Status Sumberdaya Ikan Perikanan tangkap di Kabupaten Gorontalo Utara

Tabel 46, terlihat bahwa ikan layang dan kerapu tidak memiliki nilai MSY, F optimum, tingkat pemanfaatan, tingkat pemanfaatan peluang pemanfaatan dan peluang pengusahaan. Hal ini karena, hubungan antara CPUE dan upaya penangkapan masih menunjukan nilai positif dan tidak bisa dikelompokkan dalam kategori menurut Bailey 1987 dan FAO 2000. Hasil analisis pada Tabel 46, yang dapat dikategorikan berdasarkan kriteria Bailey 1987 dan FAO 2000, tentang status pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu perairan sebagai berikut : 1 Kategori moderately exploited Moderately exploited adalah stok sumberdaya ikan sudah tereksploitasi setengah dari MSY. Pada kondisi ini, peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya ikan, akan tetapi hasil tangkapan per unit upaya mungkin mulai menurun. Ikan yang termasuk dalam kriteria ini yaitu ikan tembang, kuwe dan kembung. Ikan tembang tahun 2010 tingkat pemanfaatannya mancapai 69,29 dimana produksi pada tahun 2010 mencapai 783 ton sedangkan nilai MSY nya adalah 1.130 ton dengan tingkat pengusahaan 31,77. Potensi pemanfaatan produksi ikan tembang masih mempunyai peluang 30,68 dengan peluang peningkatan potensi pengusahaan hingga 68,24. Dari analisis tersebut dapat dikatakan usaha pengembangan produksi untuk ikan tembang masih layak dikembangkan. Ikan kembung pada tahun 2010, tingkat pemanfaatan kembung mencapai 70,12 dimana produksi pada tahun tersebut sebesar 230 ton dari total MSY 328 tontahun dengan upaya pengusahaan sebesar 62,18. Produksi tangkapan kembung masih berpeluang untuk ditingkatkan pengusahaannya, dimana peluang potensi pengusahan sebesar 37,82 untuk memperoleh peluang produksi sebesar 29,88. Peningkatan jumlah upaya trip sangat direkomendasikan untuk pencapaian produksi optimum. Ikan kuwe merupakan sumberdaya ikan demersal yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Gorontalo Utara. Pada tahun 2010 pemanfaatan potensi ikan kuwe baru mencapai 51,51 atau sebesar 154 ton dari MSY 299 tontahun. Pemanfaatan potensi yang masih rendah disebabkan karena upaya pengusahaan yang masih rendah yaitu baru mencapai 27,50 dari effort optimal atau sebesar 3509 trip dari upaya optimum sebesar 12762 triptahun. Potensi peluang peningkatan pemanfaatan dan pengusahaan kuwe masih terbuka cukup besar dimana potensi peningkatan produksi tangkapan masih dapat ditingkatkan hingga 48,49 dengan potensi pengusahaan sebesar 72,51. 2 Fully exploited, Fully exploited, artinya stok sumberdaya ikan sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan, walaupun hasil tangkapan masih dapat meningkat. Peningkatan upaya penangkapan akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan dan hasil tangkapan per unit upaya pasti turun. Jenis ikan yang termasuk dalam kriteria Fully exploited yaitu ikan teri, tuna dan tongkol. Tingkat pemanfaatan ikan teri tahun 2010 di Kabupaten Gorontalo Utara mencapai 90,72 dimana produksi pada tahun 2010 sebesar 176 ton dari total MSY sebesar 194 ton dengan tingkat pengusahaan sebesar 69,10 atau sebanyak 2.905 trip dari 4.204 trip optimal. Peluang potensi pengembangan produksi dari ikan teri di Kabupaten Gorontalo Utara sudah sudah sangat kecil untuk dilakukan demi menjaga potensi lestari dari ikan teri. Rekomendasinya adalah peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan, walaupun masih ada peluang peningkatan jumlah upaya sebesar 30, 90 atau sebesar 1.288 trip yang memungkinkan hasil tangkapan meningkat. Peningkatan upaya penangkapan akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan menyebabkan hasil tangkapan per unit upaya akan mengalami penurunan. Ikan tuna di Kabupaten Gorontalo Utara pada tahun 2010 tingkat pemanfaatan mencapai 95,61 dimana produksi pada tahun 2010 sebesar 392 ton dari total MSY 420 tontahun. Unit penangkapan yang digunakan untuk pengusahaan tuna dapat dikatakan sudah efektif karena besar tingkat pengusahaan baru mencapai 69,35 namun hasil produksi sudah tinggi. Untuk menjaga agar pemanfaatan dari sumberdaya ikan tuna tetap lestari dan berkelanjutan, peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan. Dengan peningkatan jumlah upaya penangkapan masih memungkinkan hasil tangkapan meningkat, namun dengan peningkatan upaya penangkapan akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan, dan hasil tangkapan per unit upaya akan menurun. Pemanfaatan ikan tongkol sudah mendekati batas MSY. Produksi tangkapan tongkol pada tahun 2010 mencapai 98,00 atau sebesar 1694 ton dari nilai MSY sebesar 1729 tontahun dengan upaya pengusahaan sebesar 99,54 atau sebesar 19584 trip dari effort optimal sebesar 19675 triptahun. Hal ini mengindikasikan alat tangkap yang digunakan sangat efektif. Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan, karena dengan peningkatan upaya penangkapan akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan, dan hasil tangkapan per unit upaya akan menurun. 3 Over exploited, Over exploited, yaitu stok sumberdaya ikan sudah menurun, karena tereksploitasi melebihi nilai MSY. Pada kondisi ini, upaya penangkapan harus diturunkan agar kelestarian sumberdaya ikan tidak terganggu. Jenis ikan yang masuk dalam kriteria over exploited yaitu ikan lemuru dan selar. Ikan lemuru pada tahun 2010, tingkat pemanfaatan telah melebihi batas MSY yaitu 108,33 dimana produksi pada tahun 2010 sebesar 468 ton dari total MSY 432 tontahun. Unit penangkapan yang digunakan untuk pengusahaan lemuru juga sudah melebihi batas effort optimal, dimana tingkat pengusahaan telah mencapai 133,05 dari effort yang diperbolehkan yaitu sebesar 1832 triptahun. Kondisi seperti ini, upaya penangkapan harus diturunkan agar kelestarian sumberdaya ikan tidak terganggu dan sudah tidak direkomendasikan lagi untuk dikembangkan. Pemanfaatan produksi dari sumberdaya ikan selar di Kabupaten Gorontalo Utara pada tahun 2010 kondisinya sama dengan ikan lemuru. Produksi ikan selar pada tahun 2010 mencapai 100,95 dari nilai MSY yang sebesar 452 tontahun dengan upaya penangkapan yang berlebihan mencapai 4205 trip dengan tingkat pengusahaan sebesar 118,99. Kondisi seperti ini, upaya penangkapan harus diturunkan agar kelestarian sumberdaya ikan tidak terganggu dan sudah tidak direkomendasikan lagi untuk dikembangkan. Hasil analisis pada Tabel 46, tidak semua jenis ikan masuk dalam kriteria yang dikelompokkan berdasarkan Bailey 1987 dan FAO 2000, tentang status pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu perairan, hanya terdiri dari: 1 unexploited, artinya stok sumberdaya ikan berada pada kondisi belum tereksploitasi, sehingga aktivitas penangkapan ikan sangat dianjurkan di perairan ini guna mendapatkan keuntungan dari produksi; 2 highly exploited, artinya stok sumberdaya ikan baru tereksploitasi dalam jumlah sedikit kurang dari 25 persen MSY. Pada kondisi ini, peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat dianjurkan karena tidak mengganggu kelestarian sumberdaya ikan dan hasil tangkapan per unit upaya catch per unit effort atau CPUE masih mungkin meningkat; 3 moderately exploited, artinya stok sumberdaya ikan sudah tereksploitasi setengah dari MSY. Pada kondisi ini, peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya ikan, akan tetapi hasil tangkapan per unit upaya mungkin mulai menurun; 4 fully exploited, artinya stok sumberdaya ikan sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY. Disini peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan, walaupun hasil tangkapan masih dapat meningkat. Peningkatan upaya penangkapan akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan dan hasil tangkapan per unit upaya pasti turun; 5 over exploited, artinya stok sumberdaya ikan sudah menurun, karena tereksploitasi melebihi nilai MSY. Pada kondisi ini, upaya penangkapan harus diturunkan agar kelestarian sumberdaya ikan tidak terganggu; 6 depleted,artinya stok sumberdaya ikan dari tahun ke tahun jumlahnya mengalami penurunan secara drastis, dan upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk dihentikan. Jenis ikan yang tidak termasuk dalam pengelompokkan berdasarkan kriteria Bailey 1987 dan FAO 2000 yaitu ikan cakalang. Pemanfaatan ikan cakalang telah mencapai 72,40 dimana jumlah produksi pada tahun 2010 sebesar 2.579 ton dari nilai MSY cakalang yang sebesar 3.562 ton. Pemanfaatan produksi ikan cakalang masih mempunyai potensi peluang 27,60 namun tingkat pengusahan dari ikan cakalag sudah melebihi dari effort optimumnya yaitu sebesar 154,05. Hal ini mengindikasikan bahwa penangkapan ikan cakalang sudah semakin sulit dilakukan dengan tingkat pengusahaan yang berlebih namun hasilnya sedikit. Faktor yang mempengaruhi tingginya upaya penangkapan ikan cakalang yaitu disebabkan oleh jumlah alat tangkap yang menangkap ikan cakalang. Jumlah alat tangkap yang menangkap cakalang terdiri dari purse seine sebesar 116 unit, payang sebesar 81 unit, dan gillnet sebesar 1.023 unit. Kondisi perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara dengan jenis ikan yang dominan tertangkap, terlihat eksploitasi terhadap sumberdaya ikan relatif tinggi dan beberapa jenis telah mengalami overfishing, Hal ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan tidak lagi efisien, sehingga perlu peran pemerintah dalam mengatur sumberdaya. Menurut Widodo 2003, pada kondisi perairan yang telah mengalami tangkap lebih, peran pemerintah harus melakukan pengaturan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan. Dengan pengelolaan yang lebih baik memungkinkan terjadinya pemulihan sumberdaya ikan yang selanjutnya akan meningkatkan jumlah hasil tangkapan.

6.2 Kelayakan Usaha Perikanan

Salah satu faktor pengelolaan peikanan berkelanjutan adalah faktor ekonomi, hal ini berarti bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan suberdaya ikan serta investasi secara efisien. Berdasarkan hal tersebut, kelayakan ekonomi perlu dipertimbangkan. Kelayakan ekonomi digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi suatu usaha perikanan tangkap dan salah satunya adalah faktor finansial. Penyesuaian harga finansial dilakukan agar dapat menggambarkan nilai sosial secara menyeluruh baik untuk input maupun output usaha perikanan tangkap. Harga ikan atau jasa diubah agar lebih mendekati opportunity cost nilai ikan atau jasa dalam alternatif pemanfaatan yang terbaik. Dalam analisis faktor finansial ini digunakan juga harga sosial yang merupakan harga bayangan shadow priceaccounting price. Harga bayangan adalah setiap harga barang atau jasa yang bukan merupakan harga pasar belum diketahui, untuk menggambarkan distribusi pendapatan dan tabungan masyarakat. Kelayakan tersebut didasarkan hasil analisis NPV≥ 0, IRR ≥ tingkat suku bunga yang berlaku dan net BC≥ 1. Analisis finansial dalam usaha perikanan sangat penting artinya terutama dalam memperhitungkan insentif bagi nelayan atau orang lain yang terlibat dalam suatu usaha perikanan. Dengan melakukan analisis finansial, maka dapat mengestimasi keuntungan secara keseluruhan dari total produksi atau penangkapan. Analisis finansial akan berdampak pada kondisi ekonomi nelayan, artinya dengan melakukan analisis finansial sebaik mungkin maka keuntungan yang diperoleh akan diestimasi sebaik mungkin sehingga dapat dipastikan bahwa kondisi ekonomi nelayan meningkat. Hasil analisis finansial berdasarkan nilai NPV net present value, net BC ratio net benefit cost ratio dan IRR Internal Rate of Return merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor. Nilai NPV merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa akan datang yang didiskontokan. Nilai NPV usaha perikanan yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara untuk usaha perikanan berturut-turut adalah bagan perahu Rp 57.286.958, purse seine sebesar Rp 241,082,370, pancing tuna Rp 217,350,579, payang Rp 12.637.657, pancing ulur Rp 7.224.660, bubu Rp 8.419.727, sero Rp 4.639.817, dan gillnet 12.782.057. Nilai NPV menyatakan bahwa nilai kas bersih pada saat yang akan datang lebih besar nilainya dari nilai investasi yang ditanamkan. Dari hasil diatas diperoleh bahwa nilai NPV usaha perikanan bagan perahu memiliki cadangan nilai kas bersih yang lebih tinggi dibandingkan dengan purse seine, pancing tuna, payang, pancing ulur, bubu, sero serta gillnet. Artinya dengan meningkatkan hasil dari usaha perikanan bagan perahu akan mempercepat peningkatan biaya pengembalian modal usaha, dan untuk investasi awalnya tidak diperlukan dana yang besar. Dengan memaksimalkan usaha perikanan bagan perahu maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar, dan nelayanpun dapat memastikan bahwa insentifnya akan meningkat untuk perbaikan kondisi ekonominya. Nilai net BC Ratio merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu usaha akan dikatakan layak apabila nilai net BC ≥ 1 positif, dan dikatakan tidak layak apabila nilai net BC ≤ 1. Dari perhitungan nilai net BC ratio usaha perikanan tangkap diperoleh nilai positif untuk semua jenis alat tangkap yang digunakan. Nilai untuk usaha perikanan purse seine sebesar 1.56; pancing tuna 1.95; bagan perahu 1,48; bubu 1,84; pancing ulur 1,76; payang 5.1,30; sero 1,42; dan gillnet 1,91. Nilai net BC ratio yang positif menunjukkan bahwa semua jenis usaha perikanan diatas layak