Tindak Tutur Memarahi Bentuk Tindak Tutur Direktif dalam Pertunjukkan Wayang Dewaruci oleh Dalang Ki Manteb Soedharsono

B : Babu Kunthi, yen ora kleru sing paring piwulang laku bekti karo guru rak ya babu Kunthi. Ya gene kenapa saiki kowe mambengi? ’Ibu Kunthi, kalau tidak salah yang mengajarkan patuh pada guru kan juga ibu Kunthi. Mengapa sekarang kamu menghalangi?’ 32 Tuturan tersebut terjadi antara Kunthi dan Bratasena. Sebagai seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tidak akan rela melihat anaknya celaka. Kunthi menegur Bratasena agar tidak terlalu larut dalam ilmunya, apalagi Durna itu bukan guru ilmu melainkan gurunya orang perang. Teguran tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan MT bahwa dia sedang terlena dengan ajaran gurunya. Kalimat ”Anakku ngger, anakku bocah bagus Bratasena aja banget- banget anggonmu kesengsem ngelmu lan manehe Durna iku dudu guru ngelmu, nanging gurune wong perang Bratasena.” ’Anakku nak, anakku yang tampan Bratasena jangan terlalu terlena oleh ilmu, apalagi Durna itu bukan guru ilmu, tetapi gurunya orang perang.’ merupakan penanda lingual TT menegur. Faktor tujuan pertuturan melatarbelakangi terjadinya TT menegur. Seorang ibu seperti Kunthi tidak ingin melihat anaknya sengsara, sebelum terlanjur maka Kunthi menegur Bratasena.

18. Tindak Tutur Memarahi

Memarahi adalah mengungkapkan perasaan marah jengkel, kesal, sakit hati, dan sebagainya kepada orang lain, karena orang lain tersebut dianggap bersalah. Jadi tindak tutur memarahi adalah tindak pertuturan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur untuk mengungkapkan perasaan marahnya, karena mitra tutur dianggap bersalah. Untuk mengetahui jenis tindak tutur ini, dapat diperhatikan contoh berikut. Konteks tuturan : Pandhita Durna merasa kesal kepada Sengkuni karena selalu menyangsikannya. Pada suatu ketika saat membicarakan tentang ilmu kebatinan, Sengkuni tidak memahaminya. Hal ini menjadi kesempatan Pandhita Durna untuk melampiaskan rasa kesalnya dengan memarahi Sengkuni. Bentuk tuturan : S : Kula kok malah bingung ta nampa ngendikane sampeyan. ’Saya kok malah bingung menerima perkataan anda.’ PD : Lho nggih mesthi bingung, wong sampeyan ora tau mikir bab perkara rasa, sing dipikir mung kadonyan, bandha donya sing akeh, nah bareng saya tuwa dadi pikun, bingung. ’Lho ya pasti bingung, lha kan kamu tidak pernah memikirkan bab kebatinan, yang dipikir hanya keduniawian, harta benda yang banyak, nah semakin tua jadi pikun, bingung.’ S : Ah mbel gedhes. ’Ah omong kosong.’ 33 Tindak tutur tersebut terjadi antara Sengkuni P dengan Pandita Durna MT. P dan MT berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan jarak sosial, Pandhita Durna berkedudukan lebih tinggi karena usianya lebih tua dari Sengkuni. P merasa tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh MT, padahal MT sudah berkata jelas dan gamblang. Hal ini membuat MT marah, dan berkata dengan kata-kata yang pedas. Kalimat ”Lho nggih mesthi bingung, wong sampeyan ora tau mikir bab perkara rasa, sing dipikir mung kadonyan, bandha donya sing akeh, nah bareng saya tuwa dadi pikun, bingung.” ’Lho ya pasti bingung, lha kan kamu tidak pernah memikirkan bab kebatinan, yang dipikir hanya keduniawian, harta benda yang banyak, nah semakin tua jadi pikun, bingung.’ merupakan penanda lingual TT memarahi. Kata-kata yang keluar dari mulut MT sangat pedas untuk memarahi P. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya TT memarahi adalah faktor suasana dan faktor wacana. Selain itu faktor intonasi juga melatarbelakangi terjadinya TT tersebut.

19. Tindak Tutur Menagih Janji