32 dan antioksidan lutein dan zeaxanthine dua sampai tiga kali lebih banyak
dibandingkan susu non-organik. University of Aberdeen dan Institute of Grassland and Environmental Research menemukan jumlah asam lemak esensial
omega-3 lebih tinggi dalam susu organik. Meminum 568 mililiter susu sehari telah mencukupi 17,5 persen kebutuhan vitamin E bagi perempuan dan 14 persen
bagi laki- laki, dan mendapatkan beta karotin sama banyaknya dengan beta karotin dari satu porsi sayuran.
Buah dan sayuran adalah sumber utama asupan antioksidan tetapi penelitian ini menunjukkan susu organik bisa menjadi sumber tambahan
antioksidan dan vitamin lainnya yang sangat bermanfaat. Manfaat susu organik berasal dari makanan sapi yang alami, berdasarkan ketentuan standar organik di
Eropa. Sementara itu, sapi non-organik mendapatkan makanan kaya konsentrat yang lebih murah untuk meningkatkan jumlah produksi susu. Selain itu, peternak
sapi non-organik boleh menggunakan makanan yang berasal dari tanaman transgenik, tanaman yang dipupuk dengan urea, larutan dari sisa makanan, yang
terlarang bagi peternak sapi organik.
2.5 Usaha Mikro dan Kecil UMK
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, kriteria usaha mikro adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00
lima puluh juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha mikro memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 lima puluh juta
rupiah sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memilik i
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 dua milyar lima
ratus juta rupiah. UMK merupakan bagian dari makro ekonomi. UMK mempunyai andil
besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. UMK juga menjadi motor pertumbuhan ekonomi di
33 masa depan. Pada saat krisis global UMK masih dapat terus bertahan. Hasil
Sensus Ekonomi 2006 mencatat sebanyak 22,5 juta UMK. Tenaga kerja yang terserap sebanyak 43,9 juta orang. Menariknya, UMK yang bergerak dilapangan
usaha perdagangan besar dan eceran masih mendominasi UMK di tanah air 45,42 persen. UMK jenis ini menyerap tenaga kerja 17,4 juta orang atau 39,60 perse n
dari total pekerja UMK . Dalam pengembangannya UMK mengalami beberapa kendala. Secara
nasional terdapat 48,5 persen UMK mengalami kesulitan dalam menggerakkan perusahaan atau usahanya. Terdapat beberapa penyebab kesulitan UMK
diantaranya terbatasnya bahan baku atau barang dagangan, pemasaran, permodalan, BBM atau energi, transportasi, keterampilan tenaga kerja, upah
buruh, dan lainnya. Berikut tabel 4 yang menjelaskan beberapa kendala pengembangan UMK di Indonesia
Tabel 4. Kendala Pengembangan UMK di Indonesia Jenis
Banyaknya Persentase
Kendala Usaha
persen
Modal 3.899.264
35,7 Pemasaran
3.795.953 34,8
Bahan Baku 1.173.911
10,8 BBM Energi
444.340 4,1
Transportasi 303.327
2,8 Keterampilan
133.329 1,2
Upah Buruh 95.128
0,8 Lainnya
1.073.802 9,8
Sumber : BPS RI, 2006
Tabel 4 menunjukkan bahwa kendala utama pengembangan UMK di Indonesia adalah kesulitan modal yaitu sebesar 35,7 persen. Namun, sebagian
besar UMK tidak hanya mengalami kesulitan modal tapi juga mengalami kesulitan pemasaran yaitu sebesar 34,8 persen. Artinya, fokus utama kebijakan
pemerintah maupun pengusaha diharapkan bukan hanya pemberian modal tetapi juga memperhatikan aspek pemasaran UMK. Kesulitan modal dan pemasaran
34 sebagian besar dialami oleh lapangan usaha penyediaan makan minum, dengan
42,2 persen kesulitan modal dan 37,3 persen kesulitan pemasaran. Sebagian UMK menggerakkan usahanya dengan modal milik sendiri.
Hanya 16 persen UMK yang melakukan pinjaman dari pihak lain, seperti yang terlihat pada Gambar 2
Gambar 2. Sumber Modal UMK
Su mber : BPS RI, 2006
UMK yang meminjam modal dari pihak lain, sebagian besar meminjam pada teman, rentenir, pemberi modal di luar kerabat, dan lainnya yang sifatnya
perorangan. Sebanyak 47,7 persen UMK di Indonesia belum memiliki rencana pengembangan atau memperluas usahanya setahun akan datang. Mengembangkan
atau memperluas usaha yang dimaksud adalah rencana memperluas tempat usaha, membuka cabang, meningkatkan keahlian, dan sebagainya. UMK yang tidak
memiliki rencana pengembangan usaha tersebut dikarenakan bukan hanya masalah modal, namun juga masalah pemasaran. Hal tersebut terlihat pada 50,2
persen UMK tidak memiliki rencana karena kesulitan modal, menyusul 24,2 persen karena kendala pemasaran Tabel 4. Kendala tersebut sebenarnya dapat
diatasi dengan menjalin kemitraan dengan usaha lain, namun persentase UMK yang menjalin kemitraan dengan usaha lain hanya 9,1 persen dari total UMK di
Indonesia. Sebagian besar UMK tersebut menjalin kemitraan atau kerja sama dalam hal pengadaan bahan baku yaitu sebesar 55,8 persen, sedangkan hubungan
kemitraan dalam hal bimbingan usaha masih kurang dilakukan, yaitu baru 4,4 persen saja.
84 16
Milik Sendiri Dari Pihak Lain
35
2.6 Penelitian Terdahulu