9
2.1.4. Potensi Industri Kakao Indonesia
2.1.4.1. Industri Pengolahan Kakao
2.1.4.1.1. Wilayah Potensi Industri Pengolahan Kakao Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai
Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil biji kakao per tahun adalah sebagai berikut ; Pantai Gading 1.190.000 ton, Ghana 650.000 ton, Indonesia 535.000 ton ICCO, 2010.
Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih kurang 1.651.539 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 535.000 ton
per tahun, dan produktivitas rata-rata 825 kg per Ha. Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai
berikut: Sumatera 174.588 ton 20,7 , Jawa 33.837 ton 4 , Nusa Tenggara 21.254 ton 2,5 , Kalimantan 15.246 ton 1,8 , Sulawesi 561.755 66,6 ton, Maluku dan Papua 37.496 ton 4,4
. Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 tiga kelompok yaitu ;
Perkebunan Rakyat 1.555.596 Ha 94,2 , Perkebunan Negara 50.104 Ha 3 dan Perkebunan Swasta 45.839 Ha 2,8 Ditjenbun, 2010.
2.1.4.1.2. Pelaku Usaha Meskipun sebagian besar hasil perkebunan kakao Indonesia diekspor dalam bentuk bahan
mentah, di dalam negeri juga terdapat industri pengolahan kakao. Mayoritas industri pengolahan cokelat terdapat di pulau Jawa. Menurut Kemenperin 2010, total kapasitas terpasang industri
pengolahan kakao di Indonesia adalah sebesar 417.000 tontahun, sedangkan kapasitas terpakainya sebesar 244.000 tontahun. Pada umumnya produk yang dihasilkan dari industri tersebut adalah
produk setengah jadi yang terdiri dari lemak cokelat, pasta cokelat, dan bubuk cokelat. Produk setengah jadi ini kemudian diolah kembali menjadi berbagai produk jadi oleh berbagai macam industri
makanan berbahan baku cokelat seperti cokelat batangan, minuman cokelat, biskuit cokelat, susu cokelat, kosmetika, obat-obatan, dan sebagainya.
Industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia apabila dilihat dari kapasitasnya adalah PT. Bumitangerang Mesindotama yang berlokasi di Tangerang. Perusahaan ini mempunyai kapasitas
terpasang sebesar 120.000 tontahun dan kapasitas terpakai sebesar 80.000 tontahun, sedangkan industri pengolahan kakao terkecil adalah PT. Poleko Cocoa IndustryHope yang berlokasi di
Makassar dengan kapasitas terpasang dan kapasitas terpakainya sebesar 4.000 tontahun. Adapun pelaku usaha yang bergerak dalam bidang pengolahan kakao dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan
penyebaran industri kakao dapat dilihat pada Gambar 2.3.
10
Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia
Kapasitas Kapasitas
No. Perusahaan
Lokasi Terpasang
Terpakai Ton
Ton 1.
PT. Bumitangerang Mesindotama
Tangerang 120.000
28,77 80.000
32,78 2.
PT. General Food Industry Bandung
80.000 19,18
45.000 18,44
3. PT. Davomas Abadi
Tangerang 40.000
9,59 20.000
8,19 4.
PT. Industri Kakao Utama
Kendari 35.000
8,39 -
0,00 5.
PT. Maju Bersama Cocoa Industry
Makassar 24.000
5,75 14.000
5,73 6.
PT. Kopi Jaya Kakao Makassar
24.000 5,75
14.000 5,73
7. PT. Effem Indonesia
Makassar 17.000
4,07 17.000
6,96 8.
PT. Budidaya Kakao Lestari
Surabaya 15.000
3,59 5.000
2,04 9.
PT. Cacao Wangi Murni JMH
Tangerang 15.000
3,59 8.000
3,27 10.
PT. Teja Sekawan Surabaya
15.000 3,59
15.000 6,14
11. PT. Unicom Kakao
Makmur Makassar
10.000 2,39
4.000 1,63
12. PT. Cocoa Ventures
Indonesia Medan
7.000 1,67
7.000 2,86
13. PT. Kakao Mas Gemilang
Tangerang 6.000
1,21 6.000
2,45 14.
PT. Mas Ganda Tangerang
5.000 1,19
5.000 2,04
15. PT. Poleko Cocoa Industry
Hope Makassar
4.000 0,96
4.000 1,63
Total 417.000
100,00 244.000
100,00 Sumber : Kemenperin 2010
Normal Beroperasi kembali
11
Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia Kemenperin, 2010
2.1.4.2. Perkembangan Kakao Indonesia
2.1.4.2.1. Standar Mutu Kakao Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap partai biji kakao
yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk. Satndar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao SNI 01-2323-
2000. Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan labelling, cara pengemasan, dan rekomendasi. Biji kakao didefinisikan sebagai biji yang
dihasilkan oleh tanaman kakao Theobroma cacao Linn, yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan
ukuran berat biji. Atas dasar jenis tanaman, biji kakao dibedakan menjadi dua, yaitu jenis kakao mulia Fine Cocoa dan jenis kakao lindak Bulk Cocoa. Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu
syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap partai biji kakao yang akan diekspor dan syarat khusus merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
setiap klasifikasi jenis mutu. Berikut ini merupakan standar mutu kakao menurut Standar Nasional
Indonesia SNI yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 :
Sumatera Utara PT. Cocoa Ventures
Indonesia Sulawesi Tenggara
PT. Industri Kakao Utama
Sulawesi Selatan PT. Effem Indonesia
PT. Maju Bersama Kakao PT. Kopi Jaya Kakao
Tangerang PT. Davomas Abadi
PT. Cocoa Wangi Murni PT. Bumitangerang
PT. Budidaya Kakao Lestari PT. Kakao Mas Gemilang
PT. Mas Ganda Jawa Barat
PT. General Food Industry PT. Trikeson Utama
Jawa Timur PT. Teja Sekawan Cocoa
Industries PT. Budidaya Kakao Lestari
12
Tabel 2.4. Standar nasionl Indonesia biji kakao
No. Karakteristik
Mutu I Mutu II
Sub Standar 1.
Jumlah biji100 gr 2.
Kadar air, bb maks 7,5
7,5 7,5
3 Berjamur, bb maks
3 4
4 4.
Tak terfermentasi bb maks 3
8 8
5. Berserangga, hampa, berkecambah,
bb maks 3
6 6
6. Biji pecah, bb maks
3 3
3 7.
Benda asing bb maks 8.
Kemasan kg, nettokarung 62,5
62,5 62,5
Sumber : SNI 01-2323-2000
Keterangan:
Revisi September 1992 Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gram
• AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85 • A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100
• B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110 • C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120
• Sub standar jumlah biji per 100 gram maksimum 120
2.1.4.2.2. Pohon Industri Kakao Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya
secara skematis. Produk kakao dan turunannya diperoleh dari bagian kakao yaitu biji dan kulit luarnya sheel
yang diuraikan dalam suatu skema
.
Berikut ini merupakan contoh pohon industri kakao yang
ditampilkan pada Gambar 2.4 :
Gambar 2.4. Pohon industri kakao Kemenperin, 2010
13
2.1.4.2.3. Produksi Kakao Indonesia Produksi biji kakao di Indonesia mencapai 535.000 ton per tahun dengan produktivitas rata-
rata 825 kg per Ha. Sementara kebutuhan kakao dalam negeri masih dianggap sedikit hanya sekitar 250.000 ton per tahun. Namun rendahnya kebutuhan kakao nasional itu bukan tanpa sebab. Hal ini
dikarenakan pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai PPN 5 untuk setiap kakao yang dibeli pabrik di dalam negeri. Sebaliknya, apabila produsen mengekspor produknya ke luar negeri,
maka tidak dikenakan PPN. Dengan demikian produsen lebih suka melakukan ekspor. Produksi Indonesia 535.000 ton biji kakao. Di ekspor dalam bentuk biji 400.626 ton dan sisanya 134.374 ton
diolah di dalam negeri. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan adalah sebesar
433.791,304 ton dengan nilai US. 1.204.520.913 dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 2.5 :
Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan
No. Biji Kakao dan Kakao Olahan
Volume Ton Nilai US
1. Biji kakao utuhpecah, mentahpanggang
400.626 1.104.963.203
2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao
lainnya 1.054
559.281 3.
Kakao pasta tidak dihilangkan lemaknya 5.059
18.580.097 4.
Kakao pasta dihilangkan lemaknya seluruh atau sebagian
12.695 39.653.325
5. Bubuk cokelat dengan tambahan gula dan
pemanis lainnya 100
219.619 6.
Cokelat batangan berat 2 kg 7.802
24.664.014 7.
Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat berat 2 kg
3.919 9.082.352
8. Cokelat batangan dengan isi berat 2 kg
179 231.660
9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan
cokelat dengan isi berat 2 kg 185
382.501 10. Cokelat batangan tanpa isi berat 2 kg
2 6.078
11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat tanpa isi berat 2 kg
3 7.634
12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 22
14.748 13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya
tidak untuk eceran 12
44.704 14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya
untuk eceran 2.140
6.111.697 Sumber : Kemenperin 2010
Dari Tabel 2.5 terlihat bahwa jumlah ekspor produk olahan cokelat pada tahun 2010
menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap produk olahan cokelat saat ini. Kakao olahan yang memiliki volume ekspor tertinggi adalah olahan kakao menjadi kakao pasta yang dihilangkan seluruh
lemaknya atau sebagian sebesar 12.695 ton. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan kakao pasta di luar negeri lebih besar bila dibandingkan dengan permintaan kakao pasta di dalam negeri.
Sedangkan volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan adalah 33.111,596 ton dengan nilai
US. 115.030.180 dengan rincian yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 :
14
Tabel 2.6. Volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan
No. Biji Kakao dan Kakao Olahan
Volume Ton Nilai US
1. Biji kakao utuhpecah, mentahpanggang
23.141 84.423.087
2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao
lainnya 2.095
258.266 3.
Kakao pasta tidak dihilangkan lemaknya 157
646.348 4.
Kakao pasta dihilangkan lemaknya seluruh atau sebagian
2.098 6.110.419
5. Bubuk cokelat dengan tambahan gula dan
pemanis lainnya 1.456
1.331.194 6.
Cokelat batangan berat 2 kg 1.512
5.986.173 7.
Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat berat 2 kg
263 707.451
8. Cokelat batangan dengan isi berat 2 kg
207 1.470.035
9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan
cokelat dengan isi berat 2 kg 759
7.187.621 10. Cokelat batangan tanpa isi berat 2 kg
317 1.605.725
11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat tanpa isi berat 2 kg
251 758.043
12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 69
434.167 13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya
tidak untuk eceran 1
891 14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya
untuk eceran 792
4.110.760 Sumber : Kemenperin 2010
Tabel 2.6 menunjukkan bahwa pada tahun tersebut cokelat batangan rata-rata lebih diminati
oleh pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri. Hal ini ditunjukkan dengan volume dan nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai impor cokelat batangan.
2.2. COKELAT BATANGAN CHOCOLATE BAR