Tindak Tutur Melarang Data 39

22. Tindak Tutur Melarang Data 39

M : Sinuwun boten nyana menawi nyabrang lelampahan ingkang nggegirisi sinuwun. ’Sinuwun tidak menyangka kalau akan mengalami peristiwa yang mengerikan Sinuwun.’ Pnd : Wis, wis yayi, Madrim, aja nggresula. ’Sudah, sudahlah dinda Madrim, jangan mengeluh.’ 39 Tuturan itu terjadi antara Pandhu P dengan Madrim MT. Tuturan yang dilakukan oleh Pandhu tersebut bermakna melarang Madrim agar tidak mengeluh karena keduanya harus segera masuk ke dalam kawah candradimuka. Dalam tuturan tersebut dapat ditemukan adanya TL yang dituturkan oleh Madrim yaitu ”Sinuwun boten nyana menawi nyabrang lelampahan ingkang nggegirisi sinuwun.” ’Sinuwun tidak menyangka kalau akan mengalami peristiwa yang mengerikan Sinuwun.’. Tuturan tersebut kemudian mendapat tanggapan dari Pandu berupa TI dengan fungsi melarang seperti pada tuturan ”Wis, wis yayi, Madrim, aja nggresula.” ’Sudah, sudahlah dinda Madrim, jangan mengeluh.’. Berdasarkan reaksi yang dilakukan oleh Madrim dalam hal ini sebagai MT, maka MT telah melakukan TP yaitu dengan menghela nafas dan berpasrah sebagai tanda persetujuan atas tuturan Pandhu. Data 40 Knt : Aku eman kelangan kowe Bratasena. ‘Saya sayang dan tidak mau kehilangan kamu Bratasena.’ B : Wong eman kuwi ora kudu mambengi. Wis Babu Kunthi relakna yen pancen aku kudu mati, aku dudu duwekmu nanging kagungane Gusti. Wis Babu aku budhal Babu Kunthi. ‘Orang sayang itu tidak harus menghalangi. Sudahlah Ibu Kunthi, kalau memang saya harus mati, saya bukan kepunyaanmu tetapi kepunyaan Tuhan. Sudahlah Ibu, saya berangkat ibu.’ 40 Tuturan itu terjadi antara Kunthi P dengan Bratasena MT, dilakukan dalam situasi serius. Tuturan yang dilakukan oleh Kunthi tersebut bermakna melarang Bratasena untuk melanjutkan perjalanannya dalam mencari ilmu kesempurnaan. Dalam tuturan tersebut dapat ditemukan adanya TI dengan fungsi melarang yang dilakukan Kunthi seperti pada tuturan ”Aku eman kelangan kowe Bratasena.” ‘Saya sayang dan tidak mau kehilangan kamu Bratasena.’. Berdasarkan reaksi yang dilakukan oleh Bratasena dalam hal ini sebagai MT, maka MT telah melakukan TP yaitu menjawab dengan tuturan ”Wong eman kuwi ora kudu mambengi. Wis Babu Kunthi relakna yen pancen aku kudu mati, aku dudu duwekmu nanging kagungane Gusti. Wis Babu aku budhal Babu Kunthi.” ‘Orang sayang itu tidak harus menghalangi. Sudahlah Ibu Kunthi, kalau memang saya harus mati, saya bukan kepunyaanmu tetapi kepunyaan Tuhan. Sudahlah Ibu, saya berangkat ibu.’ sebagai tanda tidak setuju terhadap tuturan Kunthi. Data 41 A : He Bratasena, bali ’Hei Bratasena, kembali’ B : Bacut ’Terlanjur’ 41 Tuturan tersebut terjadi antara Anoman dengan Bratasena. Tuturan yang dilakukan oleh Anoman tersebut bermakna melarang Bratasena melanjutkan keinginannya untuk mencari ilmu kesempurnaan yang berada di ”telenging samudra” ’dalam samudra’. Dari percakapan tersebut dapat dianalisis bahwa terjadi adanya TI dengan fungsi melarang yang dituturkan oleh Anoman yaitu ”He Bratasena, bali” ’Hei Bratasena, kembali’. Berdasarkan reaksi yang dilakukan oleh Bratasena dalam hal ini sebagai MT, maka MT telah melakukan TP yaitu menjawab dengan tuturan ”Bacut” ’Terlanjur’ sebagai tanda tidak setuju atas tuturan P. Kemudian diikuti dengan tindakkan Bratasena yang tetap melanjutkan langkahnya untuk mencari ilmu kesempurnaan. C. Faktor yang Melatarbelakangi Tindak Tutur Direktif dalam Pertunjukkan Wayang Lakon Dewaruci oleh Dalang Ki Manteb Soedharsono Sebuah tindak tutur tidak muncul dengan sendirinya, tanpa ada sesuatu yang menjadi penyebabnya. Dengan demikian, ada hubungan causa prima antara sebuah tindak tutur, dengan faktor yang menyebabkan atau menentukan terjadinya tindak tutur, dengan faktor yang menyebabkan atau menentukan terjadinya tindak tutur. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah tindak tutur antara lain : 1 penuturmitra tutur, 2 isi pertuturan, 3 tujuan pertuturan, 4 situasi, 5 status sosial, 6 jarak sosial, dan 7 intonasi.

1. Faktor Penutur Mitra Tutur