5.4. Rincian Ketidaksesuaian Kelembagaan Agribisnis Tebu di PG Gempolkrep
Kelembagaan merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang kerangka dasar perumusan kebijakan dan pembangunan
pertanian untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan dibuat untuk membuat lancar, terjamin, teratur, dan mengurangi
ketidakefisiensinya transaksi ekonomi. Menurut Johson 1989 dalam Singgih 2009, mengemukakan
bahwa sumber daya alam SDA, sumber daya manusia SDM, teknologi dan
kelembagaan merupakan
empat faktor
penggerak dalam
pembangunan pertanian. Keempat faktor tersebut merupakan syarat kecukupan untuk mencapai pembangunan yang dikehendaki. Artinya
apabila salah satu atau lebih faktor tersebut tidak dipenuhi, maka tujuan untuk mencapai keadaan tertentu tidak akan terjadi.
Mubyarto 1997 dalam Singgih 2009, mengemukakan bahwa lembaga atau kelembagaan adalah organisasi atau kaidah-kaidah baik
formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam
usahanya mencapai tujuan tertentu. Kelembagaan dapat diarti sebagai aturan representasi rule of
representation yaitu, mengatur permasalahan siapa yang berhak dan bagaimana peran partisipasi terhadap suatu kegiatan dalam proses
pengambilan keputusan. Aturan representasi menentukan alokasi dan distribusi sumberdaya. Tubbs 1984 dan Hanel 1989 dalam Yustika
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
2010 menyatakan bahwa pengambilan keputusan atas dasar grup proses akan meningkatkan loyalitas, kerjasama, motovasi, dukungan
anggota pada asosiasi dan mengurangi tekanan internal serta biaya transaksi yang pada akhirnya akan meningkatkan performa kelembagaan.
Kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep juga mengatur peranan masing-masing lembaga beserta besarnya proporsi
demi efektifnya kinerja kelembagaan agribisnis tebu. Berikut pada Tabel 37. akan ditampilkan rincian ketidaksesuaian atau keganjalan yang
memungkinkan menjadi penyebab ketidakefektifan kinerja kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep. Ketidaksesuaian-ketidaksesuaian ini
seharusnya tidak akan terjadi, apabila antar lembaga yang berperan saling berkoordinasi dan berkomunikasi dengan baik dan sinergis.
Tabel 37. Rincian Ketidaksesuaian Kinerja Kelembagaan Agribisnis Tebu PG Gempolkrep
No. Lembaga
Ketidaksesuaian Akibatnya
Solusinya
1 Koperasi
Pembuatan RDKK yang tidak
dilakukan. PG Gempolkrep
yang mengerjakan,
sehingga fungsi PG Gempolkrep
sebagai pengontrol tidak
berfungsi dengan baik.
Mengembalikan tugas pembuatan
RDKK kepada
koperasi agar
nantinya kinerja kelembagaan
dapat berjalan
lebih efektif. Penjualan
gula dan tetes tebu
yang dilakukan. Seharusnya
merupakan salah satu tugas APTR.
Hal
ini tidak
sesuai dengan
tugas dan
fungsinya. Terjadi
pengalihan fungsi APTR
dan koperasi
akan membuat rancu
tugas dan fungsi masing-masing,
baik APTR dan koperasi.
Mengembalikan tugas penjualan
gula dan tetes tebu
kepada APTR
agar nantinya kinerja
kelembagaan dapat
berjalan lebih efektif.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
No. Lembaga
Ketidaksesuaian Akibatnya
Solusinya
2 APTR
Pembentukan kepengurusan
baru yang tidak berjalan lancar.
Apabila kepengurusan
APTR tidak
terbentuk, maka fungsi
APTR sebagai lembaga
penyampai aspirasi
petani tidak
dapat dijalankan,
sehingga memungkinkan
lembaga
lain yang
akan menjalankan
fungsinya. Hal ini semakin
dapat meningkatan
ketidakpercayaan petani terhadap
APTR. Segera
melakukan pembentukan
kepengurusan APTR baru, agar
nantinya kinerja kelembagaan
dapat
berjalan lebih efektif.
Penjualan gula
dan tetes tebu milik petani yang
tidak dilakukan. Apabila
APTR secara
terus- menerus
tidak melakukan usaha
dalam penjualan gula dan tetes
tebu,
serta membiarkan
koperasi yang
menjalankan fungsi
tersebut, maka
dapat berdampak
ketidakpercayaan petani terhadap
fungsi
lembaga APTR.
APTR segera
melakukan perbaikan
agar tugas penjualan
gula dan tetes tebu
dapat dikerjakan, dan
tidak memberikan
kesempatan lembaga
lain mencari
keuntungan yang merugikan
petani. Sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan dan
nantinya kinerja kelembagaan
dapat
berjalan lebih efektif.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
No. Lembaga
Ketidaksesuaian Akibatnya
Solusinya
3 PG
Gempolkrep Pembuatan
RDKK yang
dilakukan. Seharusnya
merupakan salah satu
tugas koperasi. Hal ini
tidak sesuai
dengan tugas
dan fungsinya. PG Gempolkrep
tidak harus
mengerjakan RDKK,
namun sebaiknya hanya
membina dan
mengarahkan agar
koperasi dapat membuat
RDKK sendiri
serta menunjukkan
kemampuan sumber
daya manusia
yang dimilikinya.
Sehingga fungsi PG Gempolkrep
sebagai pengontrol
di lapangan dapat
berfungsi dengan tepat dan baik.
Mengembalikan tugas pembuatan
RDKK kepada
koperasi agar
nantinya kinerja kelembagaan
dapat berjalan
lebih efektif.
Penyelenggaraan FTK
yang dilakukan.
Seharusnya merupakan salah
satu
tugas Dishutbun
Kabupaten Mojokerto. Hal ini
tidak
sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
PG Gempolkrep sebaiknya hanya
sebagi Ketua
FTK dan
pengingat kegiatan
tersebut, karena manfaat
pelaksanaan FTK untuk bersama.
Apabila
PG Gempolkrep juga
menjadi Sekertaris
bayangan
dari Dishutbun, maka
terjadi double
fungsi yang
menyebabkan ketidakefektifan
dan kurang
fokus. Mengembalikan
tugas penyelenggaraan
FTK
kepada Dishutbun
Kabupaten Mojokerto
agar nantinya kinerja
kelembagaan dapat
berjalan lebih efektif.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
No. Lembaga
Ketidaksesuaian Akibatnya
Solusinya
4 Dishutbun
Kabupaten Mojokerto
Penyelenggaraan FTK
masih bergantung pada
kondisi PG
Gempolkrep. Dishutbun
merupakan kepanjangan
tangan pemerintah
dalam menyukseskan
program akselerasi
peningkatan produktivitas
gula.
Dalam susunan
kepengurusan FTK di wilayah
kerja
PG Gempolkrep,
Dishutbun memiliki
tugas sebagi Sekertaris
kegiatan yang
bertindak sebagai
pengundang semua lembaga
yang
berperan dan
berkepentingan dalam
kelembagaan agribisnis
tebu. Sehingga
fungsinya sebagai
penyelenggaraan urusan
pemerintah dan pelayanan umum
bidang kehutanan
dan perkebunan
dapat diwujudkan.
Mengembalikan tugas
sebagai penyelenggara
FTK kepada
Dishutbun agar nantinya kinerja
kelembagaan dapat
berjalan lebih efektif.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
No. Lembaga
Ketidaksesuaian Akibatnya
Solusinya
Dishutbun Kabupaten
Mojokerto Ketidakmampuan
mengontrol pelaksanaan
distribusi pupuk oleh Distributor
Dishutbun sebagai
pengawal program
akselerasi peningkatan
produktivitas gula, seharusnya
dapat mengontrol pelaksanaan
pendistribusian pupuk
di lapangan melalui
petugas PPL-
Hutbun. Apabila terjadi
ketidaksesuaian dapat
dikoordinasikan dan diselesaikan,
sehingga
tidak merugikan
lembaga lain
yang berdampak pada
ketidakefektifan kinerja
kelembagaan agribisnis tebu.
Perbaikan dalam segi
koordinasi dan komunikasi
agar permasalahan
dapat terselesaikan
segera
serta nantinya kinerja
kelembagaan dapat
berjalan lebih efektif.
5 Distributor
Pupuk KPTR Jatim
Penyaluran subsidi
pupuk yang
tidak berjalan lancar.
Apabila distributor
tidak mampu
memenuhi kebutuhan
petani, sebaiknya dapat
dikoordinasikan. Sehingga
tidak merugikan
lembaga lain dan fungsi distributor
tidak digantikan oleh fungsi toko
kios pertanian. Perbaikan dalam
segi koordinasi
dan komunikasi agar
permasalahan dapat
terselesaikan, dan
program pemerintah untuk
mendukung pertumbuhan
perkebunan berkelanjutan
benar-benar terlaksana.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Berdasarkan Tabel 37. dapat menggambarkan adanya beberapa lembaga yang memilki kinerja kurang baik dan merugikan lembaga lain.
Menurut Yustika 2010, secara praktikal, aturan main kelembagaan yang tersedia dalam kegiatan ekonomi akan menentukan seberapa efisien
hasil ekonomi yang didapatkan, sekaligus akan menentukan seberapa besar distribusi ekonomi yang diperoleh oleh masing-masing partisipan.
Ketidaksesuaian yang terjadi di wilayah kerja PG Gempolkrep menunjukkan belum adanya aturan main yang baik dan dapat diterapkan
secara bersama oleh beberapa lembaga yang berkepentingan. Penerapan kelembagaan agribisnis tebu dari masing-masing
lembaga yang tidak sesuai atau mengalami keganjalan, sehingga menyebabkan ketidakefektifan kinerja kelembagaan agribisnis tebu di
wilayah kerja PG Gempolkrep. Ketidaksesuai yang terjadi di kelembagaan agribisnis tebu PG
Gempolkrep, antara lain : 1 koperasi tidak membuat RDKK, hal ini dapat terjadi karena petugas PG Gempolkrep sudah melakukannya. Sedangkan
pihak PG Gempolkrep merasa butuh segera mengerjakan sendiri RDKK karena terlalu lama menunggu apabila dikerjakan oleh koperasi. Hal ini
dapat dihindari apabila koordinasi dan komunikasi yang baik antar masing-masing lembaga, sehingga segala permasalahan di lapangan
dapat terselesaikan; 2 koperasi melakukan penjualan gula dan tetes tebu yang seharusnya merupakan salah satu tugas APTR. Hal ini terjadi karena
APTR di wilayah PG Gempolkrep tidak berjalan lancar. Sehingga koperasi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
sebagai salah satu bentuk usaha untuk menyejahterakan anggotanya mengambil alih fungsi tersebut. APTR merupakan salah satu wadah
aspirasi petani tebu yang tidak mengutamakan dalam mencari keuntungan pendapatan, dimungkinkan merasa dirugikan karena tidak
diberi kepercayaan penuh oleh petani dan pekerjaan yang telah dilakukan selama ini kurang dapat dihargai. Oleh karena itu kepengurusan APTR
tidak berjalan dan para pengurus APTR lebih memilih menjadi pengurus koperasi dan mendapatkan penghasilan dari fee adminitrasi yang
dibayarkan setiap bulan oleh anggota koperasi petani tebu; 3 Dishutbun Kabupaten Mojokerto yang masih bergantung kepada PG Gempolkrep
dalam menyelenggarakan FTK, hal ini dapat terjadi dikarenakan pihak yang paling berkepentingan dalam agribisnis tebu adalah petani tebu yang
menggilingkan tebunya di PG Gempolkrep dan PG Gempolkrep yang membutuhkan tebu petani sebagai bahan baku di pabriknya. Dishutbun
merupakan kepanjangan tangan pemerintah yang sifatnya hanya sebagai supporting system dan fasilitator. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran
antar lembaga dalam menerapkan Sistem Manajemen Mutu agar masing- masing lembaga dapat menerapkan tugas pokok dan fungsinya dalam
proses kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep. Apabila masing-masing lembaga telah sadar pada tugasnya masing-
masing, maka diharapkan penerapan kelembagaan agribisnis tebu dapat berjalan dengan baik; 4 distributor pupuk KPTR Jatim tidak mampu
menyalurkan pupuk bersubsidi dengan lancar. Hal ini dimungkinkan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
karena dana operasional dalam mendistribusikan pupuk dari pemerintah pihak yang diberi wewenang kurang lancar, sehingga mempengaruhi
dalam proses penyaluran pupuk kepada konsumen yang membutuhkan. Apabila terjadi koordinasi dan komunikasi yang baik dalam internal
distributor dan pemerintah pihak yang diberi wewenang diharapkan semua permasalahan teratasi dan tidak ada pihak lain yang dirugikan.
Sehingga program
pemerintah untuk
mendukung pertumbuhan
perkebunan secara berkelanjutan dapat terlaksana dengan baik dan program Swasembada Gula Nasional dapat terwujud. Berikut Gambar 21.
merupakan rekomendasi untuk perbaikan kelembagaan agribisnis tebu.
Gambar 21. Rekomendasi Skema Kelembagaan Agribisnis Tebu di PG. Gempolkrep Berdasarkan Ketidaksesuaian Yang Terjadi
PG. GK
Pe- tani
Bank
Kope- rasi
PTPN X
Dinas Perhubungan,
Komunikasi Informasi
Dinas Koperasi
UMKM Dinas
Kehutanan Perkebunan
Investor BBP2TP
LPP P3GI
Dinas Perkebunan
Prop. Jatim
FTK
Toko kios pertanian
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Berdasarkan Gambar 21. peneliti merekomendasikan keterkaitan semua lembaga digambarkan dengan garis putus-putus untuk
menunjukkan sangat diperlukannya ada koordinasi, sehingga tidak ditemukan salah satu lembaga yang merasa tugas dan fungsinya jauh
lebih penting dari lembaga yang lain. Pada Gambar 21. hanya terdapat 2 garis komando garis tidak putus, yaitu 1 pada PTPN X Persero
kepada PG Gempolkrep, karena PG Gempolkrep merupakan bagian bentuk usaha dari Direksi PTPN X Persero yang pada pelaksanaannya
memenuhi visi dan misi yang telah ditentukan oleh PTPN X Persero; dan 2 pada petani kepada toko kios pertanian, hal ini dalam penyediaan
pupuk bersubsidi. Diharapkan toko kios pertanian dapat selalu menyediakan dan memenuhi kebutuhan pupuk, dengan kelancaran dalam
penyediaan pupuk
dapat memungkinkan
peningkatan kinerja
kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep. Selain itu diperlukan pembinaan dari Dinas Koperasi dan UMKM kepada toko kios pertanian
agar dapat meningkatkan kompetensi dan kemampuan berwirausaha kecil, sehingga dapat membantu mengontrol ketersediaan pupuk di
lapangan dan pendistribusian pupuk bersubsidi tepat sasarannya. Peningkatan koordinasi dan komunikasi, serta kesadaran antar
lembaga dalam menerapkan Sistem Manajemen Mutu, sehingga tugas dan fungsi lembaga sesuai dengan Visi, Misi, dan Tujuan yang telah
disepakati. Hal ini nantinya akan dapat meningkatkan penerapan kinerja kelembagaan agribisnis tebu, khususnya di wilayah kerja PG Gempolkrep.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pendeskripsian dan analisis kinerja kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep,
yaitu : •
Terdiri atas lembaga-lembaga yang bersifat makro dan mikro. •
Lembaga yang bersifat makro terdiri dari PG Gempolkrep sendiri, petani tebu rakyat PTR, Bank pemberi kredit Bank Pelaksana,
Koperasi dan APTR Asosiasi Petani Tebu Rakyat. •
Lembaga yang bersifat mikro yaitu PT. PTPN X Persero, Dinas Perkebunan Disbun Propinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Dishutbun Kabupaten Mojokerto, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Mojokerto, Dinas Koperasi
dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM Kabupaten Mojokerto, Investor pembeli gula dan tetes, Distributor Pupuk KPTR Jatim, Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia P3GI, Lembaga Pendidikan Perkebunan LPP Yogyakarta serta Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Surabaya. •
Ditemukan beberapa
ketidaksesuaian yang
meyebabkan ketidakefektifan kinerja kelembagaan agribisnis tebu di PG
Gempolkrep, yaitu :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber