sedih, kemudian dia mencoba untuk mencari tahu sebabnya dengan merayu Bratasena agar mau mengatakan apa yang membuatnya bersedih hati. Nampaknya
MT luluh hatinya, dengan tuturan ”Bapa guru, apa kira-kira aku bakal bisa kasembadan yenta darbe gegayuhan?” ’Bapak guru, apa kira-kira saya akan
mampu meraih cita-cita?’ MT mencoba mengungkapkan apa yang menjadi beban hidupnya.
Klausa yang pertama ”anakku wong bagus” ’anakku yang tampan’ merupakan penanda lingual terjadinya TT merayu pertama. Dipertegas dengan
penanda lingual kedua yang berupa kalimat ”Bratasena yenta pancen kowe ki nduweni gegayuhan, gegayuhan apa? Mara prasajakna” ’Bratasena kalau
memang kamu itu punya cita-cita, cita-cita apa? Ke sini ungkapkanlah’ dengan maksud agar MT mau mengutarakan apa yang membuatnya bersedih hati
Faktor yang menentukan terjadinya TT merayu adalah tujuan pertuturan. Sebagai guru, P mencoba meluluhkan hati MT yang merupakan muridnya, dengan
tujuan agar MT mau berbicara mengenai hal apa yang membuatnya bersedih. Selain itu faktor P dan MT juga menjadi penentu TT merayu. Selain itu intonasi
yang menurun juga melatarbelakangi terjadinya TT tersebut.
9. Tindak Tutur Menantang
Menantang adalah mengajak orang lain untuk beradu fisik. Jadi tindak tutur menantang adalah tindak melalui pertuturan yang dilakukan penutur
terhadap mitra tutur untuk beradu fisik. Untuk memahaminya dapat diperhatikan pada contoh berikut.
Konteks tuturan :
Saat situasi sedang kalut karena Bratasena sampai tengah hari belum juga muncul. Kartamarma secara tidak sengaja bertemu dengan Anoman yang sedang
dalam keadaan bingung. Maka dari itu terjadilah adu mulut.
Bentuk tuturan :
K : Keparat, Anoman ki?
’Keparat, kamu ya Anoman?’ A
: Iya, arep ngapa Kartamarma? ’Iya, mau apa Kartamarama?’ 20
Tuturan tersebut terjadi antara Kartamarma dengan Anoman, yang dilakukan dalam suasana tegang. Keduanya berjenis kelamin laki-laki.
Kartamarma merupakan salah satu pihak Kurawa sedangkan Anoman berada dalam pihak Pandawa, sehingga aroma permusuhan di antara dua kubu tersebut
sangat kental. Pada saat Anoman sedang kebingungan, secara tidak sengaja bertemu dengan Kartamarma. Maka peristiwa adu mulut pun terjadi.
Kata ”keparat” ’keparat’ merupakan kata umpatan yang dituturkan oleh P untuk menantang MT. Sedangkan penanda lingual kedua berupa klausa ”arep
ngapa Kartamarma” ’mau apa Kartamarma’ dituturkan MT untuk membalas tantangan yang dilontarkan P. Kedua penanda lingual tersebut memperkuat
terjadinya TT menantang. Faktor yang menentukan terjadinya TT menantang adalah faktor suasana.
Suasana yang tegang dapat memicu terjadinya adu mulut. P yang memulainya dengan menuturkan kata umpatan kepada MT. Nampaknya MT terpancing dengan
tuturan tersebut, maka dari itu MT membalasnya dengan kata tantangan. Selain
itu intonasi yang naik pada akhir kalimat juga melatarbelakangi terjadinya TT tersebut.
10. Tindak Tutur Menyarankan
Menyarankan adalah memberitahukan kepada orang lain dengan tujuan agar orang lain tersebut mempertimbangkan masak-masak apa yang menjadi saran
penutur. Jadi tindak tutur menyarankan adalah tindak melalui pertuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur dengan tujuan agar mitra tutur
mempertimbangkan masak-masak apa yang menjadi saran penutur. Untuk lebih jelasnya dapat diamati pada contoh berikut.
Konteks tuturan :
Pandhita Durna menyarankan Bratasena untuk mencari
syarat mendapatkan ilmu kesempurnaan.
Bentuk tuturan :
PD : Jane kowe kuwat kedunungan ngelmu kasampurnan, waton kowe bisa
ngupaya sranane. ’Sebenarnya kamu kuat mendapatkan ilmu kesempurnaan, asalkan kamu
bisa mencari syaratnya.’
B : Sranane apa bapa guru, enggal dhawuhna
’Syaratnya apa bapak guru, cepat perintahkan’ 21
Tuturan tersebut terjadi antara Pandita Durna P dan Bratasena MT. Keduanya berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan status sosial dan jarak sosial,
Pandhita Durna berkedudukan lebih tinggi karena Pandhita Durna adalah guru dan usianya lebih tua daripada Bratasena. Penutur memberikan masukan kepada MT
dengan penanda lingual ”waton kowe bisa ngupaya sranane” ’asalkan kamu bisa mencari syaratnya’. Nampaknya saran P tersebut diterima oleh MT dengan
menanggapi lewat tuturan ”Sranane apa bapa guru, enggal dhawuhna” ’Syaratnya apa bapak guru, cepat perintahkan’.
Permintaan P kepada MT merupakan penentu tidak tutur menyarankan. Dalam hal ini MT menginginkan ilmu kesempurnaan, nampaknya P tanggap akan
keinginan MT tersebut. Jadi faktor tujuan pertuturan merupakan penentu TT menyarankan. Selain itu faktor jarak sosial juga ikut menentukan TT
menyarankan. Dalam dialog tersebut, yang memberikan saran adalah orang yang lebih tua. Maka sudah selayaknya yang berusia lebih muda mau mendengarkan
bahkan menjalankannya.
11. Tindak Tutur Memohon