25
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Susu Kuda dengan Susu hewan Ternak Lain
dan Susu Ibu persen
No Jenis Susu
Total Solid
Lemak Protein
Kasein Protein
Whey Laktosa
1 Manusia ibu
12,4 3,8
0,4 0,6
7,0 2.
Sapi 12,7
3,7 2,8
0,6 4,3
3. Kambing
13,2 4,5
2,5 0,4
4,1 4.
Domba 19,3
7,4 4,6
0,9 4,8
5. Kuda
11,2 1,9
1,3 1,2
6,2
Sumbe r : Morel 2003
2.2 Susu Kuda Sumbawa
Susu kuda Sumbawa merupakan susu dari kuda yang dipelihara secara ekstensif liar di Pulau Sumbawa, anatara lain di desa Saneo, Kabupaten Dompu,
dan desa Palama, Kabupaten Bima. Supriati 1998 yang melakukan penelitian mengenai susu kuda Sumbawa menemukan bahwa kandungan gizi susu kuda
Sumbawa per 100 gram adalah 1,3 gram protein, 2,0 gram lemak, 114 mg kalsium, 135 mglt vitamin C, 0,64 mg zat besi, serta 690 mglt provitamin A
karoten. Sudarwanto et al 1998 dan Hermawati et al 2003 menganalisis komposisi susu kuda Sumbawa dan susu kuda pacu seperti yang terlihat dalam
tabel 3.
Tabel 3. Komposisi dan Sifat Susu Kuda Sumbawa dan Susu Kuda Pacu Komposisi
Susu Kuda Sumbawa Susu Kuda Pacu
Berat Jenis 1,0235
- Kadar Lemak persen
1,68 2,0
Kadar Protein persen 2,26
1,70 Kadar Laktosa persen
4,31 5,80
Bahan kering tanpa
lemak persen
8,75 8,40
Kadar abu persen 0,41
1,15 TPC
3,81 X 10
7
- pH
2,73 – 4,28
7,00 Antimikroba mm
14 – 23
12,4 – 13,37
Sumber : Sudarwanto et al 1998 dan Hermawat i et al 2003
26 Tabel 3 memperlihatkan perbandingan komposisi susu k uda Sumbawa dan
susu kuda pacu. Dari tabel 3 terlihat bahwa susu kuda Sumbawa memiliki beberapa kelebihan antara lain kadar lemak yang lebih rendah, kadar protein yang
lebih tinggi, dan kadar anti mikroba yang jauh lebih tinggi dibandingkan susu kuda pacu. Secara organoleptik, susu kuda Sumbawa berwarna putih, aroma khas,
rasa asam, dan konsistensi encer. Susu kuda Sumbawa mengalami autofermentasi sehingga pHnya rendah
dan membuat rasanya sangat asam Sudarwanto et al, 1998. Proses fermentasi umumnya terjadi karena adanya asam laktat yang mengubah laktosa menjadi oleh
asam laktat. Salah satu keunggulan susu kuda adalah lebih mudah dicerna oleh usus manusia karena laktosa susu kuda mengandung dua molekul gula, yaitu satu
molekul galaktosa dan satu molekul glukosa, dan galaktosa mudah diubah
menjadi glukosa Morel, 2003. 2.3 Peternakan Organik
2.3.1 Definisi Pangan Organik dan Te rnak Organik
Pangan organik adalah pangan berkaitan dengan cara-cara produksi pertanian organik. Suatu bahan pangan disebut sebagai pangan organik hanya
apabila pangan tersebut berasal dari suatu lahan pertanian organik. Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang menerapkan praktik-praktik
pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan OKPO, 2007.
Pertanian organik juga melakukan pengendalian gulma serta hama dan penyakit melalui berbagai cara seperti daur ulang residu tumbuhan dan ternak,
seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan pengairan, pengolahan lahan dan penanaman, serta penggunaan bahan-bahan hayati. Kesuburan tanah dijaga dan
ditingkatkan melalui suatu sistem yang mengoptimalkan aktivitas biologis tanah, keadaan fisik, serta keadaan mineral tanah yang bertujuan untuk menyediakan
suplai nutrisi yang seimbang bagi kehidupan tumbuhan dan ternak serta untuk menjaga sumberdaya tanah.
Produksi pada pertanian organik harus berkesinambungan dengan menempatkan daur ulang nutrisi tumbuhan sebagai bagian penting dari strategi
penyuburan tanah. Manajemen hama dan penyakit dilakukan dengan merangsang
27 adanya hubungan yang seimbang antara inang atau predator, peningkatan populasi
serangga yang menguntungkan, pengendalian biologis dan kultural, serta pembuangan secara mekanis pada hama maupun bagian tumbuhan yang
terinfeksi. Sedangkan peternakan organik merupakan pengelolaan peternakan
berdasarkan prinsip pertanian organik. Dasar budidaya ternak organik adalah pengembangan hubungan secara harmonis antara lahan, tumbuhan, ternak, serta
penghargaan terhadap kebutuhan fisiologis da n kebiasaan hidup ternak. Hal ini dipenuhi melalui kombinasi antara penyediaan pakan yang ditumbuhkan secara
organik yang berkualitas baik, kepadatan populasi ternak yang cukup, sistem budidaya ternak yang sesuai dengan tuntutan kebiasaan hidupnya. Hal tersebut
juga dipenuhi dengan menerapkan cara-cara pengelolaan ternak yang dapat mengurangi stres,mendorong kesejahteraan serta kesehatan ternak, pencegahan
penyakit, serta usaha penghindaran penggunaan obat hewan kolompok sediaan farmasetika atau jenis kemoterapetika termasuk antibiotika.
2.3.2 Pedoman Teknis Peternakan Organik
Berikut ini adalah pedoman teknis peternakan organik menurut Otoritas Kompeten Pangan Organik tahun 2007:
1. Lahan dan Penyiapan Lahan, Kandang, Bangunan kantor dan Tenaga kerja a. Unit usaha atau peternak harus memiliki catatan riwayat penggunaan lahan
minimal dua tahun sebelum lahan tersebut diperuntukan untuk sistem peternakan organik, kecuali bagi lahan yang ada dihutan bebas, bekas
hutan, dan lahan bukaan baru. b. Unit usaha atau peternak mempunyai peta lokasi lahan yang berbatasan
dengan lahan yang akan digunakan untuk peternakan organik. c. Lahan bekas peternakan bukan organik harus mengalami periode konversi
paling sedikit dua tahun sebelum penebaran ternak. Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan
secara bertahap. Areal yang dalam proses konversi dan areal yang telah dikonversi untuk produksi ternak organik tidak boleh diubah kembali
28 seperti semula atau sebaliknya antara metode produksi te rnak organik dan
konvensional. d. Tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran, termasuk pembakaran
sampah. e. Kandang pemeliharaan ternak harus ditata supaya aliran air, saluran
pembuangan limbah tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan penyakit.
f. Kandang isolasi diletakan paling belakang dan terpisah dari kandang lainnya untuk menghindari penularan penyakit melalui udara, air,
peralatan dan petugas kandang. g. Bangunan kantor dan tempat tinggal karyawan harus terpisah dari areal
perkandangan dan dipagar. h. Tenaga kerja yang dipekerjakan hendaknya berbadan sehat dan mendapat
pelatihan teknis budidaya ternak dan penanganan panen, pasca panen, distribusi dan pemasaran hasil peternakan organik.
2. Bibit ternak a. Bibit ternak berasal dari ternak yang dipelihara secara organik atau sesuai
dengan cara -cara yang sesuai dengan SNI . b. Tidak menggunakan bibit ternak yang berasal dari hasil rekayasa genetika
yang dibuktikan dengan sertifikat . c. Dalam hal tidak tersedia bibit seperti yang disyaratkan tersebut maka pada
tahap awal dapat menggunakan bibit tanpa perlakuan. 3. Sumber Air
a. Air yang digunakan berasal dari sumber mata air yang langsung atau dari sumber lain yang memenuhi standar air yang dibenarkan oleh SNI.
Terdapat catatan hasil uji air dalam periode tertentu. b. Air yang tidak berasal dari mata air langsung harus telah mengalami
perlakuan untuk mengurangi cemaran sehingga memenuhi persyaratan baku dan terdokumentasi.
c. Tidak dizinkan mengeksploitasi air secara berlebihan dan menurunkan sumberdaya air.
29 4. Manajemen Kesuburan Tanah
a. Kesuburan dan aktivitas biologis tanah harus dipelihara atau ditingkatkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam SNI No 01-6729-
2006. b. Tidak menggunakan kotoran manusia.
5. Pencegahan Penyakit dan Pemeliharaan Ternak a. Meminimalkan stres, mencegah terjadinya penyakit, tidak menggunakan
obat kimia untuk pencegahan dan pengobatan penyakit, tidak menggunakan hormon pemacu pertumbuhan, tidak menggunakan pakan
ternak yang mengandung obat kimia dan hormon pemacu pertumbuhan sintetis, menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan, serta tidak
menggunakan pestisida, herbisida, dan produk hasil rekayasa genetika. b. Tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma.
c. Menerapkan sistem pengendalian penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan kerugian akibat penyakit.
d. Memelihara ternak secara ekstensif pada lahan organik. Ternak yang dipelihara bukan secara ekstensif harus mempertahankan kebersihan
kandang, ternak, peralatan dan orang yang menangani ternak serta kesehatan ternak dan orang yang menangani ternak.
e. Memelihara spesies ternak yang dapat hidup pada pola organik. f. Untuk menangani ternak yang sedang sakit dapat diberikan tindakan
fisioterapi, akupuntur, probiotik, dan herbal organik. Dalam keadaan terpaksa dapat menggunakan obat obat kimia seperti antibiotik,obat cacing
dan lain lain harus memperhatikan dosis, cara pemberian, waktu henti obat dan dalam pengawasan dokter hewan.
g. Ternak yang sedang sakit dan dalam proses pengobatan dipelihara secara terpisah dari ternak yang sehat dan dibawah pengawasan dokter hewan.
Kotoran dan air kencing hewan yang sakit tidak boleh mencemari lingkungan lahan organik.
h. Hama, penyakit dan gulma dilingkungan lahan harus dikendalikan dengan cara pemilihan spesies dan varietas yang sesuai, perlindungan musuh
alami hama penyakit dan gulma melalui penyediaan habitat yang cocok
30 seperti pembuatan pagar hidup dan tempat sarang, zona penyangga
ekologi, ekosistem yang beragam, hal ini akan bervariasi antar daerah. Sebagai contoh, zona penyangga untuk mengendalikan erosi, agroforestry,
merotasikan tanaman dan sebagainya; penyiapan biodinamik dari stone meal, kotoran ternak atau tanaman; Penggunaan mulsa disebarkan diatas
permukaan tanah secara rapat dapat menghindari kerusakan permukaan tanah dari terpaan hujan.
i. Jika terdapat kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana tindakan pencegahan di atas tidak efektif, maka
dapat digunakan bahan lain sebagaimana dicantumkan dalam Lampiran pada SNI.
6. Pakan Ternak a. Menggunakan bahan baku pakan ternak organik, tidak menggunakan
bahan baku yang berasal dari rekayasa genetik. b. Susu yang diminum oleh ternak muda harus berasal dari susu induk
organik c. Ternak yang dipelihara secara ekstensif dan intensif atau semi intensif
harus mengkonsumsi pakan dari lahan organik. d. Air minum yang digunakan untuk minum, membersihkan ternak dan
lingkungan harus berasal dari air organik. e. Bahan pakan tambahan seperti mineral dan vitamin diperoleh secara alami
dan berasal dari sumber sumber organik dan dalam proses produksinya tidak menggunakan pelarut kimia.
f. Probiotik, enzim dan mikroorganisme diperbolehkan untuk digunakan. 7. Penanganan Panen, Pasca Panen, Penyimpanan, Transportasi dan Pemasaran
a. Pencucian peralatan,ternak produk ternak organik segar dilakukan denga menggunakan air standar baku yang diizinkan untuk sistem pangan
organik. b. Tidak mencampur produk organik dengan produk non- organik dalam
penanganan pasca panen termasuk dalam pengolahan, penyimpanan dan transportasi dan pemasaran.
31 c. Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dalam proses penanganan pasca
panen, penyimpanan, dan pengangkutan. d. Peralatan pada waktu dan pasca panen harus bebas dari kontaminasi bahan
kimia sintetis. e. Tidak menggunakan bahan pembungkus yang menimbulkan kontaminasi
produk. f. Dalam pengemasan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang atau
digunakan kembali atau menggunakan bahan yang mudah mengalami dekomposisi. Menggunakan kemasan untuk makanan organik.
g. Selalu menjaga
integritas produk organik selama penanganan,
penyimpanan dan transportasi serta dalam pemasaran. 8. Dokumentasi dan Rekaman
a. Untuk setiap butir yang relevan perlu tersedi a ”Standar Prosedur
Operasional ” SPO yang terdokumentasikan.
b. Setiap butir yang relevan harus terdapat catatan, rekaman, atau dokumentasinya untuk membuktikan pemenuhan terhadap standar ini.
2.4 Susu Organik