Kebijakan Minapolitan Perikanan tangkap di Kabupaten Gorontalo Utara

dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang perikanan tangkap Hamdan, 2007. Menurut Suharto 2005 ada beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan publik : 1 Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya, 2 Kebijakan publik adalah sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata, dan upaya merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang di masyarakat, 3 Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukan sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak, 4 Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial. Namun kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada, 5 Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor. Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang belum dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan publik bisa dibuat oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan lembaga pemerintah. Contoh kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan perikanan dan sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki Indonesia, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan telah menetapkan beberapa misi pembangunan perikanan tangkap, yaitu : 1 Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya ikan, 2 Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, 3 Meningkatkan mutu dan nilai tambah hasil perikanan, 4 Menyediakan bahan pangan sumber protein hewani dan bahan baku industri serta ekspor, 5 Menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha perikanan tangkap, 6 Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif; 7 Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, 8 Mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan, 9 Meningkatkan penerimaan PNBP dan PAD, 10 Meningkatkan tertib administrasi pembangunan, dan 11 Menjadikan sumberdaya ikan sebagai perekat nusa dan bangsa. Kebijakan Pemerintah yang sangat penting dan strategis untuk mengatur pengelolaan perikanan adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 31 tentang Perikanan dimana secara tegas dalam pasal 6 ayat 1 diamanatkan bahwa Pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Kemudian pasal 6 ayat 2 menyatakan bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat danatau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat. Memaksimalkan suatu kebijakan sebaiknya dilakukan berdasarkan masukan dari bawah feed-back merupakan kunci suatu perumusan kebijakan publik. Jika tata krama dan hukum adat masih dominan dalam hal aturan main tata krama kemasyarkatan, inovasi dan perubahan kelembagaan dapat juga dilakukan melalui jalur yang semestinya. Perumusan kebijakan tanpa mengikutsertakan evaluasi assessment dan umpan balik dari bawah, hanya akan menimbulkan suatu sistem kekuasaan yang otoriter dan totaliter. Jika telah terlanjur menjadi sebuah kebijakan, maka kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan publik oleh pejabat pemerintah harus jelas mekanisme politiknya. Hal ini, karena sumber-sumber ekonomi, kekuatan hukum dan politik yang terlibat merupakan domain publik yang harus diawasi Karunia, 2009. Menurut Arifin dan Rahbini 2001, model hirarki kebijakan publik timbul dan berkembang dari suatu proposisi bahwa perubahan aransemen kelembagaan sangat berhubungan dengan hakikat, model dan analisis kebijakan publik. Walaupun terdapat beberapa model kebijakan publik seperti model linier, melingkar dan sebagainya, model hirarki kebijakan sering dijadikan referensi dalam analisis ekonomi kelembagaan dan ekonomi politik secara umum. Model hirarki perumusan kebijakan mengenal tiga tingkatan, yaitu: 1 tingkatan politis kebijakan; 2 tingkatan organisasi institusi, aturan main; dan 3 tingkatan implementasi. Menentukan suatu kebijakan perikanan, seharusnya kebijakan tersebut harus memiliki data ilmiah. Keperluan data tersebut adalah untuk mencapai suatu kebijakan dan penegakan hukum yang efektif dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Selain itu, dukungan kebijakan dan penegakan hukum diperlukan untuk kesesuaian alat tangkap yang sesuai dengan kondisi perairan. Intinya adalah persyaratan data yang ilmiah akan menentukan arah kebijakan dan penegakan hukum yang efektif dalam pengelolaan sumberdaya perikanan Nwosu, 2011. Kebijakan minapolitan sebagai konsep pemerintah dalam pengembangan perikanan bukan merupakan hal yang baru. Ide konsep minapolitan merupakan adopsi dari konsep agropolitan yang mengangkat taraf hidup petani Gorontalo ketika menjadi gubernur di daerah tersebut dengan entri point jagung. Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembangnya sistim dan usaha agribisnis yang dapat dapat melayani, mendorong, menarik kegiatan pembangunan pertanian. Menurut Suwandi 2004, model pembangunan dapat diintegrasikan melalui sistem dan usaha agribisnis secara simultan dan mendukung peningkatan produksi, mendukung tumbuhnya industri agro-processing skala kecil dan menengah dan mendukung kemudahan dalam pemasaran hasil. Segala aktivitas pengembangan harus diintegrasikan terutama untuk membangun keterkaitan antara kawasan yang menjadi sentra produksi, sentra pengolahan, sentra pemasaran hasil, serta penyediaan infrastuktur yang dibutuhkan di kawasan tersebut. Pengembangan kawasan tersebut merupakan pembangunan ekonomi berbasis ekonomi daerah yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, terdesentralisasi, dan digerakkan oleh masyarakat serta difasilitasi oleh pemerintah. Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010, minapolitan terdiri dari mina artinya ikan dan politan yang artinya kota, jadi minapolitan didefinisikan sebagai kota perikanan. Ciri kawasan minapolitan yaitu sebagian besar masyarakat memperoleh pendapatan dari kegiatan minabisnis dan kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh perikanan. Persyaratan kawasan minapolitan yaitu : 1 memiliki lahan atau perairan yang sesuai untuk pengembangan komoditas perikanan, 2 memiliki sarana umum lainnya seperti ; transportasi, listrik, telekomunikasi, air bersih, dan lain-lain 3 memiliki berbagai sarana dan prasarana minabisnis. Kawasan minapolitan dicirikan sebagai berikut: 1 Perikananan merupakan sumber pendapatan utama masyarakat, 2 Kegiatan kawasan didominasi oleh kegiatan perikanan, 3 Hubungan interdependensitimbal antar pusat dan hinterland-hinterland, 4 Kehidupan masyarakat di kawasan minapolitan mirip dengan suasana kota, karena keadaan sarana yang ada di kawasan minapolitan tidak jauh dengan yang di kota. Perencanaan minapolitan dilaksanakan secara bertahap baik jangka panjang, menengah maupun jangka pendek. Penetapan berdasarkan usulan masyarakat dan hasil studi kelayakan. Kebijakan pengembangan kawasan berdasarkan RUTR dan RTRW yang difasilitasi pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan sharing pembiayaan program akan dibahas bersama antara pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah daerah Departemen Kelautan dan Perikanan 2010. Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah. Untuk itu, pendekatan dalam pembanguan minapolitan dilakukan dengan sistem manajemen kawasan dengan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi. Dalam membangun kawasan minapolitan, perlu diambil langkah-langkah strategis dalam rangka terciptanya kesejahteraan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan. Adapun langkah-langkah yang diambil adalah; 1 penguatan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil, 2 penguatan usaha menengah dan atas UMA, serta 3 pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan sistem manajemen kawasan. Persyaratan dalam konsep minapolitan menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011 adalah sebagai berikut: 1 Kesesuaian dengan rencana strategis yaitu; rencana tata ruang wilayah RTRW, rencana zonasi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau RZWP3K, rencana pengembangan investasi jangka menengah daerah RPIJMD, 2 Memiliki komoditas unggulan dengan nilai ekonomi tinggi, 3 Letak geografis kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan produk unggulan, 4 Terdapat unit produksi, pengolahan, pemasaran, permodalan dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan memasarkan yang terkosentrasi disuatu wilayah dan mempunyai mata rantai produksi dan pemasaran yang saling terkait, 5 Tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, sarana dan prasarana produksi pengolahan, dan pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha dan fasilitas penyuluhan, 6 Aspek kelayakan lingkungan yang meliputi daya dukung dan daya tampung lingkungan, potensi dampak negatif di lokasi dimasa depan, 7 Komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan, 8 Keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggungjawab dibidang kelautan dan perikanan, 9 Ketersediaan data dan informasi penunjang tentang kondisi dan potensi kawasan. Apabila persyaratan-persyaratan tersebut terpenuhi, maka kebijakan strategis menjadikan kawasan minapolitan sebagai kawasan ekonomi yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komoditas kelautan dan perikanan, yang dapat meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan. Pada akhirnya, peningkatan pendapatan tersebut dapat meningkatkan kesejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan. Adanya komitmen daerah dalam mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya dapat mensejahterakan masyarakat disekitarnya Muhamad, 2010. Persyaratan dalam konsep minapolitan yang di adopsi dari konsep agropolitan menurut Maringi 2009 sebagi berikut : 1 Memiliki lahan yang didukung oleh sumberdaya alam seperti lahan budidaya dan perairan laut yang memadai dan telah memiliki komoditi unggulan yang sesuai budaya lokal, 2 Tersedianya pasar untuk memasarkan hasil produksi, 3 Dukungan lembaga keuangan baik lembaga keuangan pemerintah maupun lembaga keuangan swasta, 4 Balai penyuluhan perikanan sebagai klinik konsultasi tempat agribisnis, sumber informasi, dan pusat pemberdayaan dan usaha agribisnis, 5 Percobaanpengkajian teknologi termasuk inovasi teknologi tepat guna untuk meningkatkan hasil produksi maupun pengolahan hasil, 6 Memiliki sarana dan prasarana penunjang agribisnis, 7 Memiliki sarana dan prasarana umum listrik, telepon, dan sebagainya, 8 Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial, 9 Menjamin kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, sosial budaya dan keharmonisan hubungan kota dan desa. Ditinjau dari aspek tata ruang, maka struktur hierarki sistem kota-kota agropolitan terdiri dari tiga yaitu : orde yang paling tinggi, orde kedua dan orde ketiga. Orde yang paling tinggi yaitu kota menjadi outlet, dalam lingkup wilayah skala besar yang berfungsi sebagai : 1 Kota perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah nasional dan internasional dan bila berada di tepi pantai maka kota ini memiliki pelabuhan samudra, 2 Pusat berbagai kegiatan final manufacturing industri packing, stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas, 3 Pusat berbagai kegiatan tertier agribisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanianperikanan, perbankan dan keuangan, 4 Pusat berbagai pelayanan general agro industri sevices. Orde kedua kota utama atau agropolis yang berfugsi sebagai : 1 Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis, 2 Pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan produksi menjadi produk lain atau produk setengah jadi, 3 Pusat pelayanan industri khusus, seperti pendidikan, pelatihan dan pengembangan komoditas unggulan. Orde ketiga kawasan yang menjadi sentra produksi yang berfungsi sebagai : 1 Pusat perdagangan lokal yang ditandai adanya pasar harian, 2 Pusat koleksi komoditas yang dihasilkan sebagai bahan mentah industri, 3 Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas, 4 Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan pemukiman, 5 Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan, 6 Pusat produksi komoditas unggulan yang dapat dipasok dari beberapa desa-desa di sekitarnya. Komoditas ungulan dalam konsep minapolitan merupakan jenis pilihan komoditas yang diusahakan oleh daerah setempat yang memiliki sifat-sifat keunggulan. Sifat keunggulan tersebut seperti : 1 segi ekologi pengusahaan komoditas dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dimasa sekarang tanpa merugikan generasi yang akan datang, 2 segi ekonomi penguasahaan komoditas yang diusahakan menguntungkan secara finansial dengan jangkauan pasar yang luas dan permintaan yang tinggi, 3 segi sosial penguasaan komoditas didukung oleh dengan adanya partisipasi masyarakat maupun pemerintah, 4 segi kelembagaan komuditas yang diusahakan didukung oleh kebijakan maupun sumberdaya lainnya. Konsep atau model ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menyerap tenaga kerja dari sektor perikanan dan kelautan serta memberikan solusi yang tepat untuk menjawab berbagai permasalahan kesenjangan antara desa dan kota, yang akhirnya dapat mencegah urbanisasi dari desa ke kota. Sasaran dari pusat-pusat pertumbuhan kota di wilayah terdapat enam kategori yaitu : 1 melindungi ruang terbuka hijaukonservasi dan sumberdaya alam, 2 mengoptimalkan penggunaan lahan, 3 mengurangi dan mengefisienkan pembiayaan pembangunan infrastruktur, 4 mendorong sinergisitas hubungan kota dan desa, serta 5 memastikan transisi penggunaan lahan pedesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah Cho, 2006. Terdapat beberapa faktor bagi para perencana planner dalam melakukan pusat pertumbuhan di suatu daerah, seperti faktor tekanan pertumbuhan growth pressures, kekuatan defleksi potential deflection, dan kekuatan fiskal fiscal strength. Ketiga faktor tersebut merupakan faktor utama dalam menentukan pertumbuhan suatu kota. Faktor ini mempunyai kekuatan mendeterminasi masa depan sebuah pusat pertumbuhan di suatu wilayah. Apabila secara legalitas mempunyai kekuatan hukum, sehingga tidak rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Faktor berikutnya adalah kepemilikan lahan, faktor ini tidak mudah diintervensi oleh kebijakan dan regulasi karena status yang umumnya jangka panjang. Terakhir adalah estimasi kapasitas institusi terkait untuk keberlanjutan suatu batas pusat pertumbuhan di suatu wilayah Avin and Bayer, 2006. Dinamika kegiatan pertumbuhan di suatu wilayah khususnya perkotaan, biasanya merupakan kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan pada wilayah-wilah disekitarnya. Apabila tidak terkendali, maka kegiatan di perkotaan tersebut akan dapat menjadi hambatan dalam pengembangan potensi wilayah. Terhambatnya pertumbuhan sebagai penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan secara berkesinambungan di wilayahnya. Hal ini, karena adanya urban dari daerah sekitar kota yang tidak siap untuk mengembangkan kota. Canales, 1999. Healey 2004 menjelaskan tentang new strategic spatial planning in Europe, suatu bahasan pengelolaan ruang yang optimal dalam jurnal internasional Urban and Regional Research. Ada beberapa alasan perlunya langkah operasional rencana pengembangan kawasan, tetapi kenyataannnya masih sulit untuk dilaksanakan dan bahkan menjadi perdebatan para planners Eropa. Alasannya masih diperlukan adanya arahan kebijakan dan strategi dalam pelaksanaan pembangunan, antara lain karena masih ada permasalahan pada pengkoordinasian kebijakan khususnya dengan pemerintah lokal dalam mencari cara bagaimana membuat wilayah kabupaten atau kota lebih ekonomis dan kompetitif dalam mengembangkan kawasan. Konsep kebijakan dan strategi dalam pengembangan kawasan sering disebut perencanaan kebijakan dan strategi dalam penataan kawasan strategic settlement planning. Model dan perencanaan kebijakan dan strategi pengembangan, telah mulai dikembangkan dibeberapa negara termasuk Indonesia khususnya untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010, bahwa program pengembangan kawasan minapolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis perikanan, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Minapolitan merupakan upaya percepatan pengembangan kelautan dan perikanan pada sentra-sentra produksi perikanan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dengan tujuan: 1 Meningkatkan produksi perikanan, produktivitas usaha dan kualitas produk kelautan dan perikanan, 2 Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudaya dan pengolah ikan yang adil dan merata, 3 Mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi perikanan sebagai penggerak perekonomian rakyat. Selanjutnya dalam mencapai tujuan, maka pendekatan yang dilakukan untuk mencapai pengembangan kawasan minapolitan sebagai berikut: 1 Ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah, dimaksudkan untuk mendorong penerapan manajemen ekonomi, meningkatkan efesiansi dalam menggunakan sumberdaya sekaligus mengintegrasikan pemenuhan kebutuhan sarana produksi, proses produksi, pengolahan, pemasaran hasil dan pengelolaan lingkungan yang baik, 2 Kawasan ekonomi unggulan, diarahkan memacu pengembangan komoditas yang memiliki kriteria a bernilai ekonomis tinggi, b bersedianya teknologi, c permintaan pasar besar dan d dapat di kembangkan secara masal, 3 Sentra produksi, dimana minapolitan berada dalam kawasan pemasok hasil perikanan yang dapat memberikan kontribusi besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat. Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu terjamin, 4 Unit usaha, dimana seluruh unit usaha dilakukan dengan menggunakan prinsip bisnis secara profesional dan berkembang dalam satu kemitraan usaha yang saling memperkuat dan menghidupi, 5 Penyuluhan, diarahkan pada penguatan kelembagaan dan pengembangan kawasan. Penyuluh akan berperan sebagai fasilitator dan pendamping program. Lintas sektor, bahwa pengembangan minapolitan dengan dukungan dan kerjasama berbagai instansi terkait untuk mendukung program antara lain penyediaan sarana dan prasarana penunjang program, tata ruang wilayah, penyediaan air bersih, BBM serta akses lain. Pengembangan wilayah yang dihuni oleh nelayan atau kawasan pesisir merupakan wilayah yang bersifat dinamis dan merupakan tantangan bagi perencanaan wilayah dengan tingkat ketidakpastian dan dinamika yang tinggi. Lingkungan kelautan masih sedikit dimengerti, jika dibandingkan dengan wilayah darat. Perlu pendekatan yang terencana dalam mengembangkan wilayah di pesisir, selanjutnya dibutuhkan komunikasi yang baik antara berbagai stakeholder untuk bersama-sama bekerja dan berpikir dalam mengembangkan wilayah Stead dan McGlashan, 2006. Pendekatan pengelolaan suatu wilayah akan lebih efektif, apabila terdapat pihak-pihak yang pro aktif untuk mengelola sumberdaya sesuai dengan kaidah- kaidah pengelolaan yang lestari dengan dukungan pemerintah dan masyarakat nelayan secara bersama. Bila terdapat kejanggalan dalam pemanfaatan sumberdaya, maka secepatnya mencari solusi guna pemecahan masalah Fletcher dan Pike, 2007 Pengembangan wilayah kawasan di daerah pesisir salah satu tujuannya adalah pemberdayaan masyarakat atau nelayan yang kurang beruntung atau dalam kategori masyarakat miskin. Pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pemanfaatan sumberdaya yang ada di sekitarnya dengan dukungan peningkatan sumberdaya nelayan, pematangan dalam berorganisasi dan manajemen dalam berwirausaha. Dalam mengembangkan suatu wilayah, khususnya wilayah pesisir, perlu mengkombinasikan partisipasi masyarakat atau nelayan serta dukungan pemerintah, lembaga non pemerintah, akademisi, atau institusi lainnya yang terkait dalam kemajuan pengembangan wilayah di daerah pesisir White, 2005. Pengembangan kawasan dengan memanfaatkan potensinya perlu menetapkan bentuk kebutuhan ruang sumber daya alam dan lahan yang optimal. Hal ini, untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, serta bagaimana mengatasi ketidakseimbangan akses distribusi penduduk lokal dalam berinteraksi dengan wilayah pusat pertumbuhan perkotaan. Untuk itu, perlu menetapkan kriteria dalam kebijakan dan strateginya, yaitu 1 skala pengelolaan, 2 posisi kota dan wilayahnya, 3 regionalisasi, 4 kelayakan, 5 konsep pengembangan, dan 6 bentuk-bentuk representasi hubungan integrasi fungsional. Semua kriteria ini, selanjutnya dijabarkan dalam langkah kebijakan dan strategi untuk mengoperasionalkan perspektif pengembangan ruang kawasan.

2.6 Analisis Manfaat dan Kelayakan Investasi

Investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh manfaat keuangan dan atau non keuangan yang layak dikemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh orang perorang, perusahaan swasta, maupun badan-badan pemerintah Sutojo, 1995. Pada prinsipnya analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek, yaitu : 1 Analisis finansial, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai investor dalam proyek. Dalam hal ini, maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut, 2 Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima oleh masyarakat. Husnan 1994, mengatakan bahwa banyak manfaat yang dimaksud dengan kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek yang biasanya merupakan proyek investasi, jika dilaksanakan dengan berhasil. Selanjutnya dijelaskan pada umumnya suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga aspek, yaitu : 1 Manfaat ekonomis proyek tersebut bagi proyek itu sendiri sering juga disebut sebagai manfaat finansial. Ekonomis berarti apakah proyek itu dipandang cukup menguntungkan apabila dibandingkan dengan resiko proyek tersebut, 2 Manfaat ekonomis proyek tersebut bagi negara tempat proyek itu dilakukan sering juga disebut manfaat ekonomi nasional yang menunjukkan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro suatu negara, 3 Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat sekitar proyek. Dalam analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total, atau produktivitas atau keuntungan yang di dapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian sebagai keseluruhan, tanpa melihat pihak mana yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan pihak mana dalam masyarakat yang menerima hasil dari pada proyek tersebut. Setiap usulan investasi selalu mempunyai resiko. Semakin tinggi resiko suatu investasi, maka semakin tinggi tingkat keuntungan yang diminta para pemilik modal. Hubungan yang positif antara resiko dan tingkat keuntungan dipertimbangkan dalam penilaian investasi. Bagi para pengambil keputusan, yang penting adalah mengarahkan penggunaan sumber-sumber yang langka kepada proyek-proyek yang dapat memberikan hasil yang paling banyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan, artinya yang menghasilkan social returns atau economic returns yang paling tinggi. Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah di kembangkan beberapa indeks. Indeks-indeks tersebut adalah investment criteria. Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai kelayakan proyek sering