15 Pengendalian hama dan penyakit tidak dianjurkan menggunakan pestisida
tetapi menggunakan perangkap serangga serta menjaga kondisi dalam kumbung tetap bersih.
2.4. Panen dan Pasca Panen Jamur Tiram Putih
Kegiatan panen jamur tiram putih dapat dilakukan sebanyak empat hingga enam kali tergantung pada kandungan nutrisi dalam media tanam dan kegiatan
pemeliharaan yang dilakukan. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura 2010, kegiatan panen dan pasca panen budidaya jamur tiram putih meliputi:
1 Panen
Panen merupakan kegiatan memetik badan buah jamur tiram putih yang telah cukup umur, yaitu tiga puluh hari sejak inokulasi atau seminggu setelah
baglog dibuka atau dua sampai tiga hari setelah munculnya primordia pin head. Jamur tiram putih yang siap panen memiliki warna tudung putih
terang, tidak keriting, dan tidak pecah serta diusahakan tudung belum mekar penuh.
2 Pasca Panen
Pasca panen merupakan kegiatan sortasi, penimbangan, dan pengemasan jamur tiram putih hasil penen, sehingga siap untuk dijual kepada konsumen.
2.5. Kajian Penelitian Terdahulu
Masruri 2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Jamur Tiram Putih Studi Kasus: Yayasan Paguyuban Ikhlas, Desa
Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor meneliti mengenai kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial dan aspek
finansial dengan menggunakan dua skenario, yaitu skenario I Yayasan Paguyuban Ikhlas membeli log jamur dalam usahanya dan skenario II Yayasan Paguyuban
Ikhlas memproduksi sendiri log jamur tiram putih. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga analisis switching value usaha budidaya jamur tiram putih jika
terjadi penurunan harga jamur tiram putih dan peningkatan biaya variabel. Penelitian ini memiliki persamaan dalam penggunaan skenario yaitu
membeli log jamur untuk usaha budidaya jamur tiram putih dan skenario menghasilkan log jamur sendiri untuk budidaya. Namun, dalam penelitian ini
tidak terdapat skenario mengenai usaha yang hanya menjual log jamur tiram putih
16 tanpa melakukan kegiatan budidaya. Penelitian ini juga berbeda dalam hal sumber
modal yang diperoleh, yaitu melalui modal sendiri dan pinjaman, sehingga discount rate yang digunakan berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha
jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas baik skenario I maupun skenario II layak untuk dilaksanakan secara non finansial maupun secara finansial, tetapi
usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas akan lebih layak jika menggunakan skenario I yaitu membeli log jamur untuk kegiatan usaha budidaya
jamur tiram putih daripada memproduksi sendiri. Pada analisis switching value diketahui bahwa maksimum penurunan harga jamur tiram putih yang
menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 12,25 dan pada skenario II sebesar 9,29. Dapat diketahui juga bahwa maksimum peningkatan biaya
variabel yang menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 20,08 dan pada skenario II sebesar 11,42.
Nasution 2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih Kasus Perusahaan X di Desa Cibitung
Kulon, Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat meneliti mengenai kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek
pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen serta aspek finansial dengan menggunakan tiga skenario, yaitu skenario I usaha mengunakan bahan bakar dari
kayu bakar, skenario II usaha menggunakan bahan bakar dari gas alam, dan skenario III usaha akan melakukan peningkatan produksi dengan menggunakan
modal yang berasal dari pinjaman. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga analisis sensitivitas usaha budidaya jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga
jamur tiram putih dan peningkatan harga input. Penelitian ini berbeda dalam menganalisis aspek non finansial, dimana
pada penelitian ini hanya terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen. Selain itu, skenario yang digunakan untuk menganalisis kelayakan
finansial usaha jamur tiram putih juga berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih pada perusahaan baik skenario I, skenario II, dan
skenario III layak untuk dilaksanakan secara non finansial dan secara finansial. Pada skenario I dan skenario II discount rate yang digunakan didasarkan pada
suku bunga deposito BRI periode Juli-Desember 2009 sebesar 6,5, sedangkan
17 pada skenario III discount rate didasarkan pada suku bunga pinjam sebesar 15.
Hasil analisis finansial skenario I maupun skenario II tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam kriteria kelayakan finansialnya. Dengan demikian usaha
jamur tiram putih tersebut jika menggunakan bahan bakar kayu bakar ataupun gas alam tidak akan memberikan perbedaan yang besar terhadap hasil finansialnya.
Sedangkan skenario III memiliki kriteria kelayakan yang tidak lebih baik daripada skenario I dan skenario II.
Putri 2010 dalam penelitiannya ya ng berjudul “Analisis Kelayakan
Usahatani Jamur Tiram Putih Pleurotus ostreatus dengan Sistem Kemitraan Studi Kasus: D’ Lup Farm, Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat meneliti mengenai kelayakan usahatani jamur tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek non finansial dan aspek finansial
serta kelayakan usahatani jamur tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek finansial jika terjadi risiko produksi. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan
juga analisis switching value usahatani jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga jual jamur tiram putih dan peningkatan harga bahan baku.
Penelitian ini memiliki perbedaan dalam menghitung risiko produksi yang terjadi, dimana pada penelitian ini menggunakan analisis risiko. Selain itu,
discount rate yang digunakan berbeda. Pada penelitian ini discount rate didasarkan pada keuntungan atau pendapatan bersih yang diinginkan investor.
Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih D’ Lup Farm dengan sistem kemitraan tanpa perhitungan risiko produksi layak untuk dilaksanakan
secara non finansial dan secara finansial . Namun, untuk kelayakan usaha D’ Lup
Farm dengan adanya risiko produksi sebesar 33,3 secara finansial tidak layak. Besar risiko tersebut diperoleh dari nilai coef. variation dalam perhitungan risiko
produksi. Pada analisis switching value diketahui bahwa maksimum penurunan harga jual jamur tiram putih yang menghasilkan NPV=0 sebesar 3,59 dan
maksimum peningkatan harga bahan baku yang menghasilkan NPV=0 sebesar 17,75.
Rahayu 2004 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi
Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Prov insi Jawa Barat” meneliti
mengenai saluran dan tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar. Hasil
18 penelitian menunjukan bahwa sistem pemasaran jamur tiram segar di Bogor
dilakukan melalui enam lembaga saluran pemasaran, yaitu produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan supplier. Saluran pemasaran
jamur tiram segar di Bogor terdiri dari delapan buah saluran pemasaran, yaitu I Produsen dan konsumen, II Produsen, pengumpul, dan konsumen, III
Produsen, pedagang besar, dan konsumen, IV Produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, dan konsumen, V Produsen, pengumpul, pedagang
besar, pedagang menengah, pengecer, dan konsumen, VI Produsen, pengecer, dan konsumen. Dua saluran lain yang tidak dapat diteliti secara lengkap adalah
VII Produsen, supplier, supermarket, dan konsumen serta VIII Produsen, pengumpul, pedagang besar, supplier, supermarket, dan konsumen.
Saluran antara produsen langsung kepada konsumen akhir memiliki tingkat efisiensi terbaik dengan Farmer’s share sebesar 100 persen dan nilai
margin pemasaran saluran sebesar 63,73 persen dari harga beli konsumen. Saluran pemasaran dengan tingkat efisiensi terendah adalah saluran pemasaran yang
mencakup produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan konsumen, yakni dengan nilai farmer’s share terkecil sebesar 52,38 persen
dan margin pemasaran yang cukup besar, yaitu 65,87 persen dari harga beli konsumen. Perbedaan dalam penelitian ini menganalisis saluran pemasaran jamur
tiram segar secara mendalam. Nasution 2010
dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening,
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor ” meneliti mengenai usahatani jamur
tiram putih, biaya, dan pendapatan usahatani jamur tiram putih serta efisiensi usahatani jamur tiram putih.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem usahatani jamur tiram putih yang dilaksanakan di Komunitas Petani Jamur Ikhlas tersebut dimulai pada
tahapan pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan, dan panen, kemudian dijual ke Komunitas Petani Jamur
Ikhlas. Komunitas Petani Jamur Ikhlas memiliki biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Komponen biaya tunai usaha jamur tiram putih di KPJI
diantaranya baglog, upah pada saat panen, ongkos pengangkutan baglog, dan gaji
19 manajemen, sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan yaitu penyusutan
bangunan dan peralatan serta upah petani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai pada petani sebesar Rp
44.928.000,00 dan pendapatan biaya total Rp 43.398.000,00, sedangkan pendapatan tunai pada KPJI sebesar Rp 117.404.544,00 dan pendapatan biaya
total Rp 116.514.988.7,00. Usahatani jamur tiram putih yang dilakukan Komunitas Petani Jamur Ikhlas sudah efisien, dengan memiliki nilai RC 1.
Persamaan dalam penelitian ini dalam proses budidaya jamur tiram putih yang dilakukan.
Ginting 2009 dalam penelitiannya yang berjudul “Risiko Produksi Jamur
Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor ”
meneliti mengenai pengaruh risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih terhadap pendapatan yang diperoleh dan alternatif strategi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya risiko produksi mengakibatkan
hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient
variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka Baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Adapun sumber yang menjadi penyebab
terjadinya risiko produksi tersebut yaitu; pertama, perubahan cuaca dan iklim yang semakin sulit diprediksi karena cuaca sudah tidak sesuai dengan siklus
normalnya. Kedua, serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan karena karakteristik jamur tiram putih rentan terhadap hama dan penyakit. Ketiga,
ketersediaan tenaga kerja terampil pada Cempaka Baru masih kurang memadai, dimana tenaga kerja tersebut sangat berperan dalam setiap kegiatan usaha.
Keempat, teknologi pengukusan yang digunakan memiliki tingkat kegagalan sebesar lima persen.
Strategi penanganan risiko produksi yang dapat dilakukan usaha Cempaka Baru adalah strategi preventif, yaitu strategi yang bertujuan untuk menghindari
terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu, pertama meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang
sulit diprediksi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas
20 penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak
dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau dilakukan penyiraman minimal empat kali dalam sehari. Kedua, membersihkan area yang
dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya rayap, tikus, dan mikroba serta memperbaiki dan merawat fasilitas fisik yang dilakukan dengan mengganti
peralatan rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Ketiga, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan
memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik dengan cara melakukan penyortiran. Keempat, mengembangkan sumberdaya manusia dengan
mengikuti pelatihan maupun penyuluhan mengenai jamur tiram putih dan yang kelima, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit
murni ke dalam media tanam. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas memperlihatkan bahwa pada
umumnya usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan serta memiliki berbagai skenario kegiatan usaha yang dapat memberikan tingkat penerimaan yang
berbeda. Penulis menggunakan beberapa komponen yang terdapat pada penelitian tersebut untuk digunakan pada penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan
Nasution 2010, penulis menggunakan informasi mengenai usahatani jamur tiram putih. Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Masruri 2010, Nasution
2010, dan Putri 2010 peneliti menggunakan konsep dan informasi mengenai kelayakan usaha yang dianalisis secara finansial maupun non finansial serta
skenario yang dilakukan. Pada penelitian Rahayu 2004, penulis memperoleh informasi bahwa Farm
er’s share dari usaha jamur tiram putih cukup tinggi, sedangkan penelitian Ginting 2009, penulis memperoleh informasi mengenai
sumber risiko pada usaha jamur tiram putih serta tindakan preventif yang dapat dilakukan. Semua hasil penelitian terdahulu akan digunakan sebagai pembanding
penelitian ini. Dengan mengetahui kelayakan usaha jamur tiram putih pada berbagai skenario, diharapkan mampu menjadi input bagi para pengusaha dalam
memulai maupun mengembangkan usahanya.
21
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu
tujuan penelitian. Pengetahuan dapat diperoleh dari ilmu yang telah dipelajari yang berasal dari sumber bacaan baik dari buku teks, jurnal, dan logika peneliti
yang telah terbangun dari pengalaman penelitian sebelumnya. Berikut ini beberapa teori yang mendasari kerangka pemikiran yang peneliti lakukan.
3.1.1. Investasi
Investasi di dalam perusahaan adalah penggunaan sumber-sumber yang diharapkan akan memberikan imbalan pengembalian yang menguntungkan di
masa yang akan datang. Investasi pada prinsipnya adalah penggunaan sumber keuangan atau usaha dalam waktu tertentu dari setiap orang yang menginginkan
keuntungan darinya. Dari sudut pandang jangka waktu penanamannya, investasi dibagi dalam dua tipe yaitu investasi jangka pendek biasanya kurang dari satu
tahun yang bertujuan untuk mendayagunakan atau memanfaatkan dana yang sementara menganggur serta bersifat marketable mudah untuk diperjualbelikan
dan investasi jangka panjang yang ukuran jangka waktunya lebih dari satu tahun serta tidak bersifat marketable karena investasi ini menyangkut kelangsungan
hidup usaha di masa yang akan datang Suratman 2002. Menurut Suratman 2002, salah satu konsep investasi adalah
penganggaran modal karena penganggaran modal merupakan suatu konsep penggunaan dana di masa yang akan datang yang diharapkan akan memberikan
keuntungan. Investasi dalam usaha umumnya memiliki karakteristik berupa sebagian besar investasi mencakup aktiva yang dapat didepresiasi dan keuntungan
atas sebagian besar investasi meluas di atas periode waktu yang panjang. Aktiva yang dapat didepresiasi menunjukkan bahwa aktiva tersebut umumnya
mempunyai nilai jual kembali yang murah atau tidak mempunyai nilai jual kembali pada akhir masa manfaatnya, sedangkan keuntungan atas sebagian besar
investasi meluas atas periode waktu yang panjang menunjukkan bahwa perlu penggunaan teknik-teknik penilaian investasi yang mengakui nilai waktu uang.
22 Investasi yang menjanjikan keuntungan lebih awal akan lebih disukai
daripada yang menjanjikan keuntungan kemudian. Di dalam investasi banyak mengandung risiko dan ketidakpastian. Investasi menurut karakteristiknya dapat
dibagi menjadi beberapa golongan antara lain 1 investasi yang tidak dapat diukur labanya; 2 investasi yang tidak menghasilkan laba; 3 investasi yang
dapat diukur labanya. Untuk investasi yang dapat diukur labanya perlu dilakukan studi kelayakan yang melihat berbagai aspek. Namun, tidak berarti bahwa jenis
investasi yang lain tidak memerlukan studi kelayakan. Studi kelayakan tetap diperlukan, namun dengan intensitas dan penekanan untuk masing-masing aspek
berbeda Suratman 2002. Menurut Husnan dan Suwarsono 1994, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi intensitas studi kelayakan diantaranya adalah besar dana yang ditanamkan, tingkat ketidakpastian proyek, dan kompleksitas elemen-elemen yang
mempengaruhi proyek. Semakin besar dana yang tertanam dalam proyek investasi, semakin tidak pasti estimasi yang dibuat, dan semakin kompleks faktor-
faktor yang mempengaruhinya maka semakin intens atau mendalam penelitian yang dilakukan. Dengan demikian apapun bentuk investasi yang akan dilakukan
diperlukan studi kelayakan meskipun intensitasnya berbeda. Hal ini dikarenakan
masa mendatang mengandung penuh ketidakpastian. 3.1.2.
Studi Kelayakan Bisnis
Bisnis adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan dalam berbagai
bidang, baik dalam jumlah maupun waktunya Kasmir Jakfar 2009. Secara umum bisnis merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan biaya untuk
digunakan dalam menghasilkan barang danatau jasa dengan harapan akan memperoleh hasil atau keuntungan di kemudian hari. Menurut Kasmir dan Jakfar
2009, agar tujuan suatu bisnis dapat dicapai hendaknya sebelum melakukan investasi didahului dengan suatu studi untuk menilai apakah investasi yang
ditanamkan akan memberikan suatu manfaat atau tidak. Studi kelayakan bisnis adalah suatu penelitian terhadap rencana bisnis
dimana penelitian ini tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis yang akan didirikan, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka untuk
23 mencapai keuntungan Umar 2003. Menurut Ibrahim 2003, studi kelayakan
bisnis adalah kegiatan untuk menilai besarnya manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Berdasarkan hal tersebut, studi
kelayakan merupakan bahan pertimbangan untuk melakukan pengambilan keputusan mengenai apakah suatu rencana bisnis diterima atau ditolak serta
apakah akan menghentikan atau mempertahankan bisnis yang sudah atau sedang dilaksanakan Nurmalina et al. 2009.
Studi kelayakan bisnis bertujuan untuk mengetahui tingkat benefit yang dicapai dari suatu bisnis yang akan atau telah dijalankan, memilih alternatif bisnis
yang menguntungkan, dan menentukan prioritas investasi berdasarkan pada alternatif bisnis yang menguntungkan tersebut. Selain itu, studi kelayakan bisnis
juga dapat digunakan untuk menghindari pemborosan sumberdaya Nurmalina et al. 2009. Menurut Kasmir dan Jakfar 2009, ada lima tujuan studi kelayakan
bisnis dilakukan yaitu untuk menghindari risiko kerugian, memudahkan perencanaan, memudahkan pelaksanaan pekerjaan, memudahkan pengawasan,
dan memudahkan pengendalian.
3.1.3. Teori Manfaat dan Biaya
Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi mengenai biaya dan manfaat. Biaya merupakan pengeluaran atau
pengorbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang kita terima, sedangkan manfaat adalah sesuatu yang menimbulkan kontribusi terhadap
tujuan suatu proyek Nurmalina et al. 2009. Biaya yang umumnya dimasukkan dalam analisis bisnis adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap
suatu investasi, antara lain biaya investasi dan biaya operasional. Menurut Nurmalina et a.l 2009, komponen yang termasuk dalam biaya,
yaitu: 1
Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan
dan pada saat tertentu untuk memperoleh manfaat beberapa tahun kemudian, biasanya memerlukan biaya yang besar. Biaya investasi umumnya digunakan
untuk pengadaan tanah, gedung dan prasarana, mesin dan peralatan serta
24 peralatan kantor. Biaya investasi juga dapat dikeluarkan pada beberapa tahun
setelah bisnis berjalan yang disebut dengan biaya reinvestasi. 2
Biaya Operasional Biaya operasional menggambarkan pengeluaran untuk menghasilkan
produksi yang digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu periode kegiatan produksi. Biaya operasional terdiri dari dua komponen utama, yaitu
biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya selaras dengan perkembangan produksi atau penjualan setiap tahun.
Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya sarana produksi, biaya bahan pembantu, dan upah tenaga kerja langsung, sedangkan biaya tetap
adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah produksi atau penjualan dalam satu tahun. Biaya yang termasuk dalam biaya
tetap, yaitu gaji dan jaminan sosial, premi asuransi, dan biaya overhead seperti biaya telepon, listrik, dan air.
3 Debt Service
Debt Service merupakan pembayaran yang dilakukan berupa suku bunga dan modal yang dipinjam. Biaya ini dikeluarkan untuk pembayaran modal
pinjaman yang diterima oleh suatu usaha. 4
Pajak Pajak berhubungan dengan pengurangan manfaat bersih yang diterima bisnis.
Menurut Nurmalina et al. 2009, manfaat terdiri dari tiga macam, yaitu tangible benefit, indirect or secondary benefit, dan intangible benefit. Tangible
benefit adalah manfaat yang dapat diukur seperti disebabkan oleh peningkatan produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan,
perubahan bentuk produk, mekanisasi pertanian, pengurangan biaya transportasi, dan penurunan atau menghindari kerugian. Indirect or secondary benefit adalah
manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri sehingga mempengaruhi keadaan eksternal di luar bisnis. Intangible benefit adalah manfaat yang rill ada tapi sulit
diukur seperti bisnis pertamanan yang memberikan manfaat berupa keindahan, kenyamanan, kesegaran, dan kesehatan.
25
3.1.4. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis
Dalam studi kelayakan bisnis memiliki berbagai aspek yang harus diteliti, diukur, dan dinilai. Menurut Nurmalina et al. 2009, dalam studi kelayakan bisnis
terdapat dua kelompok aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa jika salah satu aspek tidak dipenuhi maka perlu dilakukan perbaikan atau tambahan yang diperlukan Kasmir Jakfar 2009.
3.1.4.1. Aspek Pasar
Aspek pasar adalah inti dari penyusunan studi kelayakan. Walaupun suatu bisnis secara teknis telah menunjukkan hasil yang layak untuk dilaksanakan,
namun tidak ada atinya jika aspek pasar tidak layak seperti tidak adanya konsumen yang mau membeli produk yang dihasilkan Ibrahim 2003. Jika pasar
yang dituju tidak jelas, prospek bisnis ke depan juga menjadi tidak jelas, maka kegagalan bisnis menjadi besar. Analisis aspek pasar pada dasarnya bertujuan
untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market share dari produk yang akan dihasilkan Umar 2003. Menurut Nurmalina et al.
2009, aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang: 1
Permintaan Permintaan yang diamati baik secara keseluruhan maupun diperinci menurut
daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai serta memperkirakan proyeksi permintaan tersebut.
2 Penawaran
Penawaran dapat berasal dari dalam negeri maupun berasal dari impor. Bagaimana perkembangan di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa
yang akan datang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ini seperti jenis barang yang dapat menyaingi, kebijakan dari pemerintah, dan
sebagainya.
26 3
Harga Harga ditentukan berdasarkan perbandingan dengan barang-barang impor dan
produksi dalam negeri lainnya. Apakah ada kecenderungan perubahan harga dan bagaimana polanya.
4 Perkiraan Penjualan yang Dapat Dicapai Perusahaan
Market share yang bisa dikuasai perusahaan dapat dihitung dengan cara: Jumlah penjualan perusahaan unit
Market share = x 100 Jumlah penjualan industri unit
3.1.4.2. Aspek Teknis
Studi aspek teknis mengungkapkan kebutuhan apa yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan Umar 2003.
Menurut Nurmalina et al. 2009, aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya
setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Aspek-aspek teknis dapat dianalisis dari beberapa faktor, yaitu
1 Penentuan Lokasi Bisnis
Hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan lokasi bisnis antara lain ketersedian bahan baku, letak pasar yang dituju, ketersediaan tenaga kerja,
dan iklim serta keadaan tanah agroekosistem dari lokasi bisnis 2
Proses Produksi Berdasarkan proses produksi dikenal adanya tiga jenis proses, yaitu proses
produksi yang terputus-putus, kontinu, dan kombinasi. Sistem yang kontinu akan lebih mampu menekan risiko kerugian akibat fluktuasi harga dan
efektivitas tenaga kerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem terputus. 3
Layout Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan
fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Pengertian layout mencakup layout site layout lahan lokasi bisnis, layout pabrik, layout bangunan bukan
pabrik, dan fasilitas-fasilitasnya.
27 4
Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment Kriteria yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah
seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan, disamping kriteria yang lain yakni:
a Ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang
digunakan. b
Keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain yang memiliki ciri-ciri yang mendekati dengan lokasi bisnis.
c Kemampuan pengetahuan penduduk tenaga kerja setempat dan
kemungkinan pengembangannya, juga kemungkinan penggunaan tenaga kerja asing.
d Pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan
teknologi yang akan dipilih sebagai akibat keusangan. Mesin dan peralatan meliputi yang bergerak dan tidak bergerak, yang
secara umum digolongkan dalam mesin pabrik, peralatan mekanik, peralatan elektronik, peralatan angkutan, dan peralatan lainnya. Pemilihan mesin wajib
mengikuti ketentuan jenis teknologi yang telah ditetapkan dan perlu mempertimbangkan berbagai macam faktor non teknologis seperti:
1 Keadaan infrastruktur dan fasilitas pengangkutan mesin dari tempat
pembongkaran pertama sampai ke lokasi bisnis. 2
Keadaan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan mesin maupun peralatan yang ada di sekitar lokasi bisnis.
3 Kemungkinan memperoleh tenaga ahli yang akan mengelola mesin dan
peralatan tersebut.
3.1.4.3. Aspek Manajemen dan Hukum
Ada dua macam studi aspek manajemen yang dilaksanakan, yaitu manajemen saat pembangunan suatu bisnis dan manajemen saat bisnis telah
dioperasikan secara rutin Umar 2003. Menurut Nurmalina et al. 2009, aspek manajemen juga mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan
bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Pada masa pembangunan, aspek manajemen mempelajari siapa yang akan menjadi pelaksana bisnis, jadwal
penyelesaian bisnis, dan siapa yang akan melakukan studi kelayakan bisnis untuk
28 masing-masing aspek. Manajemen dalam operasi mempelajari bentuk organisasi
yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi setiap jabatan, jumlah tenaga kerja yang akan digunakan, dan menentukan anggota direksi serta tenaga ahli.
Aspek hukum berisi mengenai masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang
dimiliki Kasmir Jakfar 2009. Aspek hukum mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman,
berbagai akta, sertifikat, dan izin. Selain itu, aspek hukum diperlukan dalam hal mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan
kerjasama dengan pihak lain Nurmalina et al. 2009.
3.1.4.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Menurut Nurmalina et al. 2009, yang akan dinilai dalam aspek ini adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap
masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan kesempatan kerja atau pengangguran, pemerataan kesempatan kerja, dan
bagaimana bisnis tersebut terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis seperti semakin ramainya daerah tersebut, lalu lintas yang semakin lancar, adanya
penerangan listrik, telepon, dan sarana lain. Pada aspek ekonomi yang dipelajari yaitu apakah suatu bisnis dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan
masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Secara budaya, perubahan dalam teknologi atau peralatan
mekanis dalam bisnis dapat mengubah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat.
3.1.4.5. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan merupakan analisis yang dibutuhkan saat ini karena setiap bisnis yang dijalankan akan memberikan dampak terhadap lingkungan di
sekitarnya Kasmir Jakfar 2009. Apabila bisnis tidak bersahabat dengan lingkungan akan mempengaruhi jalannya usaha tersebut dalam jangka panjang
atau tidak ada bisnis yang akan bertahan lama.
29
3.1.4.6. Aspek Finansial
Suatu bisnis dapat dikatakan sehat jika memberikan keuntungan yang layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya. Umar 2003. Dalam aspek
finansial dilakukan penelitian untuk menilai biaya-biaya apa saja yang akan dikeluarkan dan seberapa besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Aspek ini juga
meneliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika bisnis akan dijalankan Kasmir Jakfar 2009. Aspek finansial mencakup jumlah dana yang diperlukan
untuk membangun dan mengoperasikan bisnis, sumber dana tersebut diperoleh, dan jumlah penghasilan yang akan diperoleh selama bisnis berjalan. Selain itu,
analisis finansial juga berperan dalam mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas dari suatu bisnis, sehingga dapat diketahui apakah suatu bisnis layak atau
tidak untuk dijalankan. Analisis secara finansial menggunakan perhitungan kriteria investasi yang terdiri dari empat bagian yaitu:
1 Net Present Value NPV
Net Present Value adalah selisih dari total present value manfaat dengan total present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan
selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah NPV lebih besar dari nol NPV0 yang menunjukkan bahwa jumlah seluruh manfaat yang
diterima lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Apabila NPV lebih kecil dari nol NPV0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan.
2 Internal Rate of Return IRR
IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan 0 dan dapat menunjukkan seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi
yang ditanamkan. Sebuah bisnis dikatakan layak jika IRR lebih besar dari opportunity cost oif capital OCC atau discount rate DR.
30
Gambar 1 . Hubungan Antara NPV dan IRR
3 Net Benefit-Cost Ratio
Net benefit-cost ratio Net BC adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis
dapat dikatan layak jika Net BC lebih besar dari satu dan tidak layak jika Net BC kurang dari satu.
4 Payback Period
Analisis payback period dalam studi kelayakan digunakan untuk mengetahui berapa lama usaha dapat mengembalikan investasi yang ditanamkan. Bisnis
yang payback period-nya singkat atau cepat pengembaliannya kemungkinan besar akan dipilih. Usaha ini dikatakan layak jika nilai PP kurang dari umur
bisnis PP umur bisnis.
3.1.5. Analisis Switching Value
Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan switching value. Menurut Gittinger 1986, analisis switching value adalah suatu analisa untuk
dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah- ubah. Pendekatan switching value nilai pengganti, merupakan analisis yang
mencari perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih bisa dilaksanakan dan masih memberikan keuntungan normal. Perubahan-perubahan
yang terjadi, misalnya perubahan pada tingkat produksi, harga jual output, maupun kenaikkan harga input. Analisis ini dilakukan dengan teknik coba-coba
IRR
DR NPV
31 terhadap perubahan yang terjadi, sehingga dapat diketahui tingkat kenaikkan dan
penurunan maksimum yang boleh terjadi dalam usaha jamur tiram putih agar usaha masih memperoleh keuntungan normal.
Pengujian analisis switching value dilakukan sampai mencapai tingkat maksimum, dimana usaha dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa
besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol NPV=0. Nilai NPV sama dengan nol akan membuat IRR menjadi
sama dengan tingkat dscount rate yang ditentukan IRR=DR dan Net BC rasio menjadi sama dengan satu Net BC=1.
Gambar 2 . Hubungan Antara NPV dan IRR Saat Dilakukan Analisis Switching
Value
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Budidaya jamur tiram memiliki peluang pasar yang besar baik dari pasar domestik maupun pasar luar negeri. Hal tersebut dapat dilihat dari permintaan
akan jamur tiram yang cenderung semakin meningkat. Permintaan yang semakin meningkat tersebut tidak diimbangi dengan produksi atau penawaran yang
mencukupi. Selain itu, jamur tiram memiliki harga jual yang cukup tinggi di pasar, yaitu Rp 6.000kg sampai Rp 10.000kg. Harga yang tinggi dan masih
besarnya peluang pasar jamur tiram tersebut dapat menjadi dorongan bagi pelaku usaha untuk mengembangkan usaha budidaya jamur tiram putih.
Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra penghasil jamur tiram putih. Terdapat tiga pelaku usaha yang
IRR = DR
DR NPV
NPV = 0
32 melakukan usaha di bidang jamur tiram putih dengan kegiatan bisnis yang
berbeda. Unit bisnis yang diusahakan para pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan, yaitu membeli log jamur tiram putih untuk dibudidaya, menjual log
jamur tiram putih, dan membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidayakan secara pribadi. Tiga bentuk usaha dari jamur tiram putih tersebut
memberikan tingkat pendapatan yang berbeda bagi setiap pelaku usaha. Saat ini pelaku usaha jamur tiram putih Desa Tugu Selatan akan
melakukan pengembangan usaha jamur tiram putih. Pengembangan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan modal sendiri dan mengeluarkan dana yang
cukup besar. Mengingat bahwa setiap usaha memiliki risiko, maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha dari pengembangan usaha jamur tiram putih
tersebut. Pengembangan usaha jamur tiram putih ini perlu dikaji kelayakan
usahanya dari aspek non finansial dan aspek finansial untuk melihat apakah usaha ini layak atau tidak layak dalam pengembangannya. Pada aspek non finansial
dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. Pada aspek finansial akan ditinjau
kelayakannya dengan menggunakan kriteria investasi diantaranya NPV, IRR, Net BC, dan Payback Period PP. Setelah menganalisis aspek non finansial dan
aspek finansial dilanjutkan dengan menganalisis switching value dari usaha jamur tiram putih tersebut. Analisis switching value dilakukan untuk mengetahui
perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih bisa dilaksanakan dan masih memberikan keuntungan normal.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tiga skenario untuk mengukur kelayakan usaha berdasarkan aspek finansial, yaitu skenario I pelaku usaha hanya
menjual log jamur tiram putih, skenario II pelaku usaha membeli log untuk budidaya jamur tiram putih, dan skenario III pelaku usaha membuat log untuk
dijual dan dibudidayakan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha tersebut, peneliti akan memberikan rekomendasi atas pengembangan usaha yang akan
dilakukan pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan. Gambar 3 berikut ini akan memperjelas bagan kerangka pemikiran yang dilaksanakan.
33
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Tidak Layak Layak
Saran dan Rekomendasi Pelaksanaan Pengembangan usaha
Analisis Switching Value Analisis Non Finansial
Aspek Pasar Aspek Teknis
Aspek Manajemen dan Hukum Aspek Sosial, Ekonomi, dan
Budaya Aspek Lingkungan
Analisis Finansial NPV
IRR Net BC ratio
Payback Period Skenario I
Skenario II Skenario III
Analisis Kelayakan Usaha Jumlah konsumsi sayuran di Indonesia memiliki tren yang meningkat
Permintaan jamur cukup besar, namun produksi jamur masih terbatas Harga jamur yang tinggi
Pelaku usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat akan
melakukan pengembangan usaha
34
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian