Teori Kesantunan Brown dan Levinson

3. Teori Kesantunan Brown dan Levinson

Teori kesantunan Brown dan Levinson 1987 dalam Agus Rinto Basuki, 2002:31-32, kesantunan lebih dikenal dengan nosi ’penyelamatan muka’ face saving. Terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Skala-skala tersebut ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural. Ketiga skala tersebut selengkapnya sebagai berikut : 1 skala jarak sosial antara penutur dengan mitra tutur, 2 skala status sosial antara penutur dengan mitra tutur, dan 3 skala peringkat tindak tutur. Skala jarak sosial banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Parameter perbedaan umur didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunannya semakin tinggi. Sebaliknya yang berusia muda cenderung memiliki kesantunan yang lebih rendah. Parameter jenis kelamin mengisyaratkan bahwa seorang wanita memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan pria. Hal yang demikian terjadi karena budaya, bahwa pria lebih mempunyai kekuasaan dibanding wanita, sehingga wanita cenderung bersikap hormat. Parameter latar belakang sosiokultural juga berperan dalam menentukan peringkat kesantunan. Orang yang memiliki jabatan lebih tinggi, akan memiliki kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki jabatan Kunjana Rahardi, 2000 dalam Agus Rinto Basuki, 2002:31-32. Skala status sosial antara penutur dan mitra tutur didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dengan mitra tutur. Seorang Lurah memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang RT. Sejalan dengan itu seorang Guru memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang murid. Skala peringkat tindak tutur didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lainnya. Contohya apabila kita waktu tengah malam bertamu ke rumah seseorang hanya untuk mengobrol atau tidak ada kepentingan yang mendesak. Tindakan tersebut akan dikatakan sebagai tindakan yang tidak tahu sopan santun, bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat itu setidaknya dalam masyarakat Indonesia yang menganut budaya timur.

F. Praanggapan, Implikatur dan Inferensi