induk babi maka daya cerna serat kasar akan lebih baik. Kandungan serat kasar yang tinggi pada feses induk babi yang memperoleh rasum R0 juga diikuti oleh
kandungan abu yang tinggi. Semakin tinggi serat kasar maka semakin rendah energi yang dapat dicerna, penyebabnya adalah kandungan serat kasar yang tinggi
berakibat pada semakin rendahnya kandungan pati, gula dan lemak. Secara fisik serat kasar merintangi pencernaan gula, pati dan lemak. Serat kasar yang tinggi
juga akan mengakibatkan meningkatnya konsumsi makanan Sihombing 2006.
4.6. Pengaruh Perlakuan terhadap Penampilan Reproduksi Induk Babi
4.6.1. Konsumsi Ransum Harian Induk Babi
Hasil pengamatan memperlihatkan konsumsi TTB oleh induk babi yang diberikan pada W1untuk R0, R1, R2 dan R3 masing-masing adalah 0, 0.05, 0.10
dan 0.15 kgeh. Hasil pengamatan menunjukkan rataan konsumsi ransum harian KRH induk babi selama laktasi adalah 3.44 ± 0.39 kgeh dengan koefisien
keragaman sebesar 11.60. Rataan KRH induk babi selama penelitian selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 17.
Tabel 17 Konsumsi Ransum Harian Induk Babi
Pemberian Ransum
Rataan R0
R1 R2
R3 ------------------------------------------- kgeh --------------------------------------------
W1 3.86 ± 0.27
2.97 ± 0.21 3.22 ± 0.42
3.42 ± 0.35 3.36 ± 0.44
W2 3.54 ± 0.51
3.35 ± 0.20 3.77 ± 0.34
3.39 ± 0.33 3.51 ± 0.35
Rataan 3.70± 0.40
3.16 ± 0.28 3.49 ± 0.46
3.40 ± 0.30 Keterangan: R0 = ransum kontrol, R1= ransum kontrol + 2.5 TTB, R2 = ransum kontrol + 5
TTB, R3 = ransum kontrol + 7.5 TTB, W1 = waktu kebuntingan hari ke-107; W2 = waktu sesaat setelah induk beranak
Analisis ragam memperlihatkan bahwa taraf penambahan TTB dalam ransum dan waktu pemberian serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap KRH
induk babi. Konsumsi ransum harian induk babi yang tinggi akan meningkatkan produksi air susu induk dan pertumbuhan anak babi yang disusui. Penelitian
Khajarern dan Khajarern 2002 menyatakan, bahwa pemberian 60 g carvacrol dan 55 g thymol per ton pakan dapat meningkatkan KRH induk babi laktasi,
membantu mencerna makanan dan meningkatkan palatabilitas. Kandungan
senyawa aktif carvacrol dan thymol yang ada dalam TTB tidak mampu menaikkan KRH induk babi didalam penelitian ini.
Agus 2009 menyatakan bahwa KRH induk babi yang ditambahkan tepung daun bangun-bangun hingga 3.75 dalam ransumnya adalah 4.10 ± 0.35
kgeh. Hasil tersebut lebih tinggi daripada rataan hasil penelitian ini 3.97 ± 0.46 kgeh, tetapi lebih tinggi daripada penelitian Simorangkir 2008 yang
menyatakan dengan pemberian 0.1 ekstrak daun katuk, rataan KRH babi selama laktasi adalah 2.94 ± 0.042 kgeh. Hal ini terjadi mungkin karena
perbedaan babi yang digunakan dan juga manajemen pemberian pakan yang relatif terbatas. Jika dibandingkan dengan pernyataan Sihombing 2006 maka
KRH induk babi dalam penelitian ini jauh lebih rendah karena perkiraan kebutuhan induk babi laktasi adalah 2 kg + 9.91x 0.5 kg atau 6.99 kgeh.
Pengamatan KRH induk babi perlu dilakukan secara periodik untuk mengetahui pola konsumsi dan perbedaan konsumsi induk babi selama masa
laktasi. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan, bahwa interaksi antara taraf penambahan TTB dalam ransum dan waktu pemberiannya pada induk babi
berpengaruh nyata P0.05 terhadap KRH induk babi pada hari ke-10 laktasi, tetapi tidak berpengaruh pada hari ke-5, 15 dan 20 laktasi. Tabel 18
memperlihatkan KRH induk babi setiap lima hari selama 20 hari laktasi. Tabel 18 Konsumsi Ransum Harian Induk Babi setiap Lima Hari Pengukuran
Perlakuan KRH induk babi Hari ke-
Rataan 5
10 15
20 ------------------------------------- kgeh ----------------------------------------
R0W1 2.35
3.93 3.86
c
4.18 3.58
R1W1 2.34
3.18 3.18
abc
3.67 3.09
R2W1 1.47
2.67 2.51
a
2.71 2.34
R3W1 1.52
3.40 2.93
abc
3.32 2.79
R0W2 1.35
2.80 3.02
ab
3.17 2.59
R1W2 2.27
3.47 3.86
abc
4.05 3.41
R2W2 1.97
3.23 3.00
abc
3.29 2.87
R3W2 1.77
3.60 3.08
bc
2.98 2.86
Rataan 1.88
3.29 3.18
3.42 2.94
Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata P0.05, R0 = ransum kontrol, R1= ransum kontrol + 2.5 TTB, R2 =
ransum kontrol + 5 TTB, R3 = ransum kontrol + 7.5 TTB, W1 = waktu kebuntingan hari ke-107; W2 = waktu sesaat setelah beranak
Pada hari ke-10 laktasi KRH induk babi perlakuan R0W1 3.93 kgeh adalah yang tertinggi dan berbeda nyata P0.05 dengan KRH induk babi pada
perlakuan R2W1 2.67 kgeh, dan R0W2 2.80 kgeh tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lainnya. Konsumsi ransum harian pada perlakuan R2W1 2.67
kgeh adalah terendah dan berbeda nyata P0.05 dengan perlakuan R0W1 3.93 kgeh dan R3W2 3.60 kgeh tetapi tidak berbeda dengan perlakuan
lainnya. Gambar 10 memperlihatkan peningkatan KRH induk babi hingga hari ke-10 laktasi kemudian terjadi penurunan KRH dari laktasi hari ke-10 hingga hari
ke-15 kecuali pada perlakuan R1W2 dan R0W2. Peningkatan konsumsi yang tetap terjadi pada perlakuan ini, diduga berkaitan dengan umur induk babi yang
dipakai. Paritas induk babi menentukan KRH induk babi Sihombing 2006. Paritas induk babi pada perlakuan R1W2 dan R0W2 masing-masing adalah 5 dan
3.67. Pada hari ke-15 hingga ke-20 laktasi masih terjadi peningkatan KRH induk babi kecuali pada perlakuan R3W2. Setelah diamati dari catatan harian KRH
induk babi terlihat bahwa salah satu induk babi pada perlakuan R3W2 terjadi nafsu makan yang menurun pada hari ke-17 dan ke-18 laktasi masing-masing
menjadi 2 dan 2.17 kgeh. Induk babi tersebut sakit dan telah disuntik antibiotik sothapen, sedangkan anaknya yang mengalami mencret diberi multivitamin Hidro
Rex Vital dan obat mencret Quixalud. Gambar 9 selengkapnya memperlihatkan KRH induk babi per lima hari pengamatan hingga hari ke-20 laktasi.
Gambar 9 Grafik Konsumsi Ransum Harian Induk Babi per Lima Hari
1,00 1,50
2,00 2,50
3,00 3,50
4,00 4,50
5 10
15 20
K o
ns um
si R
ans um
I nd
uk kg
e h
Hari Laktasi ke- R0W1
R1W1 R2W1
R3W1 R0W2
R1W2 R2W2
R3W2