Tindak Tutur Mempersilakan Bentuk Tindak Tutur Direktif dalam Pertunjukkan Wayang Dewaruci oleh Dalang Ki Manteb Soedharsono

Klausa tersebut mempunyai daya untuk menagih janji, karena ada wacana pendahulu yang diucapkan oleh MT. Wacana pendahulu yang diucapkan oleh MT tentang janjinya untuk mencelakai Bratasena menjadi penentu terjadinya TT menagih janji. Seandainya MT tidak berjanji, maka tuturan tersebut akan bermakna menanyakan tentang sesuatu. Selain itu faktor tujuan pertuturan juga ikut melatarbelakangi TT tersebut.

20. Tindak Tutur Mempersilakan

Mempersilakan adalah menyuruh orang lain untuk memasuki ruangan yang disediakan oleh penutur atau menyuruh sesuatu hal yang menjadi kehendak mitra tutur. Jadi tindak tutur mempersilakan, adalah tindak pertuturan yang dilakukan penutur, untuk menyuruh atau mengijinkan memasuki ruangan yang disediakan oleh penutur atau menyuruh sesuatu hal yang menjadi kehendak mitra tutur. Untuk lebih jelasnya, dapat diperhatikan pada contoh berikut. Konteks tuturan : Pandhita Durna mempersilakan Bratasena untuk duduk agar lebih tenang. Bentuk tuturan : PD : Kene-kene Bratasena lungguh sing kepenak ngger ben jenak rasane Bratasena ’Sini-sini Bratasena duduk yang nyaman nak biar tenang rasanya Bratasena’ B : Iya bapa Guru. ’Iya bapak Guru.’ 35 Tindak tutur tersebut terjadi antara Pandita Durna P dengan Bratasena MT. P dan MT berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan status sosial dan jarak sosial, Pandhita Durna berkedudukan lebih tinggi karena Pandhita Durna adalah guru dan usianya lebih tua dari Bratasena. P mempersilakan MT untuk duduk agar lebih tenang dalam berbicara. MT tanggap dengan tuturan P, lalu menanggapinya dengan tuturan ”Iya bapa Guru.” ’Iya bapak Guru.’. Dalam tuturan tersebut P menggunakan kata ”kene-kene” ’sini-sini’ sebagai penanda lingual terjadinya TT mempersilakan, yang merupakan sebuah kata persilaan untuk seorang tamu yang sudah dikenal akrab. Sebagai penentunya terjadinya TT mempersilakan adalah tujuan pertuturan. Konteks tuturan : Pandhita Durna mempersilakan Sengkuni untuk melacak kepergian Bratasena. Bentuk tuturan : S : Perkara niku urusan kula. Sing baku kula ajeng nututi Bratasena, kula buktekake lelakon iki. ’Masalah itu urusan saya. Yang penting saya mau melacak Bratasena, saya buktikan tindakan ini.’ PD : Mangga mawon, mangga Dhi Sengkuni, ning samad sinamadan kebak ing pengati-ati. ’Silakan saja, silakan Dik Sengkuni, tetapi tetap waspada dan berhati- hati.’ 36 Tuturan tersebut terjadi antara Pandita Durna dengan Sengkuni. P dan MT berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan jarak sosial, Pandhita Durna berkedudukan lebih tinggi karena usianya lebih tua dari Sengkuni. Sengkuni berkeinginan untuk melacak keberadaan Bratasena yang pergi mencari kayu gung susuhing angin. Sengkuni tetap kukuh pada pendiriannya, padahal tempat yang dituju adalah tempat yang angker. Kemudian Pandhita Durna mempersilakannya. Frasa ”mangga mawon” ’silakan saja’ merupakan penanda lingual TT mempersilakan. Faktor yang mempengaruhi TT mempersilakan adalah faktor penutur. Dalam hal ini penutur merasa penasaran mengenai keadaan Bratasena.

21. Tindak Tutur Menginterogasi