Tindak Tutur Melarang Bentuk Tindak Tutur Direktif dalam Pertunjukkan Wayang Dewaruci oleh Dalang Ki Manteb Soedharsono

nafsu’. Klausa ”piye-piye kabare” ’bagaimana kabanya’ merupakan penanda lingual TT menginterogasi. Klausa tersebut bermakna menginterogasi MT. Faktor tujuan pertuturan menjadi faktor penentu terjadinya TT menginterogasi. Konteks tuturan : Dewaruci mengintrogasi mengapa Bratasena berada di dalam samudra. Bentuk tuturan : DR : Bratasena sira manjing telenging samudra ana wigati apa? ’Bratasena kamu berada di dalam samudra ada perlu apa?’ B : Waaah upaya tirta pawitra. ’Waaah mencari tirta pawitra.’ 38 Tuturan tersebut dilakukan oleh Dewaruci dengan Bratasena. P dan MT berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan status sosial dan jarak sosial, Dewaruci berkedudukan lebih tinggi karena Dewaruci adalah dewa dan usianya lebih tua dari Bratasena. Dewaruci menginterogasi Bratasena, mengapa dia sampai menyelam ke dalam samudra, ada keperluan apa. MT tanggap dengan interogasi dari P, maka dari itu MT menjawab dengan tuturan ”upaya tirta pawitra.” ’mencari tirta pawitra’. Klausa ”ana wigati apa” ’ada perlu apa’ merupakan penanda lingual TT menginterogasi. Faktor tujuan pertuturan menjadi faktor penentu terjadinya TT menginterogasi.

22. Tindak Tutur Melarang

Melarang adalah mencegah orang lain untuk tidak melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Jadi tindak tutur melarang, adalah tindak pertuturan yang disampaikan penutur, untuk mencegah mitra tutur melakukan sesuatu yang tidak diinginkan oleh penutur. Untuk mengetahui jenis tidak tutur ini, dapat diperhatikan pada contoh berikut. Konteks tuturan : Pandhu melarang Madrim mengeluh, karena memang tidak ada gunanya. Bentuk tuturan : M : Sinuwun boten nyana menawi nyabrang lelampahan ingkang nggegirisi sinuwun. ’Sinuwun tidak menyangka kalau akan mengalami peristiwa yang mengerikan Sinuwun.’ Pnd : Wis, wis yayi, Madrim, aja nggresula. ’Sudah, sudahlah dinda Madrim, jangan mengeluh.’ 39 Tuturan tersebut terjadi antara Madrim P dan Pandhu MT. P berjenis kelamin wanita dan MT berjenis kelamin laki-laki. P merasa sedih dan kecewa karena mendapati nasibnya yang buruk. Kemudian MT menanggapinya dengan melarang P untuk mengeluh karena sudah tidak ada gunanya lagi. Frasa ”aja nggresula” ’jangan mengeluh’ merupakan penanda lingual TT melarang. Faktor tujuan pertuturan menjadi penentu terjadinya TT melarang. Konteks tuturan : Bratasena memaksa Kunthi untuk memberinya izin pergi mencari tirta pawitrasari di dasar samudra minangkalbu. Bentuk tuturan : Knt : Aku eman kelangan kowe Bratasena. ‘Saya sayang dan tidak mau kehilangan kamu Bratasena.’ B : Wong eman kuwi ora kudu mambengi. Wis Babu Kunthi relakna yen pancen aku kudu mati, aku dudu duwekmu nanging kagungane Gusti. Wis Babu aku budhal Babu Kunthi. ‘Orang sayang itu tidak harus menghalangi. Sudahlah Ibu Kunthi, kalau memang saya harus mati, saya bukan kepunyaanmu tetapi kepunyaan Tuhan. Sudahlah Ibu, saya berangkat ibu.’ 40 Tuturan tersebut terjadi antara Kunthi dan Bratasena. P berjenis kelamin wanita dan MT berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan jarak sosial, Kunthi berkedudukan lebih tinggi karena Kunthi adalah ibu dan usianya lebih tua dari Bratasena. Kunthi melarang Bratasena untuk pergi mencari tirta pawitrasari, karena khawatir akan keselamatan Bratasena. Nampaknya MT menentangnya, dan tetap teguh pada pendiriannya. Klausa “aku eman kelangan kowe” ‘saya sayang dan tidak mau kehilangan kamu’ merupakan penanda lingual TT melarang. Klausa tersebut menjadi penanda lingual yang masih semu, artinya masih diperlukan konteks yang melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut. Faktor tujuan pertuturan merupakan faktor penentu terjadinya TT melarang. Konteks tuturan : Anoman menyuruh Bratasena untuk kembali, karena mengkhawatirkan keselamatan Bratasena. Bentuk tuturan : A : He Bratasena, bali ’Hei Bratasena, kembali’ B : Bacut ’Terlanjur’ 41 Tuturan tersebut terjadi antara Anoman dengan Bratasena, dilakukan dalam suasana yang serius. P dan MT berjenis kelamin laki-laki. Anoman melarang Bratasena untuk melanjutkan kepergiannya. Kata ”bali” ’kembali’ merupakan penanda lingual TTD melarang dengan intonasi naik di akhir kalimat merupakan faktor penentu tuturan. Selain itu tujuan pertuturan juga melatarbelakangi terjadinya TT tersebut.

B. Fungsi dan Makna Tindak Tutur Direktif dalam Pertunjukkan Wayang Lakon Dewaruci