan produktif. 4 Pertanyaan produktif adalah pertanyaan yang jawabannya bisa ditemukan melalui kegiatan ilmiah atau penyelidikan, sehingga dengan pertanyaan produktif kegiatan yang dilakukan lebih terarah dan bermakna. Pertanyaan tersebut bermaksud untuk menggiring siswa sehingga siswa mau berpikir kritis dan terlibat aktif dalam pembelajaran konsep-konsep IPA biologi yang membutuhkan proses inkuiri. Dengan penerapan pertanyaan produktif guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa pada konsep yang sedang dibahas dengan tetap memberi kesempatan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga siswa dapat mancapai tujuan pembelajaran dan menguasai konsep yang diharapkan. Konsep struktur jaringan tumbuhan merupakan konsep yang banyak memberikan pengalaman melalui fakta-fakta yang diamati sehingga dengan menggunakan pertanyaan produktif dalam model pembelajaran inkuiri terstruktur, siswa dapat memiliki pemahaman dan penguasaan konsep lebih mendalam. Hal ini dikarenakan dengan pengalaman langsung melalui penyelidikan dan verifikasi dapat memberikan bukti kebenaran konsep atau prinsip yang dipelajari. Melalui pertanyaan produktif siswa akan lebih aktif dalam membangun pengetahuannya dan lebih terfokus pada konsep yang diajarkan oleh guru. Dengan demikian hasil dari pembelajaran akan lebih maksimal dan bermakna sehingga siswa dapat menguasai konsep-konsep tersebut serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan latar belakang, penulis mengangkat masalah dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berjudul ”Pengaruh Pertanyaan Produktif 4 Ari Widodo, Peningkatan Kemampuan Mahasiswa PGSD dalam Mengajukan Pertanyaan Produktif untuk Mendukung Pembelajaran IPA Berbasis Inkuiri, Jurnal Pendidikan Vol.10, No.1, Maret 2009, h.22 6 dalam Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur Terhadap Penguasaan Konsep Struktur Jaringan Tumbuhan ”.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 9 48

PENGARUH SIKAP ILMIAH SISWA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

3 27 42

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP

0 5 45

PENGARUH PENGGUNAAN PROGRAM SIMULASI PHET DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

2 17 242

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI PADA MATERI FOTOSINTESIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN SIKAP SISWA SMP.

0 0 15

PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI PERKEMBANGAN TEORI ATOM MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI.

0 1 30

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN OUTDOOR EXPERIENTIAL LEARNING PADA KONSEP GERAK TUMBUHAN BERMUATAN NILAI TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN KONTRIBUSINYADALAM PEMBANGUNAN KARAKTER SISWA.

2 2 50

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN TINGKAT KEPERCAYAAN SISWA SMA DALAM MENJAWAB PERTANYAAN KONSEP JARINGAN TUMBUHAN.

0 1 42

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA KONSEP JARINGAN TUMBUHAN.

0 2 46

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA KONSEP SISTEM GERAK TUMBUHAN.

0 2 34