Definisi Suspension preheater Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) Pada Alat Suspension Preheater Bagian Produksi Di Plant 6 dan 11 Field Citeureup PT. Indocement Tunggal Prakarsa

Gambar 2.1 Suspension preheater Sedangkan pada suspension preheater tanpa kalsiner, menurut hasil penelitian selama ini, tidak akan melebihi 40. Sebagai konsekuensi dari pemakaian kedua jenis preheater ini, proses yang terjadi di dalam kiln akan sedikit berbeda, demikian pula energi yang dibutuhkannya. Pada prinsipnya dengan adanya kalsiner sebagian besar proses kalsinasi dipindahkan dari kiln ke kalsiner sehingga proses kalsinasi yang terjadi di kiln tinggal sedikit. Dengan demikian pada suspension preheater dengan kalsiner ini, di dalam kiln tinggal terjadi sedikit proses kalsinasi, klinkerisasi dan sintering, serta awal pendinginan klinker saja. Untuk itu biasanya kiln dirancang dengan demensi yang lebih pendek. Gambar 2.2 Proses Suspension preheater Pada proses kalsinasi, energi yang dibutuhkan merupakan energi laten reaksi sehingga tidak untuk meningkatkan temperatur bahan baku dan sebagian atau seluruh udara pembakaran diambil dari udara pendinginan klinker di cooler yang telah merekuperasi panas pendinginan klinker. Udara pembakaran dari cooler ini disebut dengan udara tertier. Oleh karena itu di dalam kalsiner ini beda temperatur antara gas dan material paling rendah. Dengan penggunaan kalsiner ini pembakaran klinker klinkerisasi dan sintering dapat dilakukan pada rotary kiln yang lebih kecil dengan waktu tinggal yang tepat. Dasar pemikiran penggunaan kalsiner ini adalah bahwa rotary kiln, sebagai alat penukar panas, perpindahan panas yang efektif terjadi pada zona pembakaran burning zone di mana perpindahan panasnya hampir seluruhnya secara radiasi. Sedang pada tempat yang bertemperatur lebih rendah seperti zona kalsinasi perpindahan panas yang terjadi lebih didominasi oleh mekanisme konveksi tidak cukup ekonomis dilakukan di dalam kiln karena kecepatan aliran gas cukup rendah. Berdasarkan konsep pemikiran inilah, akan diperoleh penghematan energi pembakaran klinker bila proses kalsinasi dilakukan sebagian besar di luar kiln. Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut : 1. Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100 bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35 – 50. Biasanya sekitar 40 bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPDm 3 . 2. Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah 850 – 900 o C, sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh. 3. Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner. 4. Emisi NO x -nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif rendah. 5. Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori. 6. Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi seperti alkali misalnya relatif lebih mudah diatasi. Selain beberapa keuntungan di atas, penggunaan kalsiner ini juga memiliki beberapa hal yang kurang meguntungkan, di antaranya adalah: 1. Temperatur gas buang keluar dari top cyclone relatif lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini dirancang siklon dengan penurunan tekanan yang rendah sehingga dapat ditambah dengan siklon ke-lima sehingga secara keseluruhan suspension preheater memiliki lima tingkat siklon. 2. Temperatur klinker yang keluar dari kiln relatif lebih tinggi karena berkurangnya jumlah udara sekunder yang diperlukan di kiln. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan pendingin klinker yang efektif yaitu grate cooler. 3. Penurunan tekanan total di suspension preheater lebih tinggi dibanding sistem tanpa kalsiner sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya konsumsi daya listrik pada motor ID fan. Namun hal ini biasanya dikompensasi dengan desain siklon yang hemat energi. 4. Lokasi kalsiner, ducting, tambahan alat pembakaran, duct udara tersier akan menambah kompleksnya konstruksi peralatan. Dari uraian di atas banyak orang membedakan konfigurasi sistem kiln SP, kiln dan cooler menjadi dua kelompok besar yaitu : 1. Sistem kiln tanpa udara tertier 2. Sistem kiln dengan udara tertier Di dalam membahas proses yang terjadi di dalam suspension preheater, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain ukuran partikel bahan baku, proses pemisahan oleh siklon dan proses pemanasan bahan baku oleh gas panas. Satu dan lainnya dari beberapa parameter tersebut saling berkaitan. Agar lebih rinci, berikut ini akan diuraikan secara singkat kaitan antara satu parameter dengan parameter lainnya.

2.9 Kerangka Teori

Standarisasi OHSAS 18001 tahun 2007 mengenai sistem keselamatan dan kesehatan kerja – persyaratan diperuntukan sebagai landasan perusahaan sebagai pedoman khususnya bagi negara berkembang untuk dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Dalam OHSAS terdapat manajemen risiko yang dirancang menjadi satu komponen untuk meminimalir risiko dan dinamakan HIRARC Hazard identification, risk assessment and risk control. HIRARC disusun mulai dari identifikasi bahaya, penilaian risiko, hingga pengendalian bahayanya. Untuk dapat meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja berikut dapat dilihat melalui bagan kerangka teori. Bagan 2.1 Kerangka Teori HIRARC Hazard identification, Risk Assessment and Risk Control Menentukan jenis kegiatan pekerjaan Identifikasi Bahaya dan risiko Menentukan sumber bahaya, jenis bahaya dan menentukan risiko Penilaian Risiko Tingkat keparahan dan Klasifikasi risiko Pengendalian Risiko -Eliminasi, subsitusi, pengendalian tehnik, pengendalian administrasi, APD -Kewajiban perundangan yang relevan -Monitoring pengendalian 43

BAB 3 KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Berpikir

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui analisis risiko keselamatan pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Dalam penelitian ini peneliti memakai metode HIRARC Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control yang dimulai dari cara mengidentifikasi risiko, cara menganalisis risikonya hingga pengendalian risiko. Penelitian ini dimulai dengan mengambil data angka kecelakaan selama kurun waktu 3 tahun terakhir 2010, 2011 dan 2012, jumlah angka pekerja di pabrik Indocement Field Citeureup dan didapatkan bahwa dari 20 divisi, plant 6 dan 11 layak untuk dianalisis tingkat risiko pekerjaannya. Kemudian setelah melihat data investigasi dari sumber HSE pusat didapatkan bahwa departemen bagian produksi memiliki potensi bahaya yang lebih besar dari departemen lainnya. Maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan wawancara dengan informan yang bersangkutan untuk menemukan batasan ruang lingkup dan tahapan proses kerja departemen produksi yang ada di plant 6 dan 11. Bagan 3.1 Kerangka Berpikir PT Indocement Peneliti Dibandingkan Dibandingkan Dibandingkan Analisis Risiko keselamatan kerja alat suspension preheater proses produksi plant 611 PT ITP Tbk Identifikasi Bahaya 11 Jenis pekerjaan Identifikasi Bahaya 19 Jenis Pekerjaan Penilaian Risiko Penilaian Risiko Pengendalian Risiko Pengendalian Risiko Analisis Perbandingan

3.2 DEFINISI ISTILAH

1.Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi risiko merupakan landasan dari manajemen risiko.tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik. Menurut Stuart Hawthron cara sederhana adalah dengan melakukan pengamatan. Melalui pengamatan maka kita sebenarnya telah melakukan suatu identifkasi bahaya. Cara Ukur : Wawancara dan observasi Alat Ukur : Tabel HIRARC Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control , alat recording, kamera. Hasil Ukur : Diketahuinya potensi-potensi bahaya apa saja yang dapat terjadi pada pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 2. Penilaian Risiko Setelah semua risiko dapat teridentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui analisa dan evaluasi risiko.Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakuakan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan. Cara Ukur : Observasi

Dokumen yang terkait

Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

13 59 174

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN METODE HAZARD IDENTIFICATION Manajemen Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Metode Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (HIRARC)Dalam Upaya Mencapai Zero Accident (Studi

1 6 15

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN METODE HAZARD IDENTIFICATION Manajemen Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Metode Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (HIRARC)Dalam Upaya Mencapai Zero Accident (Studi

0 2 13

EVALUASI KESELAMATAN KERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE HAZARDS IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL(HIRARC).

0 0 10

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 0 11

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 0 1

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 0 10

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 2 27

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

1 2 2

Analisis Risiko Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Menggunakan Pendekatan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Perkebunan Nusantara III PKS Aek Torop

0 0 21