Analisis Terhadap Dakwaan Kedua Primer.

1. Unsur atau elemen, ialah komponen yang terkecil suatu pekerjaan, misalnya memutar, menarik, menggosok,dan mengangkat. 2. Tugas atau task, ialah sekumpulan unsur yang merupakan usaha pokok yang dikerjakan karyawan dalam memproses bahan kerja menjadi hasil kerja dengan alat kerja dan dalam kondisi jabatan tertentu. 3. Pekerjaan atau job, adalah sekumpulan kedudukan yang memiliki persamaan dalam tugas-tuigas pokoknya dan berada dalam satu unit organisasi.Jabatan atau occupation adalah sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas pokok yang mempunyai persamaan, dan yang telah sesuai dengan satuan tugas organisasi. Salah satu tugas terpentingnya adalah merealisasikan anggaran yang telah ditetapkan guna melaksanakan sistem silvikultur tebang pilih tanam indonesia silvikultur namun kenyataan yang terjadi dilapangan hal ini tidak terlaksana, banyak kayu-kayu yang belum layak untuk ditebangi tetapi telah dilakukan penebangann secara serampangan, tambahan lagi kewajibannya untuk mengalokasikan dana dalam hal pembiayaan penenaman hutan kembali yang telah ditebang pun tidak berjalan sebagimana mestinya sehingga mengakibatkan dibuatnya laporan fiktif hasil cruising. Jelaskah kiranya Terdakwa Adelin Lis telah menyalahi wewenangjabatan yang dimilikinya. Jadi unsur dalam dakwaan ini telah terpenuhi

3. Analisis Terhadap Dakwaan Kedua Primer.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat 2 Jo. Pasal 78 ayat 1, ayat 14 UU Nomor : 41 Tahun 1999 Jo. UU Nomor : 19 Universitas Sumatera Utara Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor : 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Unsur-unsurnya : 1. Setiap orang 2. Yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu 3. dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Yang akan dibahas dalam dakwaan Kesatu Subsider ini hanya point 2 dan 3 oleh karena point 1 pembahasannya sama pada dakwaan sebelumnya. Ad. 2. Yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu Unsur ini adalah merupakan syarat yang harus melekat pada unsur pertama barang siapa yang artinya bahwa orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana tersebut adalah orang yang memiliki ijin atau salah satu ijin sebagaimana disebut dalam unsur kedua ini; Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan telah ternyata bahwa terdakwa ADELIN LIS adalah selaku Direktur KeuanganUmum PT. KEANGNAM DEVELOPMENT INDONESIA, dan PT. KEANGNAM DEVELOPMENT INDONESIA sendiri adalah pemegang Hak Pengusahaan Hutan HPH atau IUPHHK Universitas Sumatera Utara Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu berdasarkan Keputusan No. 805Kpts- VI99 tanggal 30 September 1990 tentang Pambaharuan Hak Pengusahaan Hutan kepada PT. KNDI dan yang masih berlaku sah hingga pada tahun 2049 untuk jangka waktu 55 tahun terhitung sejak tahun 1994, sehingga oleh karenanya unsur ini telah terbukti. Ad.3 dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan Pasal 50 ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah t er jad in ya peru ba ha n fis ik, sifat fis ik, at au ha yat in ya ya ng me nye ba bk a n hut an t erse but terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya Dalam dakwaan, Adelin Lis disebutkan sebagai Direktur KeuanganUmum PT. Keang Nam Development Indonesia KNDI. Bila kita cermati posisi Adelin Lin termasuk dalam jajaran direksi yaitu sebagai Direktur KeuanganUmum. Secara jelas juga dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah menguraikan bahwa akibat tidak direalisasikan anggaran yang telah ditetapkan guna melaksanakan sistem silvikultur tebang pilih tanam indonesia silvikultur oleh terdakwa mengakibatkan dibuatnya laporan fiktif hasil cruising. Dengan demikian jelas kalau memang telah ada kerusakan hutan yang diakibatkan operasional pemegang izin maka dapat disimpulkan telah terjadi tindak pidana kehutanan. Fakta ini dikuatkan dari keterangan : Universitas Sumatera Utara a. Saksi Ir. Umasda, mengatakan PT. KNDI tidak melaksanakan Tebang Pilih Tanam Indonesia TPTI, yang berakibat pada kelestarian hutan. b. Ahli DR. Ir. Basuki Wasis, M.Si, dosen di Fakultas Kehutanan IPB, yang mengatakan bahwa: Apabila perusahaan tidak melaksanakan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia, maka itu termasuk penebangan liar. Karena sistem TPTI sangat menentukan dalam mencegah kerusakan hutan. Ahli pernah melakukan penelitian yang diminta oleh Polda Sumut, didampingi Penyidik dan pihak PT. KNDI, dengan melihat kualitas tanah dan kawasan hutan PT. KNDI. Dari sample tanah didapat hasil telah terjadi penurunan permeabilitas tanah sebesar 9,22-16,17 cmjam dengan nilai maksimum pada hutan alam sebesar 18,38 cmjam, yang merupakan indikasi perusakan tanah, hal tersebut akan menurunkan stock air tanah yang mengakibatkan timbulnya banjir, run off, erosi dan longsor pada musin penghujan dan kekeringan pada musim kemarau.Jadi unsur yang mengakibatkan kerusakan hutan pada dakwaan ini terpenuhi Dalam pertimbangan Mahkamah Agung secara tegas menyebutkan bahwa semua unsur-unsur dari Dakwaan Kedua Primer ini telah terbukti. Hal ini tentunya menyalahkan penerapan hukum PN Medan. Dimana MA menyatakan PN Medan tidak menerapkan Pasal 185 ayat 6 huruf a,b,dan c KUHAP yakni PN Medan dalam menilai kebenaran keterangan tidak sungguh-sungguh memperhatikan: a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain b. persesuian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu. Universitas Sumatera Utara Selain itu pula terkait dakwaan kedua primer ini didapati oleh MA kesalahan penerapan hukum dalam hal salah penafsiran terhadap UU No.41 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2004, dimana dalam putusannya bahwa apabila telah ditetapkan saksi administratif dalam peraturan tersebut, maka tidak dapat lagi dikenakan sanksi pidana. Pertimbangan MA diatas dinilai penulis sangatlah relevan dan tepat sekali, dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum saja dapat terlihat bahwa terdakwa melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan secara bersama-sama. Untuk tindak pidana kehutanan pasal yang didakwakan adalah Pasal 50 ayat 2 jo pasal 78 ayat 1 dan ayat 14 UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 50 ayat 2 menegaskan setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Penjelasan ayat 2 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik, atau hayatinya, yang meyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya. Walaupun memang pasal ini memang tidak menyebutkan perbuatan yang bagaimana yang dapat didakwa dengan pasal ini, namun sejatinya berbagai ketentuan yang harus dilaksanakan oleh pemegang izin baik sebelum maupun sesudah memperoleh izin bertujuan agar praktek-praktek pengusahaan hutan tidak menyebabkan kerusakan hutan. Apabila berbagai ketentuan seperti penerapan sistem tebang pilih tidak dilakukan maka akan dikuatirkan akan menyebabkan kerusakan hutan. Universitas Sumatera Utara Bila disimak secara teliti keempat unsur perbuatan pidana yang disebut illegal logging, kita dapat melihat dengan jelas bahwa semua unsur telah terpenuhi. Adelin Lis bukan orang yang dikecualikan oleh Pasal 44, 48, 49, dan 50 KUHP. Karena itu, dia dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Unsur sengaja dapat dibuktikan dengan perbuatannya yang menebang kayu secara berencana melanggar ketentuan TPTI. Unsur melanggar izin jelas terpenuhi karena dia mengeluarkan kayu tidak berdasarkan ketentuan izin TPTI. Unsur keempat juga terpenuhi karena perbuatan menebang kayu yang belum sepantasnya ditebang jelas akan menimbulkan kerusakan hutan. Pasal 50 ayat 2 adalah untuk mengantisipasi pemegang izin untuk menerapkan praktek-praktek lestari dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar praktek pengusahaan hutan yang dilakukan tidak menyebabkan kerusakan hutan. Maka sekalipun tidak ditegaskan perbuatan apa yang dimaksudkan akan tetapi apabila secara nyata telah terjadi kerusakan hutan akibat praktek-praktek pengusahaan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka penanggungjawab pengusahaan hutan bersangkutan dapat didakwa dengan pasal ini. Selain itu perbuatan-perbuatan pemegang izin seperti melakukan penebangan secara serampangan sekalipun dilakukan di dalam areal hutan yang diizinkan juga adalah sebuah pelanggaran administratif. Sehingga paling tidak atas praktek penebangan hutan yang serampangan tersebut selain dapat dikenakan sanksi administratif, si pemegang izin juga dapat dijatuhi hukuman pidana apabila terbukti bahwa Universitas Sumatera Utara Dalam konteks kasus Adelin Lis memang sudah terbukti adanya kerusakan hutan apalagi terbukti dilakukan pelanggaran administratif berupa tidak digunakannya sistem silvikultur dan adanya praktek penebangan di luar areal Rencana Kerja Tahunan RKT. Selain itu dibebankannya PT.KNDI dalam pebuatan korupsi didasarkan pada fakta-fakta persidangan yang dihubungkan dengan keterangan saksi–saksi bahwa benar PT. KNDI telah mendapat fasilitas dari negara berupa izin pengusahaan hutan di kawasan hutan Sungai Singkuang-Sungai Natal Kabupaten Mandailing Natal sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No: 238KPTS Um51974 yang telah beberapakali diperpanjang dan terakhir diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 805KPTS-VI1999 tanggal 30 September 1999. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor : 805Kpts- IV1999, tanggal 30 September 1999, PT. Keang Nam Development Indonesia mendapatkan fasilitas dari Negara Republik Indonesia Cq. Departemen Kehutanan RI berupa Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu UPHHK seluas ± 58.590 lima puluh delapan ribu lima ratus sembilan puluh Ha yang terletak pada kelompok hutan produksi sungai Singkuang-Sungai Natal, Kec. Muara Batang Gadis, Kab. Mandailing Natal, dahulu sebelum tahun 2000 adalah Kec. Natal, Kab. Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara, diberikan jangka waktu 35 tiga puluh lima tahun, yang berlaku surut sejak tahun 1994 sd tahun 2029.

4. Analisis Terhadap Dakwaan Kedua Subsider