1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris memiliki jenis komoditas pertanian yang beragam. Keberagaman tersebut merupakan aset yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan, salah satu subsektor yang memiliki potensi tersebut adalah subsektor hortikultura. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi 2010, komoditas
hortikultura cukup potensial dikembangkan secara agribisnis, karena memiliki nilai ekonomis dan nilai tambah cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas
lainnya. Salah satu yang masuk dalam jenis hortikultura adalah sayuran. Sayuran dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia dan merupakan
sumber pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat setiap hari. Kebutuhan manusia terhadap sayuran semakin meningkat seiring dengan pertambahan
penduduk dan kesadaran akan pola hidup dan pola makan yang sehat dimana sayuran mengandung banyak serat yang baik untuk kesehatan Tabel 1.
Tabel 1. Konsumsi Per Kapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2009 dalam
kg per tahun Komoditi
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 Sayur-sayuran
40,95 38,80
38,72 40,02
46,39 45,46
38,95
Sumber: BPS 2010
Berdasarkan data produksi tanaman sayuran di Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2009, dapat dilihat bahwa secara umum jumlah produksi sayuran
mengalami kenaikkan Tabel 2. Total produksi sayuran pada tahun 2005 sebesar 9.101.987 ton dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 16,03 persen
menjadi 10.561.348 ton. Untuk komoditas jamur, total produksi pada tahun 2005 sebesar 30.854 ton dan mengalami peningkatan sekitar 24,67 persen pada tahun
2009 menjadi 38.465 ton. Peningkatan total produksi jamur tersebut memperlihakan bahwa jamur merupakan tanaman sayuran yang potensial untuk
dikembangkan.
2
Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2005-2009
No Komoditas
Produksi Ton 2005
2006 2007
2008 2009
1 Bawang merah
732.610 794.929
802.810 853.615
965.164 2
Bawang putih 20.733
21.052 17.312
12.339 15.419
3 Bawang daun
501.437 571.264
479.924 547.743
549.365 4
Kentang 1.009.619
1.011.911 1.003.732
1.071.543 1.176.304
5 Lobak
54.226 49.344
42.076 48.376
29.759 6
KolKubis 1.292.984
1.267.745 1.288.738
1.323.702 1.358.113
7 PetsaiSawi
548.453 590.400
564.912 565.636
562.838 8
Wortel 440.001
391.370 350.170
367.111 358.014
9 Kacang merah
132.218 125.251
112.271 115.817
110.051 10
Kembang kol 127.320
135.517 124.252
109.497 96.038
11 Cabe besar
661.730 736.019
676.828 695.707
787.433 12
Cabe rawit 396.293
449.040 451.965
457.353 591.294
13 Tomat
647.020 629.744
635.474 725.973
853.061 14
Terung 333.328
358.095 390.846
427.166 451.564
15 Buncis
283.649 269.533
266.790 266.551
290.993 16
Timun 552.891
598.892 581.205
540.122 583.139
17 Labu siam
180.029 212.697
254.056 394.386 321.023
18 Bayam
123.785 149.435
155.863 163.817
173.750 19
Kacang panjang 466.387
461.239 488.499
455.524 483.793
20 Jamur
30.854 23.559
48.247 43.047
38.465
21 Melinjo
210.836 239.209
205.728 230.654
221.097 22
Kangkung 229.997
292.950 335.086
323.757 360.992
23 Petai
125.587 148.268
178.680 213.536
183.679 Total
9.101.987 9.527.463
9.455.463 10.035.094 10.561.348
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2009
Jamur merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang disukai masyarakat dan dapat memberikan kontribusi yang besar sebagai penyumbang
devisa negara. Pemasaran jamur tidak hanya dilakukan untuk pasar domestik melainkan juga pasar luar negeri atau ekspor. Negara tujuan ekspor jamur adalah
Asia, Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Uni Emirat Arab Direktorat Jenderal Hortikultura 2009. Potensi mengenai pasar jamur tersebut dapat dilihat dari
volume ekspor dan impor jamur Indonesia Tabel 3.
3
Tabel 3. Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur di Indonesia Tahun
2003-2009 Tahun
Volume Ekspor Kg
Presentase Volume Impor
Kg Presentase
2003 16.113.207
- 1.524.872
- 2004
3.333.723 -79,31
194.010 -87,28
2005 22.558.977
575,69 2.913.432
1401,69 2006
18.351.038 -18,65
3.594.073 22,89
2007 20.571.404
12,10 3.370.435
-6,22 2008
19.452.421 -5,44
3.431.709 1,82
2009 15.272.001
-21,49 4.081.488
18,94
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2010
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa dalam jangka waktu 2003 sampai 2009 volume ekspor jamur lebih tinggi daripada impor jamur, sehingga jamur
merupakan penghasil devisa bagi negara. Pada tahun 2004 ekspor dan impor jamur mengalami penurunan volume yang sangat drastis. Hal ini diduga
disebabkan oleh adanya kegagalan panen dan kondisi perekonomian yang tidak stabil sehingga mempengaruhi volume ekspor dan impor jamur Direktorat
Jenderal Hortikultura 2009. Setelah kondisi tersebut jamur mengalami peningkatan volume ekspor dan impor yang drastis. Volume ekspor jamur
mengalami peningkatan sebesar 19.645.545 kg dan volume impor jamur meningkat sebesar 2.719.422 kg, sedangkan periode setelah tahun 2007 volume
ekspor jamur terus mengalami penurunan namun volume impor terus mengalami kenaikkan. Hal tersebut diduga karena permintaan jamur di Indonesia terus
meningkat. Berdasarkan hal diatas menunjukkan bahwa permintaan jamur di pasar domestik dan pasar luar negeri sangat besar.
Tingginya permintaan akan jamur tidak diiringi dengan jumlah produksi yang mencukupi. Produksi jamur Indonesia hanya mampu memenuhi 50 dari
permintaan pasar dalam negeri dan belum termasuk permintaan pasar luar negeri, seperti Asia, Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Uni Emirat Arab. Indonesia
dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi baru mampu memasok 0,9 dari pasar dunia. Presentase tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan China
yang memasok 33,2 pasar jamur dunia Martawijaya Nurjayadi 2010. Jamur tiram merupakan salah satu jamur yang cukup dikenal dan digemari
oleh masyarakat karena dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar,
4 dalam bentuk masakan maupun dalam bentuk olahan. Terdapat beberapa jenis
jamur tiram yang dapat dikonsumsi, yaitu jamur tiram putih, jamur tiram merah jambu, jamur tiram abu-abu, jamur tiram coklat, jamur tiram hitam, dan jamur
tiram kuning. Namun, jamur tiram yang sering dikonsumsi masyarakat dan dibudidayakan adalah jamur tiram putih karena memiliki tekstur daging yang
lembut dan rasanya hampir menyerupai daging ayam serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berbagai macam asam amino essensial, protein, lemak,
mineral, dan vitamin Martawijaya Nurjayadi 2010. Jamur tiram memiliki nilai gizi paling tinggi dibandingkan dengan jenis jamur lainnya maupun hewani
Direktorat Jenderal Hortikultura 2006. Pada Tabel 4 terlihat bahwa jamur tiram memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi daripada daging
sapi, namun kandungan lemaknya jauh lebih rendah.
Tabel 4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan Bahan Makanan Lain
dalam Bahan Makanan
Protein Lemak
Karbohidrat Jamur merang
1,8 0,3
4,0 Jamur tiram putih
27 1,6
58,0 Jamur kuping
8,4 0,5
82,8 Daging sapi
21 5,5
0,5 Bayam
- 2,2
1,7 Kentang
2,0 -
20,9 Kubis
1,5 0,1
4,2 Seledri
- 1,3
0,2 Buncis
- 2,4
0,2
Sumber : Martawijaya dan Nurjayadi 2010
Selain itu, kandungan asam amino pada jamur tiram hampir sama dengan kandungan asam amino pada telur ayam, namun lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan asam amino pada jamur kancing, shittake, dan merang Tabel 5. Asam amino merupakan senyawa penyusun protein yang menjadi bahan
pembentuk tubuh manusia dan hewan Ardiansyah 2006, diacu dalam Martawijaya Nurjayadi 2010. Asam amino pada jamur tiram yang tinggi
5 membuat jamur tiram menjadi salah satu sumber protein nabati yang dianjurkan.
Kandungan lain yang dimiliki jamur tiram yaitu kandungan B kompleks.
Tabel 5 . Kandungan Asam Amino Esensial gram per 100 gram protein
Asam Amino Jenis Jamur
Telur ayam Kancing
Shiitake Tiram putih
Merang Leusin
7,5 7,9
7,5 4,5
8,8 Isoleusin
4,5 4,9
5,2 3,4
6,6 Valin
2,5 3,7
6,9 5,4
7,3 Triptopan
2,0 -
1,1 1,5
1,6 Lisin
9,1 3,9
9,9 7,1
6,4 Treanin
5,5 5,9
6,1 3,5
5,1 Fenilalanin
4,2 5,9
3,5 2,6
5,8 Metionin
0,9 1,9
3,0 1,1
3,1 Histidin
2,7 1,9
2,8 3,8
2,4 Total
38,9 36
46 32,9
47,1
Sumber : Chang dan Miles 2004, diacu dalam Martawijaya Nurjayadi 2010
Harga jamur dapat dikatakan lebih stabil dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena jamur bukan suatu komoditas
pokok seperti beras, cabai, maupun bawang merah Masyarakat Agribisnis Jamur 2007. Pada Tabel 6 dapat dilihat harga jamur merang, jamur tiram, dan jamur
kuping di Indonesia dalam dua minggu pertama bulan September 2007 menurut hasil survei yang dilakukan oleh Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia.
Tabel 6
. Harga Jamur Merang, Jamur Tiram, dan Jamur Kuping Pada Dua Minggu Pertama Bulan September 2007
No Jenis Jamur
Harga di Petani Rpkg Harga di PasarRpkg
1 Jamur Merang
9.000-10.000 15.000-20.000
2 Jamur Tiram
5.300 6.000-10.000
3 Jamur Kuping
6.000 8.000
Sumber: Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2007
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa harga jamur merang memiliki selisih harga di tingkat pengumpul yang lebih tinggi daripada di tingkat petani.
6 Hal ini disebabkan oleh rantai tataniaga yang cukup panjang, sehingga
keuntungan dari bisnis jamur merang lebih banyak dinikmati para pengumpul. Berbeda halnya dengan jamur tiram, keuntungan lebih banyak dinikmati oleh
petani dibandingkan dengan pengumpul. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa usahatani jamur tiram lebih menguntungkan bagi petani dan relatif lebih mudah
dalam budidayanya. Masyarakat juga lebih menyukai jamur tiram karena harganya yang lebih murah dan rasanya yang lezat Masyarakat Agribisnis Jamur
2007. Selain itu, ditinjau dari aspek biologisnya, jamur tiram relatif lebih mudah dibudidayakan. Pengembangan jamur tiram tidak memerlukan lahan yang luas.
Masa produksi jamur tiram relatif lebih cepat sehingga periode dan waktu panen lebih singkat dan dapat berlanjut selama masa produktif jamur Martawijaya
Nurjayadi 2010. Budidaya jamur tiram putih tersebar pada berbagai daerah di wilayah
Indonesia. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa ada empat provinsi di Pulau Jawa yang menjadi sentra produksi jamur tiram putih. Jawa Tengah merupakan
provinsi dengan produktivitas tertinggi, sedangkan Provinsi Jawa Barat memiliki luas panen tertinggi kedua setelah Jawa Timur namun produktivitasnya terendah.
Hal tersebut diduga disebabkan oleh kondisi para petani dalam melakukan usahatani jamur tiram putih yang pada umumnya masih bersifat tradisional
dan tergolong usahatani kecil. Luas panen, produksi, dan produktivitas jamur tiram di pulau Jawa pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.
Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jamur Tiram di Pulau Jawa Tahun 2009
Provinsi Luas Panen Ha
Produksi Ton Produktivitas TonHa
Jawa Barat 291,79
7.306,75 25,04
Jawa Tengah 15,23
1.838,93 120,75
D.I. Yogyatakarta 5,86
651,32 111,23
Jawa Timur 385,09
28.557,05 74,16
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2009
Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang cocok bagi pertumbuhan
jamur tiram. Hal tersebut menjadi faktor pendorong utama bagi usaha budidaya
7 jamur tiram. Tabel 8 menyajikan data tentang jumlah, produksi, dan
produktivitas jamur tiram putih di Kabupaten Bogor pada tahun 2007. Tabel 8.
Jumlah, Produksi, dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2007
No Kecamatan
Jumlah log Produksi kg
Produktivitas kglog 1
Pamijahan 61.700
8.638 0,18
2 Leuwi Sadeng
20.000 3.000
0,15 3
Rancabungur 34.000
4.420 0,13
4 Tamansari
191.500 38.300
0,20 5
Cijeruk 17.000
2.040 0,12
6 Cisarua
780.000 173.250
0,17 7
Sukaraja 10.000
1.200 0,12
Rata-rata 0,15
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2007
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa Kecamatan Cisarua memiliki jumlah baglog dan produksi jamur tiram putih tertinggi serta produktivitas jamur
tiram putih yang cukup tinggi di Kabupaten Bogor dengan besar secara berurutan 780.000 log, 173.250 kg, dan 0,17 kglog. Berdasarkan hal tersebut, penulis
mengambil lokasi penelitian pada Desa Tugu Selatan yang merupakan bagian dari Kecamatan Cisarua.
1.2. Perumusan Masalah