Gambaran Umum Usaha Jamur Tiram Putih

46

5.3. Gambaran Umum Usaha Jamur Tiram Putih

Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menjadikan usaha pembuatan log jamur tiram putih atau budidaya jamur tiram putih sebagai mata pencaharian yang dapat menghasilkan pendapatan cukup memuaskan, dibandingkan usaha lain seperti dagang dan usahatani lainnya. Selain sebagai pemilik jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan, pelaku usaha ada yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS dan karyawan swasta. Potensi budidaya jamur di Desa Tugu Selatan sampai tahun 2010 memiliki produktivitas sebesar 2 tonha dengan total luas areal lahan 0,45 Ha menyebar di wilayah Desa Tugu Selatan. Jamur tiram putih dapat dipanen sekitar 30 hari setelah masa inkubasi. Total produksi satu log jamur tiram putih sebesar 0,5 kg jamur segar yang dipanen secara bertahap hingga lima kali dengan waktu antar panen sekitar 12 hari sampai 14 hari. Kegiatan usaha jamur tiram putih ini mulai memasyarakat di Desa Tugu Selatan karena selain keuntungan yang ditawarkan dari hasil usaha cukup memuaskan, cara pembudidayaannya relatif tidak terlalu sulit terutama dalam hal pengalokasian waktu. Faktor alam juga sangat mendukung usaha tersebut. Suhu rata-rata di Desa Tugu Selatan sebesar 20 C-24 C dan curah hujan rata-rata 33 mmhari. Hal tersebut menyebabkan kelembaban di Desa Tugu Selatan cukup tinggi dan mendukung perkembangan jamur tiram putih. Salah satu faktor yang penting dalam budidaya jamur tiram putih adalah kumbung jamur. Kumbung jamur tiram putih dibuat dengan ukuran tertentu, disesuaikan dengan kapasitas dan produksi yang akan dihasilkan. Kumbung yang dimiliki petani jamur tiram putih di lokasi penelitian terbuat dari bilik bambu dengan rak dan tingkat tiap rak yang bermacam-macam tergantung dari luas dan tinggi bangunan kumbung. Selain bangunan kumbung perlu rumah persiapan yang digunakan dalam proses pembuatan log, inokulasi, dan penyimpanan bahan serta alat. Terdapat tiga pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan yang diteliti dimana setiap pelaku usaha memiliki fokus kegiatan usaha yang berbeda. Kegiatan usaha jamur tiram putih yang pertama berfokus pada pembuatan log jamur tiram putih untuk dijual kepada pembudidaya di daerah Cibedug, Cipanas, 47 dan Cianjur. Pembuatan log jamur tiram putih pada usaha ini menggunakan oven yang dipanaskan dengan kayu bakar sebagai alat untuk mensterilisasi log jamur. Usaha jamur tiram putih yang kedua berfokus pada budidaya jamur tiram putih. Log jamur tiram putih pada usaha ini diperoleh dari pelaku usaha lain di sekitar Cisarua yang bertindak sebagai inti dan usaha ini sebagai plasma. Kegiatan budidaya atau pola produksi dari usaha ini dikontrol secara teratur oleh inti agar hasil panen yang diperoleh optimal dan memiliki kualitas yang baik. Adanya hubungan inti plasma dalam usaha ini menyebabkan pola produksi telah terkonsep dengan baik, meskipun usaha ini baru dijalankan. Usaha jamur tiram putih yang ketiga memproduksi log secara pribadi untuk dibudidaya. Berbeda halnya dengan usaha pertama yang menggunakan oven sebagai alat sterilisasi, usaha ini menggunakan drum yang dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar gas untuk proses sterilisasi dalam pembuatan log jamur tiram putih. Pada ketiga kegiatan usaha jamur tiram putih tersebut terdapat kumbung jamur yang memiliki fungsi yang berbeda. Pada kegiatan usaha jamur tiram putih yang pertama, kumbung jamur berfungsi sebagai tempat inkubasi baglog jamur tiram putih sebelum dijual kepada pembudidaya. Penempatan baglog tersebut tidak berlangsung sampai baglog jamur siap untuk dibudidaya, melainkan hanya selama beberapa hari untuk memastikan bahwa baglog jamur tidak gagal atau telah terdapat miselium yang merambat. Pada kegiatan usaha jamur tiram putih yang kedua, kumbung jamur berfungsi sebagai tempat budidaya baglog jamur sampai baglog tersebut sudah tidak produktif. Pada kegiatan usaha jamur tiram putih yang ketiga, kumbung jamur berfungsi sebagai tempat inkubasi baglog jamur tiram putih sekaligus sebagai tempat budidaya baglog jamur. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi biaya pembuatan kumbung, efisiensi lahan, dan efisiensi waktu kegiatan budidaya karena tidak perlu memindahkan baglog jamur yang telah siap dibudidaya dari kumbung inkubasi ke kumbung pemeliharaan. 48 VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Aspek Non Finansial