Tindak Tutur Memaksa Tindak Tutur Merayu

belum keluar dari samudra. MT tanggap dengan apa yang dikatatan oleh P, hal ini nampak pada tuturan MT ”Oiya yah ukarane tembungmu kang mangkono mau tegese bubukake kangmasmu Bratasena marang Bapa. Ya, taksusule kangmasmu.” ’Oiya ya kata-katamu yang seperti itu maksudnya menyerahkan kakakmu Bratasena kepada Bapak. Iya, saya susul kakakmu.’ yang bersedia untuk menyusul Bratasena. Klausa ”menika sampun wanci bedhug tengah ari” ’sekarang sudah tengah hari’ merupakan peringatan P yang pertama. Dipertegas dengan klausa kedua ”menawi wanci tengah bedhug kakang Bratasena mboten timbul, paduka sumedya sumusul” ’ apabila sudah tengah hari kakak Bratasena tidak keluar, anda bersedia menyusul’, dengan maksud agar MT ingat dan segera menyusul Bratasena karena sudah tengah hari tidak muncul juga. Kedua klausa tersebut menjadi penanda lingual TT mengingatkan. Sebagai faktor penentunya, berupa tujuan pertuturan dari P dan wacana MT sebelumnya, yang bersedia menyusul Bratasena ke dalam samudra apabila sudah waktu tengah hari belum juga muncul ke permukaan.

7. Tindak Tutur Memaksa

Memaksa adalah menginginkan sesuatu kepada orang lain, dengan maksud orang lain tersebut harus melakukan sesuai dengan kehendak yang menginginkan. Jadi tindak tutur memaksa adalah tindak melalui pertuturan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur, dengan maksud mitra tutur harus mau melakukan apa yang menjadi kehendak dari penutur. Untuk mendapatkan gambaran dari tindak tutur tersebut, dapat diamati pada contoh berikut. Konteks tuturan : Anoman memaksa Bratasena agar membatalkan kepergiannya, tetapi Bratasena tidak mau. Bentuk tuturan : A : Bali ’Kembali’ B : Bacut ’Terlanjur’ A : Bali, kudu bali ’Kembali, harus kembali’18 Tuturan tersebut terjadi antara Anoman P dan Bratasena MT. Keduanya berjenis kelamin laki-laki. Anoman memaksa Bratasena agar mengurungkan niat kepergiannya dengan tuturan ”Bali” ’Kembali’, karena Anoman tidak ingin Bratasena celaka apabila tetap pergi. Tetapi MT menanggapinya dengan tuturan ”Bacut” ’Terlanjur’ yang bermakna dia tetap mantap dengan pendiriannya. Maka dari itu setelah beradu mulut, keduanya pun sempat beradu fisik. Kata ”kudu” ’harus’ yang dituturkan P merupakan penanda lingual TT memaksa. Biasanya orang yang menginginkan sesuatu, ada yang sabar ada pula yang tidak sabar. Dalam hal ini P sudah tidak sabar, karena khawatir akan terjadi apa-apa apabila MT tetap pergi. Faktor penentu TT memaksa tersebut adalah tujuan pertuturan. P tidak ingin melihat MT celaka apabila tetap pergi, karena itulah P memaksa MT agar kembali. Selain itu faktor suasana juga mempengaruhi TT memaksa tersebut. Suasana yang tegang karena keduanya sempat beradu fisik menambah kuat adanya unsur TT memaksa.

8. Tindak Tutur Merayu

Merayu adalah menyampaikan keinginkan kepada orang lain dengan cara membujuk, agar orang lain tersebut mau menerima apa yang diinginkannya. Jadi tindak tutur merayu adalah tindak melalui tuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur dengan cara membujuk dengan tujuan agar mitra tutur menerima apa yang diinginkan oleh penutur. Untuk lebih jelasnya dapat diamati pada contoh berikut. Konteks tuturan : Pandhita Durna mencoba merayu Bratasena agar mau mengutarakan bebannya, karena melihat raut muka Bratasena yang sedih berbeda sekali dengan kesehariannya. Bentuk tuturan : PD : Bratasena, anakku wong bagus, eneng apa Bratasena kok beda temen lawan padatan? Bratasena yenta pancen kowe ki nduweni gegayuhan, gegayuhan apa? Mara prasajakna ’Bratasena, anakku yang tampan, ada apa Bratasena kok berbeda sekali dengan keseharianmu? Bratasena kalau memang kamu itu punya cita-cita, cita-cita apa? Ke sini ungkapkanlah’ B : Bapa guru, apa kira-kira aku bakal bisa kasembadan yenta darbe gegayuhan? ’Bapak guru, apa kira-kira saya akan mampu meraih cita-cita?’ 19 Tuturan yang terjadi antara Pandhita Durna dan Bratasena tersebut dilakukan dalam situasi yang serius. Keduanya berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan status sosial dan jarak sosial, Pandhita Durna berkedudukan lebih tinggi karena Pandhita Durna adalah guru dan usianya lebih tua daripada Bratasena. Pandhita Durna bingung melihat raut muka Bratasena yang tampak sedih, kemudian dia mencoba untuk mencari tahu sebabnya dengan merayu Bratasena agar mau mengatakan apa yang membuatnya bersedih hati. Nampaknya MT luluh hatinya, dengan tuturan ”Bapa guru, apa kira-kira aku bakal bisa kasembadan yenta darbe gegayuhan?” ’Bapak guru, apa kira-kira saya akan mampu meraih cita-cita?’ MT mencoba mengungkapkan apa yang menjadi beban hidupnya. Klausa yang pertama ”anakku wong bagus” ’anakku yang tampan’ merupakan penanda lingual terjadinya TT merayu pertama. Dipertegas dengan penanda lingual kedua yang berupa kalimat ”Bratasena yenta pancen kowe ki nduweni gegayuhan, gegayuhan apa? Mara prasajakna” ’Bratasena kalau memang kamu itu punya cita-cita, cita-cita apa? Ke sini ungkapkanlah’ dengan maksud agar MT mau mengutarakan apa yang membuatnya bersedih hati Faktor yang menentukan terjadinya TT merayu adalah tujuan pertuturan. Sebagai guru, P mencoba meluluhkan hati MT yang merupakan muridnya, dengan tujuan agar MT mau berbicara mengenai hal apa yang membuatnya bersedih. Selain itu faktor P dan MT juga menjadi penentu TT merayu. Selain itu intonasi yang menurun juga melatarbelakangi terjadinya TT tersebut.

9. Tindak Tutur Menantang