Bobot Sapih Pengaruh Perlakuan terhadap Penampilan Anak Babi Menyusu

Pertambahan bobot badan anak babi menyusu Tabel 33 pada W1 42.44 ± 12.51 kglitter lebih tinggi daripada W2 38.77 ± 9.78 kglitter sehingga bobot sapih yang diperoleh juga lebih tinggi pada W1 57.54±15.18 kglitter dan 6.33 ± 0.58 kgekor daripada W2 53.90±12.28 kglitter dan 6.13 ± 0.87 kgekor. Menurut taraf TTB dalam ransum bobot sapih pada ransum R3 63.50 ± 17.56 kglitter adalah yang tertinggi dan dengan ransum R1 49.38 ± 7.95 kglitter adalah yang terendah, hal ini terjadi karena PBB anak babi menyusu dengan ransum R3 47.22 ± 12.99 kglitter adalah juga yang tetinggi dan R1 35.84 ± 6.39 kglitter adalah yang terendah. Bobot sapih juga diperoleh berbeda akibat perbedaan umur penyapihan. Penyapihan anak babi yang dilakukan selama penelitian adalah dengan cara berkelompok. Setiap penyapihan minimal melibatkan empat ekor induk babi menyapih anaknya sekaligus yang masing-masing tidak selalu pada umur sapih yang sama, sehingga perbedaan umur sapih tersebut dapat mengakibatkan perbedaan bobot sapih anak babi. Rataan bobot sapih per litter adalah 55.72 ± 13.63 kg dengan KK 24.4 dan rataan bobot sapih per ekor adalah 6.22 ± 0.73 kg dengan KK 11.8. Koefisien keragaman lebih kecil pada bobot sapih per ekor anak babi dibandingkan dengan bobot sapih per litter, hal ini terjadi karena penyapihan sangat ditentukan oleh keseragaman bobot sapih per ekor anak babi. Bobot sapih per litter yang tinggi tidak selalu diikuti oleh bobot sapih per ekor yang tinggi. Bobot sapih pada perlakuan R3W2 70.67 kglitter adalah yang tertinggi dan lebih tinggi daripada R3W1 56.33 kglitter, tetapi bobot sapih per ekor R3W2 6.47 kgekor bukan yang tertinggi bahkan sebaliknya lebih ringan daripada R3W1 6.63 kgekor. Hal ini terjadi karena perbedaan litter size sapih anak babi dan umur penyapihan. Litter size sapih R3W2 adalah 11.0 ± 1.0 ekor sedangkan R3W1 adalah 8.67 ± 4.1 ekor masing-masing dengan umur penyapihan 28.67 ± 0.58 dan 24.00 ± 1.00 hari. Hasil analisa korelasi menunjukkan bahwa perbedaan bobot sapih sangat nyata P0.01 dipengaruhi oleh PBB, bobot lahir dan KRH anak babi tersebut, apabila PBB anak babi meningkat maka bobot sapih anak babi juga akan meningkat. Hasil ini berbeda dengan penelitian Simorangkir 2008, yang menyatakan bahwa bobot sapih adalah 5.84 ± 0.74 kgekor yang dicapai pada umur penyapihan 30 hari dengan penambahan ekstrak daun katuk didalam ransum induk. Pada penelitian ini bobot sapih anak babi adalah 6.22 ± 0.73 kgekor yang dicapai pada umur sapih 26.79 ± 2.30 hari. Bobot sapih yang lebih tinggi dengan umur sapih yang lebih singkat merupakan tujuan setiap peternakan babi. Hasil pengamatan pada anak tikus yang sedang menyusu pada induk yang mendapat ransum dengan penambahan 5 tepung daun bangun-bangun dapat meningkatkan bobot sapih Hutajulu 2008.

4.7.4. Mortalitas Prasapih

Persentase mortalitas prasapih hasil penelitian adalah 9.35 ± 12.35 dengan koefisien keragaman 99 dari litter size lahir hidup 10.04 ± 3.11 ekor. Hasil ini lebih rendah daripada hasil penelitian Hutapea 2009 yang menyatakan, bahwa persentase mortalitas anak babi prasapih dengan penambahan hingga 3.75 tepung daun bangun-bangun dalam ransum induk adalah 19.80 ± 19.87. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah ekor dan persentase mortalitas selama menyusu secara rinci diperlihatkan pada Tabel 35. Tabel 35 Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas Anak Babi Prasapih Pemberian Ransum R0 R1 R2 R3 Rataan ----------------------------Mortalitas ekor --------------------------- W1 1.00 ± 1.00 1.33 ± 1.53 0.33 ± 1.00 0.33 ± 0.58 0.75 ± 0.96 W2 1.67 ± 2.08 1.33 ± 1.00 1.00 ± 1.53 0.67 ± 0.58 1.17 ± 1.27 Rataan 1.33 ± 1.51 1.33 ± 1.36 0.67 ± 0.82 0.50 ± 0.55 ------------------------------- Mortalitas ----------------------------- W1 9.23 ± 10.09 12.04 ± 12.53 3.03 ± 5.25 2.38 ± 4.12 6.67 ± 8.57 W2 20.8 ± 26.00 13.90 ± 17.30 8.10 ± 7.33 5.34 ± 4.64 12.04 ± 15.57 Rataan 15.03 ± 18.76 12.96 ± 13.57 5.56 ± 6.34 3.86 ± 4.25 Keterangan: R0 = ransum kontrol, R1= ransum kontrol + 2.5 TTB, R2 = ransum kontrol + 5 TTB, R3 = ransum kontrol + 7.5 TTB, W1 = waktu kebuntingan hari ke-107; W2 = waktu sesaat setelah beranak Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa taraf penambahan TTB dalam ransum dan waktu pemberian serta interaksi keduanya tidak mempengaruhi baik jumlah maupun persentase mortalitas anak babi prasapih. Persentase mortalitas anak babi prasapih dari induk yang diberi ransum perlakuan pada W1 6.67 ± 8.57 lebih rendah daripada W2 12.04 ± 15.57. Persentase anak babi lahir mati Tabel 22 pada W1 6.26 ± 7.63 juga sedikit lebih rendah daripada W2 7.46 ± 8.22 . Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa penambahan TTB dalam ransum yang diberikan pada W1 akan meningkatkan daya tahan anak babi yang lebih baik daripada W2. Penambahan ekstrak daun katuk Sauropus andogynus L Merr hingga 0.1 dengan waktu pemberian yang berbeda didalam ransum induk juga menghasilkan persentase mortalitas prasapih anak babi yang lebih tinggi yaitu 15.96 Simorangkir 2008. Perbedaan ini dapat disebabkan induk babi yang mendapatkan ransum dengan penambahan TTB mungkin memiliki mothering ability yang lebih baik. Penambahan TTB dalam ransum induk akan memberikan rasa tenang pada induk babi sehingga mengurangi mortalitas prasapih. Senyawa aktif yang terkandung dalam bangun-bangun dapat menstimulus ovarium untuk menghasilkan hormon progesteron. Kadar hormon progesteron yang terkandung didalam darah akan memperbaiki sifat keindukan babi, namun hal ini perlu didukung dengan data lebih lanjut. Mortalitas anak babi yang terjadi selama penelitian disebabkan oleh tertindih induk, penyakit mencret dan lingkungan. Tertindih adalah faktor utama penyebab kematian anak babi prasapih. Faktor kedua penyebab kematian pada penelitian ini adalah mencret. Hal ini bisa terjadi karena anak babi kedinginan, menjadi lemas dan sulit mendapatkan air susu dari induk, sehingga anak babi tersebut akhirnya mati. Hurley 1999 menyatakan, bahwa lebih daripada 60 kematian anak babi sebelum disapih disebabkan oleh faktor induk dan juga pengaruh dari pasokan nutrisi yang diakibatkan oleh rendahnya produksi susu induk yang akan mempengaruhi pertumbuhan anak babi. Dugaan yang menyatakan bahwa kadar Growth Hormone GH dan immunoglobulin meningkat didalam air susu kambing jika ransum induk ditambah dengan daun bangun-bangun Rumetor 2008 menjadi semakin kuat. Hal yang sama mungkin juga terjadi pada air susu induk babi jika ransumnya ditambah dengan TTB. Persentase mortalitas anak babi prasapih dari induk babi dengan ransum R3 3.86 ± 4.25 jauh lebih rendah daripada R0 15.03 ± 18.76, sebagaimana persentase lahir mati pada R3 3.33 ± 8.16 juga lebih rendah daripada R0 7.81 ± 6.60 . Hal ini menunjukkan bahwa taraf penambahan TTB yang semakin meningkat dalam ransum induk babi diduga dapat menurunkan