yang dilakukan oleh para pegawai bawahan yang melanggar peratuaran-peraturan perusahaan dan melakukan tindak pidana.
61
61
Sutan Remy Sjahdeini, op cit, hal.96
Sekalipun penerapan ajaran vikarious bagi pembenaran pembebanan pertanggungjawaban pidana kepda korporasi sudah diterima secara luas, tetpai kalangan
ahli hukum dan pera –pembuat undang-undang masih mencari-cari doktrin-doktrin lain yang lebih memuaskan agar pertanggungjawaban pidana dapat dibenarkan dibebankan
kepada korporasi. Untuk keperluan itu, telah dikembangkan beberapa doktrin atau ajaran yang selanjutnya akan kita bahas secara ringkas.
3. Doktrin Deligasi doktrine of Deligation
Doktrin deligasi merupakan salah satu alasan pemebenar untuk dapat mebebankan pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pegawai korporasi. Menurt doktrin
tersebut, alasna untuk dapat membebankan pertanggungjawaban pidana kepad korporasi adalah adanya pendelegasian wewnang dari seseorang kepada orang lain untuk
melaksanakan kewenangan yang dimilikinya,misalnya saja dalam hal ini pendelegasian wewenang dari seorang pemberi kerja, yang wewenang itu diperolehnya karena ia
mempunyai suatu izin usaha, kepada bawahannya. Pendelegasian wewenang oleh seorang pemberi kerja kepada bawahannya merupakan alasan pembenarbagi dapat
dibebankannya pertanggungjawaban pidana kepada pemberi kerja itu atas perbuatn pidana yang dilakukan oleh bawahannya itu.
Universitas Sumatera Utara
4. Doktrine Identifikasi doktrine of Identification
Dalam rangka mempertanggungjawabakan korporasi secar pidana, di Negara Anglo Saxon seperi di Inggris dikenal dengan konsep direct corporate criminal liability
atau doktrin pertanggungjawaban pidana langsung. Menurut doktrin ini, perusahaan dapat melakukan sejumlah delik secara langsung melalui orang-orang yang sangat berhubungan
erat dengan perusahaan dan dipandang sebagai perusahaan itu sendiri. Dalam keadaan yang demikian. Mereka tidak sebagi pengganti dan oleh karena itu pertanggungjawabhan
perusahaan tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. Doktrin ini dikeanl dengaan nama “The Identification doctrine”
atau doktrin identifikasi. Perundang-undangan sekarang Mengakui bahwa perbuatan dan sikap batin dari
orang tertentu berhubungan erat dengan korporasi dan dengan pengelolaan urusan korporsi, dipandang sebagai perbuatan dan sikap batin korporasi. Orang-orang tiu dapat
disebut sebagi “senior officers”dari perusahaan. Doktrin ini merupaka dasar pertanggungjawaban korporasi terhadp tindak pidana .
Oleh karena itu telah dikemukakan, bahwa perusahaan bertanggungjawab atas tindak pidan yang dilakukan oleh pejabta senior di dalam perusahaan sepanjang ia melakukan
dalam ruang lingkup kewenagna atau dalam urusan tarnsaksi perusahaan.. Perbuatandelik dan kesalahansikap batin pejabat senior dipandang sebagai sikap batin
dan perbuatan perusahaan. Unsur-unsur tindaka oidana dapat dikumpulkan dari perbuatan dan sikap batin dari beberapa pejabat senior.
Universitas Sumatera Utara
Mengutip pendapat dari Michael J.Allen mengatakan bahwa korporasi hanya
bertanggungjawab jika orang di identifikasi dengan korporasi;bertindak dalam ruang lingkup jabatannya;korporasi tidak akan bertanggungjawab atas perbuatan yang
dilakukan oleh orang itu dalam kapsitas pribadinya.the corporation will only be liabel where the person identified with it was acting within the scope of this office;it will not
liabel for acts which he did in his personal capacity Dalam menentukan apakah seseorang berindak sebagai perusahaan atau hanya
sebagai karyawan ataui agennya , harus dibedakan antara mereaka yang mewakili pikiran perusahaan dan mereka yang mewakili tangannya.
Perusahaan dalam bayak hal dapat disamakan dengan tubuh manusia. Perusahaan memiliki otak dan pusat syaraf yang mengendalaikan apa yang dilakukannya. Ia juga
memiliki tantgan yang memegang alat dan bertindak sesuaidengan arahan dari pusat syaraf itu. Beberapa orang dilingkungan perusahaan itu hanya lah karyawan dan agen
yang tidak lebih dari tangan yang melakukan pekerjaanya dan tidak dapatt dikatakan sikap batin atau kehendaka perusahaan. Pihak lain merupaka Direktur dan Manajer yang
mewakili sikap batin yang mengarahkan dan mewakili kehendak perasaan dan mengendalaikan apa yang dilakukan. Sikap batinkeadaan jiwa para manajer ini
merupajkan sikap batinkeadaan jiwa perusahaan dan diberlakukan demikian menurut undang-undang.
Oleh karena itu dalam kasus-kasus dimana undang-undang mensyaratkan kesalahan seseorang dalam pertanggungjawaban di bidang kerugianperdata, mak
kesalahan manajer dipandang sebagai kesalahan perusahaan. Demikian juga dalam
Universitas Sumatera Utara
bidang hukum pidana, mka kesalahan para direktur dan manajer itu dipandang sebagi kiesalahan perusahan itu sendiri. Oleh karena itu, untuk tujuan-tujuan hukum, pejabat
senior adalah orang-orang yang mengendalaikan perusahaan baik sendiri maupun bersama pejabat senior lainnya. Ia mewakili “sikap batin dan kehendak” perusahaan, dan
ia dibedakan dari mereka yang “semata-mata sebagai pegawai dan agen” dari perusahaan yang harus melaksanakan petunjuk-petunjuk dari pejabat senior. Pada umumnya, para
pengendali perusahaan adalaaah “para direktur dan manajer”.
62
4. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab. Sehubungan dengan masalah pidana dan pemidanaan, apa dan bagaimana pidana
dan pemidanaan yang tepat dan dapat dijatuhkan terhadap korporasi, Sudarto
menyatakan bahwa dengan diterimanya korporasi sebagai sebjek hukum pidana, maka pidana yang dapat ditepkan tetap akan mengingat sifat korporasi.
Mengenai kepada siapa pembebanan pertanggungjawaban pidana korporasi telah disebutkan kiranya pada beb terdahulu Berkenaan dengan pembebanan ini terdapat 3
tiga sistem yaitu :
5. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggungjawab. 6. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagiai pembuat dan juga sebagai yang
bertanggungjawab.
Ad.1.
Dalam KUHP dikenal bahwa subjek tindak pidana yang dikenal adalah manusia. Apabila dalam hal pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang
62
Dwidja priyatno, op cit, hal.89
Universitas Sumatera Utara
bertanggungjawab , kepada penguirus dibebankan kewajiban-kewajiban tertentu. Kewajiban yang dibebankan itu sebenarnya adalah kewajiban dari korporasi. Pengurus
yang tidak memenuhi kewajiban itu out diancam dengan pidana. Dasar pemikirannya adalah bahwa korporasi itu sendiri tidak dapt dipertanggungjawabkan terhadap suatu
pelanggaran, melainkan penguruslah yang melakukan delik itu. Dan karenanya
penguruslah yang diancam pidana dan dipidana.
Didalam KUHP, sebagai contoh dapat dikemukakan Pasal 169 KUHP ; turut serta dalam perkumpulan yang terlarang, Pasal 398 KUHP dan Pasal 399 KUHP ; tindak
pidana yang menyangkut pengurus atau komisaris perseroan terbatas dan sebaginya yang
dalam keadaan pailit merugikan perseroannya.
Pada Pasal 392 KUHP, yang dapat dipertanggungjawabkan dan dipidana pengusapenguruskomisaris dan bukan korporasinya.
Pasal 392 KUHP ,berbunyi : “Seorang pengusaha, seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai
andil Indonesia atau koperasi yang dengan sengaja mengumumkan keadaan atau neraca yang tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”
Ad.2.
Dalam model korporasi sebagi pembuat dan pengurus yang bertanggungjawab, mak ditegaskan bahwa korporasi mungkin sebagai pembuat. Pengurus ditunjuk sebagai
yang bertanggungjawab yang dipandang dilakukajnoleh korporasi adalah apa yang dilakukanoleh alat perlengkapan korporasi menurut wewenang berdasarkan anggaran
Universitas Sumatera Utara
dasrnya. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang tertentu sebagai pengurus dari badan hukum tersebut.Sifat dari
perbuatan itu adalah “onpersoonlijk”. Oarang yang memimpin korporasi bertanggungjawab pidana, terlepas dari apakah ia tahu ataukah tidak tentang
dilakukannya perbuatan itu. Ad.3.
Dalam model ini, korporasi sebagi pembuat dan juga sebagi yang bertanggungjawab motivasinya adalah dengan memperhatikan perkembangan korporasi
itu sendiri,myaitu bahwa untuk delik tertentu, ditetapkannya pengurus saja yang dapat dipidana ternyata tidak cukup. Dipidananya pengurus tidak memberikan jaminan yang
cukup bahwa korporasi tidak sekali lagi melakukan perbuatan yang telah dilarang oleh undang-undang itu. Ternyata dipidananya pengurus tidak ahanya cukup untuk
mengadakan repressi terhadap dselik-delik yang dilakukan oleh atau dengan suatu korporasi. Karenanya diperlukan pula untuk dimungkinkan menidana korporasi, dan
pengurus atau pengurus saja. Pendapat-pendapat yang menyetujui tanggung akibat pidana dari korporsi, dapat dikemukakan sebagi berikut :
1. Tanpa tanggung akibat pidana dari korporsi, mak akan terdapat kekosongan
pemidanaan jika korporasi adalah pemilik atau pemegang izin. 2.
Jelas, bahwa korporasi adalah pelaku fungsional dan menerima keuntungan dari berbagai kegiatan termasuk yangt bersifat pidana.
3. Pertimbangan praktis :
Universitas Sumatera Utara
a. Tidak mudah untuk menelusuri garis perintah dalam hal terjadi kejahatan dalam korporasi.
b. Pidana terhadap pengurus korporasi tidak mempengaruhi perbuatan korporasi. 4. Selaras dengan perkembangan dalam hukum perdata.
63
a Yang satu-satunya ancaman pidananya yang bisa dikenakan kepada orang biasa. Selajutnya dalam teori, korporasi dapat melakukan tindak pidana apa saja, tetapi
ada pembatasannya. Tindak-tindak pidana yang tidak bisa dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana:
b Yang hanya bisa dilakukan oleh orang biasa, misalnya bigami dan perkosaan. Tentang hal ini Arief menyatakan meski padasasnya korporsi bisa
dipertanggungjawabkan sama dengan orang pribadi, namun ada beberapa pengecualiannya yaitu;
a Dalam perkara-perkara yang menuntut kodratnya tidak dapat dilakukan oleh korporasi, misalnya bigami, pemerkosaan, sumpah palsu, serta
b Dalam perkara yang satu-satunya pidana yang dapat dikenakan tidak mungkin dikenakan pada korporasi, misalnya pidana penjara atu pidana mati.
Mengingat KUHP menganut sistem dua jalur double track sistem dalam pemidanan, dalam arti disamping pidana dapat pula dikenalkan berbagai tindakan kepada
pelaku, maka sistem ini dapat pula diterapkan dalam pertanggungjawaban korporasi sebagai pelaku tindak pidana. Sesuai motif-motif kejahatan korporasi, saksi yang bersifat
63
Dwidja Priyatno, op cit, hal.53-57.
Universitas Sumatera Utara
ekonomis dan administratuif tanpaknya lebih sesuai diterapkan dalam pertanggungjawaban korporasi sebagai pelaku tindak pidana.Dengan demikian
,disamping pidana denda, korporasi dapat pula dijatuhi: a pidana tambahan seperti penutupan sebagian atau seluruh perusahaan, pengumuman
putusan hakim, perampasan barang-barang tidak tetap, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, atau
b tindakan tata tertib penempatan perusahaan dibawah pengampuan atau pengawasan, kewajiban membayar uang jaminan dan kewajiban membayar sejumlah uang
sebagai pencabutan keuntungan.
Tentang hal ini Suprapto menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan
kepada perusahaan korporasi adalah; a.
penutupan seluruhnya atau sebagian perusahan siterhukum untuk waktu tertentu. b.
Pencabutan seluruh atau sebagian fasilitas tertentu yang telah atau dapat diperolehnya dari pemerintah oleh perusahaan selama waktu tertentu, dan
c. Penempatan perusahaan dibawah pengampuan selama waktu tertentu.
64
Sehubungan dengan sanksi yang dapat dikenakan terhadap korporasi Andi Hamzah menyatakan bahwa untuk sekarang ini terbuka kemungkinan untuk menuntut
pidana kepada korporasi yang merusak lingkungan hidup termasuk tindak pidana kehutanan. Begitupula pencabutan izin, lisensi, dan sebagainya oleh pemerintah daerah.
Patut pula diingat bahwa korporasi itu tidak mungkin dipidana badan, oleh karena itu jika ditentukan bahwa tindak pidana tertentu dapat dilakukan oleh korporasi, maka tindak
64
H.setiyono, op cit, hal.150-152
Universitas Sumatera Utara
pidana itu harus diancam dengan pidana alternatif yang berupa pidana denda. Apabila korporasi dapat dipertanggungjawabkan untuk seluruh macam tindak pidana maka
seluruh rumusan tindak pidana di dalam KUHP harus ada anacaman pidana alternatif denda seperti halnya dengan W.v.S Belanda sekarang ini.
Mengingat peranan korporasi sebagai pemberi kerja, maka penerapan saksi khususnya penutupan perusahaan terhadap korporasi harus dipertimbangkan denga
cermat dan hati-hati. Hal ini sesuai dengan pendapat Muladi bahwa dampak pemberian sanksi tehadap korporasi dapat menimpa pada orang-orang yang tidak berdosa, seperti
buruh, konsumen, pemegang saham, dan sebagainya. Sebaliknya, apabila tindak pidana yang dilakukan sangat berat, mak diberbagi negara dipertimbangkan untuk menerapkan
pengumuman keputusan hakim adverse publicity sebagi sanksi atas biaya korporasi, sebab dampak yang ingin dicapai tidak hanya yang mempunyai finansial impact, tetapi
juga non financial impacts
65
1. Korporasi mencakup baik badan hukum legal entity maupun non badan hukum
seperti organisasi dan sebagainya.
Kemudian, Muladi mengemukakan bahwa berkaitan dengan pertanggungjawaban
pidana korporasi dengan memperhatikan dasar pengalaman pengaturan hukum positip serta pemikiran yang berkembang maupun kecenderungan internasional, maka
pertanggungjawaban korporasi dalam halm tindal pidana lingkungan dalam hal ini juga terkait masalah kehutanan, maka pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana
lingkunagn hendaknya memperhatikan hal-hal:
65
Ibid hal.154
Universitas Sumatera Utara
2. korporasi dapat bersifat privat privat juridical entity dan dapat pula bersifat publik
public entity 3.
Apabila diidentifikkasikan bahwa tindak pidana lenghkungan dilakukan dalam bentuk organisasioanl, malka orang alami manager,agents,employees dan
korporasi dapat dipidana bauk sendiri-sendir maupun bersama-sama be punishment privision
4. Terdapat kesalahan manajemen Main korporasi dan terjadi apa yang dinamakan
brech of a statutory or regulatory provision. 5.
Pertanggungjawaban bandan hukum dilakukan terlepas dari apakah orang-orang yang bertanggungjawab di dalam badan hukum tersebut berhasil diidentifikasi,
dituntut, dan dipidana 6.
Segala sanksi pidana dan tindakan pada dasarnya dapt dikenakan pada korporasi, kecuali pidana mati dan pidana penjara. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa Amerika
Serikat mulai dikenal apa yang dinamakan corporate death penalty dan corporate imprisionment
yang mengandung pengertian larangan suatu korporasi untuk berusaha dibidang- bidang usaha tertentu dan pembatasan-pembatasan lain terhadp
langkah-langkah korporasi dalam berusaha. 7.
Penerapan sanksi pidana terhadp korporasi tidak menghapus kesalahan perorangan.. 8.
Pemidanaan terhadap korporasi hendaknya memperhatikan kedudukan korporasi untuk mengendaliakn perusahaan, melalui kebijakan pengurus atau para pengurus
corporate executive officers yang memilikimkekuasaan untuk memutuskan
Universitas Sumatera Utara
power of decision dan keputusan tersebut telah diterima accepted oleh korporasi
tersebut.
66
Pertanggungjawaban pidana korporasi, dapat didasarkan kepada hal-hal: 1.
Atas dasar falsafah intergralistik, yakni segala sesuatu hendaknya diukur atas dasar keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kepentingan individu dan
kepentingann sosial; 2.
Atas dasar asas kekeluargaan dalam pasal 33 UUD 1945; 3.
Untuk memberantas anomie of succes kesuksesan tanpa aturan; 4.
Untuk perlindungan konsumen; 5.
Untuk kemajuan teknologi Badan hukum yang mempunyai kesalahan, harus menanggungnya dengan
kekayaan, dan selanjutnya adanya pengetahuan bersama dari sebagian anggota dapat dianggap sebagai kesengajaan badan hukum itu. Kesengajaan bersyarat dan kesalahan
ringan setiap orang yang bertindak untuk korporasi itu jika dikumpulkan akan dapat ,merupakan kesalahan besar dari korporasi itu sendiri
67
1. Dalam menilai pertanggungjawaban pidana terhadao korporasi, ternyata alasan-
alasan penghapus kesalahan alasan pemaaf tetap berlaku terhadap korporasi, .
Sebagaimana halnya orang, badan hukum atau korporasi dapat mempunyai dasar untuk menghapuskan pidana, sebagai konsekuensi diterimanaya asas kesalahan pada
korporasi.Pemahaman tentang hal ini dapat dikemukakn sebagi berikut:
66
Alvi Syahrin,Bebarapa Isi Hukum lingkungan Kepidanaan,2009,Penerbit PT Sofmedia,hal.40
67
Ibid,hal.41
Universitas Sumatera Utara
dengan mendasrakan pada ketiadaan semua kesalahan afwezigheid van alle schuld.
2. Alasan-alasan pemaaf lain, seperti daya paksa overmacht tidak selalu bisa
diambilkan dari alasan pemaaf natuurlijke persoon yang bertidak untuk dan atas nama korporasi.
3. Alasan pemaaf yang berupa ketidakmampuan bertanggungjawab yang diatur dalam
Pasal 44 KUHP dan pembelaan terpaksa darurat yang melampaui batas sebagiman diatur dalam Pasal 49 ayat2 KUHP tidak bisa dimbil alih sebagai alasan pemaaf
korporasi, karena kedua jenis alasan pemaaf korporasi, karena kedua jenis alasan pemaaf ini mensyaratkan keadaan jiwa tertentu, yang mutlak hanya dapat terjadi
pada diri manusia.
68
Berdasarkan pada apa yang telah diuraikan diatas teranglah kiranya mengenai bagaimana dan sejauh mana pertanggungjawaban korporasi terkait masalah ilegal logging
yang dikatkan dengan undang-undang No.41 Tahun 1999. Dimana melalui rumusan Pasal 78 dapat diketahui siapa yang menjadi pelaku tindak pidana di bidang
Kehutanan,yakni “setiap orang”. Setiap orang dalam ketentuan pasal ini menunjuk pada perorangan, koperasi, badan hukum milik swasta, maupun badan hukum milik negara
atau pun badan hukum milik daerah termasuk dalam ketentun ini “korporasi”. Terkait Pemebebanan pertanggungjawaban pada korporsi ini dapat dilakukan
bilama korporsi yang bersangkutam tidak mempunyai izin dalam usaha dan pemanfaatan hasil hutan, maupun terhadap korporasi yang telah memiliki izin dari pejabat yang
68
H.Setiyono, op cit, hal.159.
Universitas Sumatera Utara
berwenang namun dalam pelaksanaan kegiatannya menyalahi ketentuan dari perundang- undangan maupun melampaui dari izin yang diberikan.
Yang terpenting yang perlu diingat dalam hal ini bahwa dampak yang ingin dicapai dalam pemeberian saksi terhadap korporasi tersebut tidak hanya memepunyai
finansial impact. Karena itu dapat dikemukakan bahwa pidana mati, pidana kurungan tidak dapat dijatuhkan pada korporasi. Sanksi yang dapat djatuhkan pada korporasi
adalah pidana denda, pidana tambahan, tindakan tata tertib, tindakan administratif dan sanksi keperdataan berupa ganti kerugian
69
. Tambahan lagi, mengenai korporasi publik dapat dipertanggungjawabkan pidana
apabila korporsi publik tersebut terlibat dalam percaturan perekonomian atau telah terjadi privatisasi tugas-tugas dari penguasa. Sedangkan apabila korporasi publik melakukan
tugasnya sebagai penguasan maka korporasi publik tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.
69
H.Setiyono, op cit, hal.160.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KAJIAN HUKUM PIDANA DALAM HAL PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
KORPORASI TERHADAP PRAKTEK ILEGAL LOGGING PEMBALAKAN LIAR YANG DILAKUKAN OLEH ADELIN LIS DIREKSI KEUANGAN
PT.KEANG NAM DEVELOPMENT
A. POSISI KASUS 1. Kronologis
Terdakwa dalam kasus ini adalah Adelin Lis selaku Direktur Keuangan Umum PT. Keang Nam Development Indonesia yang diangkat dalam Rapat Umum Pemegang
Saham RUPS sesuai dengan Akta Notaris Nomor 53 Tanggal 10 Oktober 1994 di hadapan Djaidir, SH Notaris di Medan.
Adelin Lis didakwa oleh JPU telah melakukan tindak pidana korupsi dan illegal logging pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal Madina, Sumatera Utara dan
oleh karenanya Adelin Lis dituntut JPU dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan penjara.
Tuntutan JPU ini didasarkan pada pelanggaran yang dilakukan oleh PT.KNDI dibawah pimpinan Adelin Lis terhadap Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :
238KPKI UM 51974 Tanggal 12 Mei 1974 yang telah beberapa kali diperpanjang dan terakhir diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 805KPTS –
VI99 Tanggal 30 September 1999 tentang Pembaharuan hak Pengusahaan Hutan Kepada PT. Keang Nam Development Indonesia di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara
yang mana mendapat fasilitas dari negara berupa izin pengusahaan hutan sekarang Izin
Universitas Sumatera Utara