Keragaan Usahatani Padi Hibrida

50 jiwa merupakan lulusan D4, sebanyak 107 jiwa merupakan lulusan S1, dan sebanyak 18 jiwa merupakan lulusan S2. Mayoritas penduduk bekerja di bidang pertanian yaitu sebanyak 10.680 jiwa yang terdiri dari 4.800 jiwa pemilik tanah, 2.130 petanipenggarap, dan 3.750 buruh tani. Penduduk lainnya kebanyakan bekerja sebagai buruh industri, buruh bangunan, pedagang, PNS, pengemudi, dan pengrajin.

5.3 Keragaan Usahatani Padi Hibrida

Kecamatan Cigombong merupakan salah satu daerah produksi padi tertinggi di Kabupaten Bogor. Beberapa desa yang pernah menanam padi varietas unggul Hibrida di Kecamatan ini diantaranya adalah Desa Ciburuy, Desa Pasir Jaya, dan Desa Srogol. Desa Ciburuy merupakan desa yang memiliki infrastruktur pertanian yang paling lengkap dibanding dengan kedua desa lainnya. Di desa ini terdapat jalan desa sepanjang 1, 5 meter guna mempermudah proses distribusi hasil pertanian, saung pertemuan Gapoktan Silih Asih, ruang belajar untuk kegiatan pelatihan, sarana penjemuran dan penggilingan padi, pengeringan gabah dryer, lokasi pembuatan pupuk kompos, lokasi pembuatan pupuk organik organic fertilizer atau OFER, gudang beras, gudang pupuk, lokasi penampian beras, gudang dan alat-alat produksi pertanian traktor, pengukur pH tanah, spryer, serta gedung koperasi kelompok tani “Lisung Kiwari”. Pada awalnya di desa Ciburuy terdapat satu buah kelompok tani yaitu kelompok tani Silih Asih yang sudah berdiri sejak 1972. Mayoritas anggota dari kelompok tani Silih Asih adalah petani padi yang bertempat tinggal di desa Ciburuy. Karena terlalu banyak anggotanya dan agar lebih efektif, maka kelompok tani Silih Asih dipecah menjadi 11 kelompok tani yaitu kelompok tani Silih Asih 1, kelompok tani Silih Asih 2, kelompok tani Tunas Inti, kelompok tani Manunggal Jaya, kelompok tani Saung Kuring, kelompok tani Lisung Kiwari, kelompok tani Harapan Maju, kelompok tani Silih Asih Fish Farm, kelompok tani Bilibintik, kelompok tani Motekar, dan kelompok tani Sayur Saluyu. Setelah kelompok tani tersebut dipecah, ketua kelompok tani Silih Asih yaitu H.A. Zakaria merasa perlu menghubungkan ke-11 kelompok tani tersebut dalam suatu 51 wadah agar komunikasi antar kelompok tani tersebut tetap terjaga. Oleh sebab itu dibentuklah Gapoktan. Kepemilikan lahan pertanian setiap petani juga sangat kecil yaitu sekitar 2000 - 5000 m 2 setiap orangnya. Maka dengan adanya gapoktan Silih Asih ini diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani dan meningkatkan pendapatan petani. Sejak tahun 2001 beras yang diproduksi di Desa ini merupakan beras semi organik karena tidak menggunakan pestisida dan bahan kimiawi. Penggunaan air untuk irigasi masih menggunakan air irigasi yang dialiri melalui pipa-pipa di sekeliling pematang sawah. Petani di desa ini menggunakan pupuk jerami dan terkadang juga menggunakan pupuk urea dan TSP apabila tanaman padi menunjukkan gejala kekurangan kedua unsur tersebut dengan melihat warna daunnya. Desa Pasir Jaya juga merupakan salah satu desa penghasil beras sehat atau beras semi organik di Kecamatan Cigombong. Di desa ini terdapat kelompok tani usahatani padi yaitu kelompok tani Harapan Maju. Kelompok tani Harapan Maju masih merupakan mitra dari gabungan kelompok tani Silih Asih di Desa Ciburuy . Karakteristik petani di Desa Pasir Jaya pun memiliki kemiripan dengan petani di Desa Ciburuy dalam hal cara berbudidaya padi, sistem pengairan, penggunaan pupuk, cara mengatasi OPT, dan kepemilikan lahan. Berbeda halnya dengan petani di kelompok tani Silih Asuh di Desa Srogol yang mayoritas petaninya masih menggunakan pestisida dan bahan-bahan kimia dalam proses budidaya padi. Petani di desa ini juga memiliki perbedaan dengan kedua desa di atas dalam hal cara tanam, petani di desa ini tidak menggunakan sistem legowo seperti yang dilakukan petani di Desa Ciburuy dan di Desa Pasir Jaya. Petani di desa ini masih menggunakan sistem tanam mundur. Perbedaan juga terlihat dalam hal hasil produksi padi hibrida, petani di Desa Srogol bisa dikatakan memilki produksi padi hibrida yang lebih baik dibanding dengan petani di kedua desa tersebut. Rata-rata hasil produksi padi hibrida di Desa Srogol yaitu ± 6 ton per hektar sementara di Desa Ciburuy yaitu ± 2 Ton per hektar dan di Desa Pasir Jaya ± 3 Ton per hektar. Analisis aspek budidaya padi hibrida di Kecamatan Cigombong sebagai berikut : 52 1. Penyiapan Bahan Tanaman Pembibitan Varietas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil tanaman. Petani padi hibrida di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam benih padi hibrida program bantuan pemerintah Tahun Anggaran 2010 yaitu benih padi varietas hibrida Intani 2. Petani di lokasi penelitian melakukan proses persemaian di tempat yang berbeda-beda. Sebagian petani 46,67 persen melakukan persemaian di lahan di luar petak sawah, sisa petani lainnya 53,33 persen melakukan persemaian di lahan di dalam petak sawah. Lama persemaian yang dilakukan sebagian besar petani 93,3 persen berkisar antar 17 – 19 hari dan sebagian petani lainnya 6,67 persen melakukan persemaian selama 25 hari. Menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian 2008 lama persemaian padi hibrida yang baik yaitu berkisar antara 10 - 21 hari agar pembentukan anakan menjadi lebih optimal. Artinya, sebagian besar petani padi hibrida di lokasi penelitian sudah melakukan persemaian dengan baik. 2. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah sangat menentukan keberlanjutan pertumbuhan tanaman padi hibrida. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah yang baik. Pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian sudah baik atau sesuai dengan petunjuk teknis pengolahan lahan padi hibrida yaitu sebelum diolah tanah digenangi air selama 1 minggu untuk melunakkan tanah. Setelah diolah, tanah dibiarkan selama 1 minggu dan digenangi air, kemudian tanah diolah kembali sampai melumpur dan dilanjutkan dengan perataan tanah. Alat yang digunakan petani untuk mengolah tanah berbeda-beda. Seluruh petani responden 100 persen di kelompok tani Manunggal Jaya menggunakan kerbau untuk membajak tanah, karena kondisi lahan yang miring sehingga sulit untuk menggunakan mesin. Sebagian petani 40 persen di kelompok tani Tunas Inti menggunakan mesin untuk membajak tanah, sisa petani lainnya 60 persen masih menggunakan kerbau untuk membajak tanah. Seluruh petani 100 persen di kelompok tani Harapan Maju dan di kelompok tani Silih Asuh menggunakan kerbau untuk membajak tanah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan 53 bahwa sebagian besar petani padi hibrida di Kecamatan Cigombong masih menggunakan peralatan yang sederhana dalam proses pengolahan tanah yaitu masih menggunakan kerbau. 3. Penanaman Tanam Pindah Menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian 2008 indikator bibit siap untuk ditanam bila daun tanamannya sudah mencapai 4 helai. Cara tanam yang dapat dilakukan yaitu dengan model tegel 20 cm x 20 cm, 22 cm x 22 cm atau 25 cm x 25 cm, legowo 2 : 1, 3 : 1, atau pun 4 : 1 dengan jarak tanam 12,5 cm dalam baris dan 25 cm antar baris. Beberapa kelebihan cara tanam legowo dibanding cara tanam tegel adalah a hasil gabah lebih tinggi, b pertumbuhan tanaman lebih bagus, c serangan tikus dapat dihindari, d memudahkan penyiangan dan pemupukan, e efisiensi pemberian pupuk, f terhindar dari serangan burung, g tanaman lebih tahan rebah terutama bila terjadi hujan lebat. Seluruh petani 100 persen di kelompok tani Manunggal Jaya, Tunas Inti, dan Harapan Maju menggunakan cara tanam legowo 2 : 1 dengan jarak tanam 12,5 cm dalam baris dan 25 cm antar baris. Sementara petani di kelompok tani Silih Asuh hanya satu orang 10 persen yang menerapkan cara tanam legowo, petani tersebut adalah petani yang mendapatkan demplot percontohan program benih bantuan SL-PTT dan sisa petani lainnya 90 persen masih melakukan cara tanam mundur yang sudah menjadi kebiasaan mereka dalam melakukan budidaya padi. Berdasarkan penjelasan di atas hampir sebagian besar petani responden 70 persen telah melakukan cara tanam yang sesuai dengan petunjuk teknis budidaya padi hibrida. 4. Penyiangan Penyiangan perlu dilakukan agar tanaman padi bebas dari gulma. Penyiangan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan herbisida. Menurut petunjuk teknis budidaya padi hirida Departemen Pertanian 2008, pemberian herbisida dilakukan pada saat tanaman berumur 5 – 7 hari setelah tanam, diikuti dengan penyiangan tangan sebanyak dua kali pada saat tanaman berumur tiga dan lima minggu setelah tanam. Seluruh petani responden 100 persen menggunakan 54 tangan dalam proses penyiangan dan dilakukan sebanyak dua kali yaitu rata-rata pada saat tanaman berumur 15 - 20 hari dan 30 - 40 hari. 5. Pemupukan Menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian 2008, setiap ton gabah yang dihasilkan memerlukan hara N sebanyak 17,5 kg setara 39 kg Urea, P sebanyak 3 kg setara 19 kg SP-36 dan K sebanyak 17 kg setara 34 KCL. Menurut petunjuk teknis lapang budidaya padi hibrida Badan Litbang Pertanian dalam Sumarno et al 2008, padi hibrida membutuhkan unsur hara Urea 300 kg per hektar + Sp-36 100 kg per hektar + KCL 100 kg per hektar. Pemberian hara dalam bentuk pupuk dapat dilakukan dengan cara manualsesuai kebiasaan atau dengan melakukan monitor warna daun dengan alat yang dinamakan Bagan Warna Daun BWD. Pemberian pupuk dengan melakukan monitor warna daun dapat menghemat pemberian pupuk urea hingga 100 kg per hektar tanpa menurunkan hasil gabah. Pemberian pupuk urea melebihi kebutuhan tanaman dapat menyebabkan tanaman peka terhadap penyakit seperti kresek BLB, kehampaan tinggi, dan mudah rebah. Pemberian pupuk yang dilakukan secara manualkebiasaan sebaiknya dilakukan pada umur 7 – 10 hari setelah tanam HST, 21 HST dan 42 HST. Pada 8 HST diberikan sebanyak 75 kg Urea per hektar, 100 kg SP-36 per hektar, dan 50 kg KCL per hektar. Pada 21 HST diberikan 150 kg Urea per hektar dan pada 42 HST diberikan 75 kg Urea per hektar dan 50 kg KCL per hektar. Namun apabila petani bersedia mengembalikan semua jerami ke dalam tanah sawah, maka tidak perlu lagi menambahkan pupuk KCL, karena sebanyak 80 persen hara K yang diserap oleh tanaman padi terakumulasi dalam jerami. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2007b, kombinasi pemberian pupuk organik dan anorganik untuk padi hibrida sangat dianjurkan. Pupuk organik yang dianjurkan berupa pupuk kandang atau kompos jerami sebanyak 2 ton per hektar setiap musim, sedangkan pupuk anorganik yang diperlukan adalah Urea, SP-36 dan KCL masing-masing sebanyak 300 kg, 100 kg dan 100 kg per hektar. Sebagian besar petani padi hibrida di lokasi penelitian tidak menggunakan pupuk sesuai dengan petunjuk teknis padi hibrida. Petani masih menggunakan komposisi pupuk yang biasa mereka gunakan dalam budidaya padi inbrida. 55 Seluruh petani di kelompok tani Manunggal Jaya, Tunas Inti, dan Harapan Maju merupakan petani penghasil beras semi organik beras sehat, sehingga pupuk anorganik yang digunakan rendah. Rata-rata pupuk anorganik yang digunakan petani tersebut adalah Urea 165,3 kg per hektar, TSP 80 kg per hektar, dan KCL 36,5 kg per hektar. Alasan petani mengggunakan komposisi pupuk anorganik yang rendah karena apabila semakin banyak pupuk anorganik yang digunakan maka semakin tinggi kadar residu yang terkandung di dalam tanaman, selain itu penggunaan pupuk anorganik yang tinggi dapat merusak lingkungan dan akan membutuhkan proses recovery lahan yang cukup lama. Seluruh petani-petani tersebut menggunakan pupuk kandang dan kompos jerami yang ada di lahan sawah mereka untuk memenuhi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman padi dan tidak menggunakan pestisida sama sekali. Produksi padi hibrida yang dihasilkan rata-rata ± 3 ton per hektar untuk kelompok tani Harapan Maju dan ± 2 ton per hektar untuk kelompok tani Manunggal Jaya dan Tunas Inti. Hal ini disebabkan banyaknya butir gabah yang hampa, selain itu kebanyakan tanaman padi hibrida tidak berbuah karena daun tanaman padi hibrida menguningkering pada masa vegetatif sebelum masa tanaman berbuah. Menurut pemulia daun kering, tanaman kerdil, dan jumlah anakan produktif sedikit merupakan indikasi adanya penyakit hawar daun bakteri HDB dan virus tungro dan apabila menyerang pada masa vegetatif maka akan berdampak fatal karena dapat menghambat pengisian butir gabah. Berbeda halnya dengan petani di kelompok tani Silih Asuh, terdapat satu orang petani yang menggunakan pupuk sesuai dengan petunjuk teknis budidaya padi hibrida. Petani tersebut merupakan petani yang menjadi demplot percontohan program SL-PTT dengan luas lahan 1 hektar. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea 300 kg per hektar, NPK 100 kg per hektar, dan pupuk kandang sebanyak 1,5 ton per hektar serta pupuk jerami sebanyak 500 kg per hektar sebagai pegganti pupuk KCL. Namun, produksi padi hibrida yang dihasilkan 6,3 ton per hektar atau hanya 0,3 persen lebih tinggi dibanding dengan padi inbrida. Sisa petani lainnya menggunakan pupuk anorganik dengan rata-rata penggunaan pupuk Urea sebanyak 177 kg per hektar, NPK sebanyak 100 kg per hektar, KCL sebanyak 15 kg per hektar, dan pupuk kandang. Seluruh petani 56 responden di kelompok tani ini menggunakan pestisida dalam budidaya padi hibrida, produksi rata-rata padi hibrida yang dihasilkan ± 6 ton per hektar. 6. Pengendalian Hama dan Penyakit Strategi pengelolaan hama dan penyakit terpadu menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian 2008, dapat dilakukan dengan cara a menggunakan varietas tahan hamapenyakit, b menggunakan bibit sehat, c menerapkan pola tanam yang sesuai, d melakukan rotasi tanaman, e waktu tanam yang sesuai, f melakukan pembersihan lapangan terhadap singgang yang biasanya dijadikan tempat vektor hama dan sumber inokulum penyakit, g pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, h penerapan irigasi berselang, i menggunakan sistem trap barrier system TBS untuk pengendalian tikus, j pengendalian kelompok telur, observasi hama dan penyakit secara terus-menerus, k menggunakan lampu perangkap untuk pengendalian ulat dan penggerek batang, l meningkatkan peran musuh alami seperti laba-laba, m menggunakan pestisida sebagai alternatif akhir untuk mengendalikan hama berdasarkan hasil pengamatan. Seluruh petani responden di kelompok tani Manunggal Jaya, Tunas Inti, dan Harapan Maju tidak menggunakan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit. Hal ini dikarenakan petani-petani tersebut telah menerapkan pertanian organik. Petani melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan cara yang alami yaitu menggunakan daun-daunan seperti daun picung dan bengkuang sebagai pengganti pestisida. Sementara petani di kelompok tani Silih Asuh pada umumnya menggunakan pestisida dalam budidaya padi hibrida yaitu Decis ukuran 1 L per hektar. 7. Panen Penentuan waktu panen merupakan salah satu faktor penting dalam kaitannya terhadap hasil gabah. Apabila tanaman padi dipanen terlalu awal maka akan banyak terjadi butir hijau akibatnya kualitas gabah yang dihasilkan menjadi rendah, banyak butir mengapur dan beras kepala banyak yang patah. Sebaliknya, apabila tanaman padi dipanen terlambat akan menurunkan hasil gabah karena banyak terjadi kerontokan gabah dan kadar air menurun. Pemanenan gabah yang ideal dilakukan apabila a sudah 90 persen masak fisiologi, artinya 90 persen gabah telah berubah warna dari hijau menjadi kuning, b bila dihitung dari masa 57 berbunga telah mencapai 30 – 35 dan c berdasar perhitungan umur deskrpsi varietas. 5.4 Karakteristik Responden Tabel 6 menunjukkan bahwa petani responden lebih banyak didominasi oleh petani dengan usia 45-54 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas petani terdiri dari petani usia produktif. Jumlah petani usia 55-64 sebanyak tujuh orang dan usia ≥ 60 tahun sebanyak empat orang. Petani-petani tersebut merupakan petani senior yang beberapa orang diantaranya merupakan tokoh yang memiliki pengaruh penting dalam usahatani padi di Kecamatan Cigombong. Mereka adalah ketua kelompok tani, ketua gapoktan, dan beberapa petani yang telah memiliki banyak pengalaman dan dikenal luas oleh berbagai lembaga pertanian. Jumlah petani usia 25-34 tahun sebanyak satu orang dan petani usia 35- 44 tahun lima orang. Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Usia Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigomobong Tahun 2010 Usia tahun Jumlah orang Persen 25-34 1 3,33 35-44 5 16,67 45-54 13 43,33 55-64 7 23,33 65 4 13,33 Total 30 100,00 Tabel 7 menunjukkan tingkat pendidikan formal petani responden. Mayoritas petani merupakan lulusan SD yaitu sebanyak 76.67 persen. Tingkat pendidikan formal biasanya berpengaruh dalam pengambilan keputusan usahatani. Hal ini terkait dengan adopsi teknologi yang baik untuk peningkatan produksi padi, termasuk teknologi benih padi varietas unggul hibrida. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani responden maka proses introduksi penggunaan benih padi varietas unggul hibrida dapat berjalan lebih mudah. 58 Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Pendidikan Formal Jumlah Orang Persen Tidak Lulus SD - - Lulusan SD 23 76,67 Lulusan SMP 1 3,33 Lulusan SMA 6 20,00 Diploma - - Sarjana - - Total 30 100,00 Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas petani responden mengusahakan usahatani padi sebagai mata pencaharian utama. Pekerjaan sampingan responden bervariasi diantarannya yaitu peternak, buruh bangunan, buruh tani, tukang ojeg, dan pedagang makanan keliling. Tabel 8. Sebaran Responden Menurut Status Usahatani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Status Jumlah orang Persen Utama 28 93,33 Sampingan 2 6,67 Total 30 100,00 Tabel 9 menunjukkan sebaran responden menurut status penguasaan lahan petani responden. Mayoritas petani yaitu 93,33 persen merupakan petani penggarap dengan sistem sakap atau bagi hasil dan sistem sewa. Petani dengan lahan sewa tidak memiliki keleluasan seperti petani dengan lahan milik yang bebas menggunakan lahannya baik dalam pola tanam, waktu, maupun penggunaan input usahatani. Sedangkan sakap atau bagi hasil biasanya biaya input seperti benih, pupuk, dan pestisida menjadi tanggungan pemilik, hanya biaya tenaga kerja saja yang ditanggung petani penggarap. Keuntungan yang diperoleh dibagi dua antara petani penggarap dengan pemilik lahan. 59 Tabel 9. Sebaran Responden Menurut Status Penguasaan Lahan Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Status lahan Jumlah Orang Persen Milik 2 6,67 Penggarap 28 93,33 Total 30 100,00 Tabel 10 menunjukkan luas lahan garapan petani responden. Kebanyakan petani responden yaitu 63,33 persen merupakan petani gurem dengan luas lahan garapan kurang dari 0,5 hektar. Sebanyak 26,67 persen petani responden mengusahakan lahan garapan dengan luas lahan 1-2 hektar dan hanya sebanyak 10 persen petani yang memiliki lahan lebih dari sama dengan tiga hektar. Tabel 10. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Luas lahan Hektar Jumlah orang Persen 0,5 19 63,33 0,5-1,0 - 1 - 2 8 26,67 ≥ 3 3 10,00 Total 30 100,00 Pendapatan petani responden dalam penelitian ini merupakan pendapatan usahatani dan pendapatan di luar usahatani. Pendapatan di luar usahatani bisa berasal dari pekerjaan diluar usahatani, pendapatan anggota keluarga lain yang berasal dari luar usahatani, asset di luar usahatani dan lainnya tetapi dalam penelitian ini yang dimaksud pendapatan di luar usahatani hanya dihitung dari pendapatan di luar usahatani atau pendapatan dari pekerjaan sampingan petani responden. Mayoritas petani responden yaitu 90 persen memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00 per bulan. Sisa petani responden lainnya yaitu 6,67 persen memilki pendapatan yang berkisar antara Rp 1.500.00,00 – Rp 2.500.000,00 per bulan dan sebanyak 3,33 persen memilki pendapatan lebih dari Rp 3.500.000,00 per bulan. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan pembelian benih hibrida, 60 semakin tinggi pendapatan maka modal petani untuk membeli tambahan input semakin besar. Sebaran responden menurut pendapatan petani dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Pendapatan Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Pendapatan Rpbulan Jumlah orang Persen 500.000 0 - 500.000 – 1.500.000 27 90,00 1.500.000 – 2.500.000 2 6,67 2.500.000 – 3.500.000 0 3,33 3.500.000 1 - Total 30 100,00

5.5 Profil Balai Besar Tanaman Padi

Dokumen yang terkait

Aplikasi Integrasi Metode Fuzzy Servqual dan Quality Function Deployment (QFD) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan (Studi Kasus: SMP Swasta Cinta Rakyat 3 Pematangsiantar)

10 125 85

Penerapan Metode Kano, Quality Function Deployment Dan Value Engineering Untuk Peningkatan Mutu Produk Sarung Tangan Karet

11 73 101

Aplikasi Kansei Engineering Dan Quality Function Deployment (QFD) Serta Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ) Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Pada Instalasi Hemodialisis

9 92 70

Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Menggunakan Metode Quality Function Deployment (Qfd); (Studi Kasus Japanese Mathematics Center Sakamoto Method Cabang Multatuli Medan)

8 152 80

Integrasi Aplikasi Metode Quality Function Deployment (QFD) dengan Blue Ocean Strategy (BOS) untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Hotel, Studi Kasus: Hotel Grand Angkasa Internasional Medan

15 91 169

Perancangan Fasilitas Kerja Menggunakan Metode QFD (Quality Function Deployment) Dengan Pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) Dan Memperhatikan Prinsip Ergonomi Di PT. Carsurindo

7 83 212

Rancangan Penggiling Buah Kopi Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus di UKM Tani Bersama

4 70 111

Penerapan metode Quality Function Deployment (QFD) dan analisis sensitivitas harga pada pengembangan padi varietas unggul hibrida

1 9 174

Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga Pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida (Kasus : Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Jawa Barat)

1 10 174

Pengembangan Kualitas Padi Varietas Unggul Hibrida dengan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD) di Jawa Barat

0 3 32