Lama Bunting Pengaruh Perlakuan terhadap Penampilan Reproduksi Induk Babi

Gambar 10 Rataan Paritas Induk Babi Penelitian Semakin banyak litter size lahir maka umur kebuntingan induk babi akan semakin lama, tetapi jika paritas induk babi semakin besar maka lama bunting induk babi akan semakin singkat. Gambar 10 memperlihatkan induk babi pada perlakuan R1W2 adalah yang paling sering beranak 5.00 kali dan R3W2 adalah yang paling jarang beranak 1.33 kali.

4.6.3. Waktu dan Lama Lahir Anak Babi

Menurut waktu beranak, induk babi paling banyak beranak 58 pada malam hari jam 18.00-06.00 WIB. Pada pagi dan sore hari jam 06.00-10.00 dan 14.00-18.00 WIB merupakan waktu yang sama banyaknya untuk induk babi beranak yaitu masing-masing 17, tetapi pada siang hari 10.00 – 14.00 WIB adalah jumlah yang paling sedikit karena hanya 8 induk babi beranak. Pada waktu malam hari induk babi merasa tenang, kondisi iklim sesuai bagi induk babi untuk beranak dengan rataan suhu dan kelembaban masing-masing adalah 20.61 C dan 81.06, menyebabkan induk babi lebih banyak beranak. Lama waktu induk babi beranak diperoleh dari selisih waktu ketika anak pertama hingga anak yang terakhir lahir. Gambar 11 selengkapnya memperlihatkan persentase induk babi beranak berdasarkan waktu. 2,67 3,00 3,67 2,67 3,67 5,00 2,33 1,33 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 R0 R1 R2 R3 P ar ita s k e- Ransum perlakuan W1 W2 Gambar 11 Induk Babi Beranak Berdasarkan Waktu Hasil pengamatan memperlihatkan, bahwa lama waktu proses kelahiran per litter dan per ekor anak babi masing-masing adalah 128.0 ± 45.7 menitlitter dan 12.8 ± 4.82 menitekor. Hal ini menunjukkan, bahwa lama waktu proses beranak induk babi pada penelitian ini lebih singkat bila dibandingkan dengan pendapat Sihombing 2006 yang menyatakan, bahwa lama proses kelahiran per litter dapat berlangsung dengan rataan 150 menitlitter. Hasil penelitian mengenai lama waktu proses lahir anak babi per litter size dan per ekor selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 20. Tabel 20 Pengaruh Perlakuan terhadap Lama Waktu Induk Babi Beranak Pemberian Ransum Rataan R0 R1 R2 R3 ---------------------------------------- menitlitter ------------------------------------------ W1 132.6 ± 36.0 104.0 ± 28.5 159.3 ± 50.8 71.5 ± 23.3 121.0 ± 45.3 W2 104.7 ± 45.7 112.5 ± 7.7 148.6 ± 62.1 166.6 ± 39.1 135.0 ± 47.3 Rataan 118.6 ± 39.8 107.4 ± 21.1 154.0 ± 51.1 128.6 ± 39.1 ------------------------------------------ menitekor ----------------------------------------- W1 12.0 ± 4.36 13.0 ± 5.29 13.3 ± 5.86 8.5 ± 3.54 12.0 ± 4.56 W2 13.0 ± 3.61 11.5 ± 2.12 15.0 ± 9.64 14.3 ± 4.04 13.6 ± 5.16 Rataan 12.5 ± 3.62 12.4 ± 3.97 14.1 ± 7.19 12.0 ± 4.64 Keterangan: R0 = ransum kontrol, R1= ransum kontrol + 2.5 TTB, R2 = ransum kontrol + 5 TTB, R3 = ransum kontrol + 7.5 TTB, W1 = waktu kebuntingan hari ke-107; W2 = waktu sesaat setelah induk babi beranak Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa taraf penambahan TTB dalam ransum dan waktu pemberian pada induk babi serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap lama waktu induk babi beranak baik per litter size pagi siang sore malam maupun per ekor anak babi. Lama waktu induk babi beranak pada pemberian W1 121 ± 45.3 menitlitter dan12.0 ± 4.56 menitekor sedikit lebih singkat daripada W2 135 ± 47.3 menitlitter dan13.6 ± 5.16 menitekor. Lama waktu induk babi beranak pada pemberian W1 sedikit lebih singkat daripada W2. Hal ini mungkin terkait dengan konsumsi TTB yang ditambahkan dalam ransum induk babi. Senyawa aktif 3-ethyl-3- hydroxy-5-alphaandostran- 17-one yang terkandung didalam TTB memacu ovarium induk babi untuk menghasilkan estradiol. Estradiol diteruskan ke hipotalamus yang akan merangsang hipofisa posterior untuk melepaskan oksitosin Suprayogi 2000. Hormon PGF2 α juga meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitoksin, dengan demikian kontraksi menjadi semakin kuat. Kontraksi yang semakin kuat ini mempercepat proses beranak pada induk babi. Relaksin dan mungkin PGF2 α membantu ligamen pelvis menjadi lebih relaks dan melebarkan serviks. Sudah tentu dengan mengendornya serviks, kelahiran akan segera terjadi. Pada saat akan melahirkan, hipotalamus fetus juga menghasilkan ACTHRH pelepas hormon ACTH. Ini menyebabkan lonjakan sekresi ACTH fetus yang kemudian menyebabkan meningkatnya sekresi kortisol. Kortisol melewati plasenta dan mengakibatkan peningkatan PGF2 α, peningkatan kadar estrogen, dan penurunan progesteron. PGF2 α menyebabkan kontraksi miometrium, yang merangsang pelepasan oksitosin yang membantu mempertahankan kontraksi miometrium tersebut Tomaszewska et al. 1991. Konsumsi TTB oleh induk babi yang diberikan pada W1 untuk R0, R1, R2 dan R3 masing-masing adalah 0, 0.05, 0.10 dan 0.15 kgeh. Lama waktu beranak pada pemberian W1 dengan ransum R3 8.5 ± 3.54 menitekor adalah yang paling cepat, sedangkan dengan ransumR1 dan R213.0 ± 5.29 dan 13.3 ± 5.86 menitekor hanya sedikit berbeda dengan kontrol. Tanaman bangun-bangun mengandung 3-ethyl-3- hydroxy-5-alpha andostran-17-one yang secara hormonal akan merangsang pituitary untuk menghasilkan oksitoksin yang berperan dalam kelancaran proses beranak dan memproduksi air susu. Penyuntikan oksitosin untuk memperlancar proses kelahiran anak babi di peternakan sangat umum dilakukan, sehingga tanaman bangun-bangun memungkinkan dapat menggantikan peran oksitoksin untuk