Pelatih memahami langkah-langkah strategis dalam mengadopsi dan mengadaptasi praktik baik tata Pelatih mampu menerapkan model perbaikan yang berkesinambungan dengan menggunakan hasil

159 www.kinerja.or.id Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu: a. Mendukung iklim usaha yang baik melalui pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Barru, Sulawesi Selatan. 2. Pilih salah satu praktik baik. 3. Diskusikan dan analisis praktik baik yang sudah dipilih tersebut dalam kelompok kerja. 4. Tuliskan hasil analisis yang menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana praktik baik tersebut dapat mengatasi atau memberi solusi atas permasalahan sebelum inisiatif dilaksanakan? b. Bagaimana penjelasan mengenai keberhasilan penerapan praktik baik tersebut dari berbagai sisi seperti kepemimpinan, kelembagaan, sumberdaya manusia, kemampuan inansial, dan lain sebagainya? c. Apa saja tantangan yang dihadapi ketika praktik baik tersebut dilaksanakan? Bagaimana tantangan tersebut ditangani? d. Apakah praktik baik tersebut dapat diadopsi dan diadaptasi oleh daerah lain? Jika tidak, mengapa? Jika ya, apa syaratnya dan bagaimana caranya? 5. Presentasikan dan diskusikan hasil kerja kelompok. Lembar Kerja Lihat lembar kerja terlampir 160 www.kinerja.or.id Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar Lembar Kerja Hasil Kerja Diskusi Kelompok Kelompok: ____________________ Judul praktik baik Masalah sebelum inisiasi praktik baik Bagaimana praktik baik memberi solusi Faktor-faktor keberhasilan kepemimpinan, kelembagaan, SDM, kemampuan inansial, dll Tantangan yang dihadapi Cara adopsi dan adaptasi praktik baik tersebut 161 www.kinerja.or.id Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar Bahan Bacaan 3.1. Praktik Cerdas KINERJA Kemitraan Bidan dan Dukun, Aceh Singkil, Aceh Ringkasan Sebelum program kemitraan bidan dan dukun dilaksanakan di Aceh Singkil, tingkat persalinan dengan bantuan dukun di kabupaten ini tergolong tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2010, angka persalinan dengan bantuan dukun mencapai 38,28 dan dukun yang aktif adalah 122. Hal ini karena masyarakat lebih percaya kepada dukun ketimbang tenaga medis yang masih dianggap muda dan kurang berpengalaman. Namun, dukun seringkali kurang mendapat pelatihan medis dan kurang dibekali untuk menangani komplikasi kehamilan yang mengancam kesehatan ibu dan bayi mereka. Karena sebagian besar persalinan yang ditangani oleh dukun dilakukan di rumah dan jauh dari sarana kesehatan maka bantuan profesional menjadi sulit diperoleh. Untuk mengatasi masalah ini, sebuah proyek percontohan peningkatan tata kelola kemitraan bidan dan dukun diluncurkan tahun 2012. Proyek ini bertujuan mengurangi kematian ibu dengan memanfaatkan tenaga medis yang terlatih dalam membantu persalinan sesuai standar pelayanan kesehatan ibu dan anak nasional serta mengurangi komplikasi pada kehamilan yang berisiko tinggi melalui suatu pendekatan yang sensitif budaya. Situasi Sebelum Inisiatif Aceh Singkil adalah salah satu dari 23 kabupaten di Provinsi Aceh dan memiliki 11 Puskesmas untuk melayani 108.000 warga yang tinggal tersebar di daerah pesisir, perbukitan dan daerah aliran sungai. Sebelum program kemitraan bidan dan dukun ini dilaksanakan di Aceh Singkil, banyak ibu yang melahirkan dengan bantuan dukun, terutama di desa-desa di daerah aliran sungai. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik tahun 2010, 38,28 kelahiran di Aceh Singkil ditangani oleh dukun dan terdapat 122 dukun aktif. Meskipun tenaga bidan yang telah menerima pelatihan medis sebenarnya tersedia, tradisi masyarakat di daerah ini sangat kuat dan dukun merupakan sesepuh yang sangat dihormati karena dipercaya memiliki kemampuan spiritual dan pengobatan khusus. Kedudukan dukun yang dihormati di masyarakat dan tenaga mereka yang murah menjadi alternatif yang menarik bagi sebagian besar keluarga dari golongan ekonomi yang lebih rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan daerah terpencil yang jauh dari sarana kesehatan. Akan tetapi, dukun seringkali kurang mendapatkan pelatihan medis atau pemahaman tentang prosedur persalinan yang benar. Akibatnya, dukun 162 www.kinerja.or.id Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar kurang dibekali untuk menangani komplikasi yang mengancam kesehatan ibu dan bayi mereka. Karena sebagian besar persalinan yang ditangani oleh dukun dilakukan di rumah dan jauh dari sarana kesehatan maka bantuan profesional menjadi sulit diperoleh. Sebaliknya, bidan yang sudah terlatih secara medis dipandang terlalu muda dan kurang berpengalaman oleh banyak warga masyarakat untuk menangani proses persalinan secara benar, dan karena mereka tidak dapat berbicara dengan logat lokal maka sulit bagi mereka untuk dapat berhubungan dengan masyarakat yang harus mereka layani. Untuk mengatasi masalah ini, suatu program percontohan kemitraan bidan dan dukun diluncurkan tahun 2012. Program ini bertujuan untuk memanfaatkan keterampilan tenaga medis yang terlatih dalam membantu persalinan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan ibu dan anak nasional dan mengurangi komplikasi pada kehamilan yang berisiko tinggi melalui suatu pendekatan yang sensitif secara budaya. Strategi Implementasi Strategi keberhasilan pelaksanaan dan penerapan kemitraan bidan-dukun di masyarakat sangat ditentukan dari keterlibatan para pihak di daerah seperti kepala Puskesmas, bidan, kepala desa, ketua masjid lokal, LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama, relawan kesehatan lokal, dukun itu sendiri. Program ini menggabungkan kesehatan modern dan budaya lokal yang dihormati sepanjang waktu. Dalam program ini, dukun sebagai sesepuh yang dihormati tetap dilibatkan dalam proses persalinan. Mereka membantu menenangkan dan memberikan bimbingan rohani kepada ibu-ibu yang melahirkan dan petugas medis memberikan profesionalnya. Jadi, program ini memberikan solusi yang saling menguntungkan bagi dukun dan petugas medis yang terlatih. Beberapa strategi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Identiikasi desa dimana masih ada

persalinan yang dibantu dukun: Pada tahap ini, Puskesmas melakukan focus group discussion dengan pemangku kepentingan pemerintah dan non-pemerintah untuk membahas masalah dan solusi kesehatan terutama kesehatan ibu dan anak di wilayah kerja Puskesmas. Focus group discussion tersebut menemukan bahwa dua desa memiliki tingkat persalinan dengan dukun yang tinggi. Salah satu penyebab utama masalah tersebut adalah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan tenaga medis yang masih muda dan belum banyak pengalaman.

b. Koordinasi

Untuk menidaklanjuti hasil focus group discussion, Puskesmas menyampaikan hasil pertemuan kepada para pembuat kebijakan di dinas kesehatan dan Kepala Puskesmas Aceh 163 www.kinerja.or.id Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar Singkil. Hasilnya, dinas kesehatan memutuskan untuk mendukung kemitraan bidan dan dukun dan minta saran dari berbagai pemangku kepentingan tentang cara memfasilitasi pelaksanaan program secara partisipatif.

c. Membangun kesepahaman antar sektor

Pada tahap ini, berbagai pendekatan baik formal lokakarya dan non formal dilakukan kepada berbagai pemangku kepentingan seperti bidan, dukun, tokoh masyarakat, pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. Pendekatan tersebut dilakukan untuk membangun kesepahaman lintas sektor tentang pentingnya kemitraan bidan dan dukun sehingga semua pihak sepakat untuk melaksanakan program tersebut. Setelah mengikuti berbagai lokakarya, para pemangku kepentingan menyetujui hak dan kewajiban bidan dan dukun sebelum dan selama persalinan yang kemudian dijabarkan dalam MoU kemitraan bidan dan dukun.

2. Pelaksanaan Program

a. Penyusunan surat keputusan kepala desa tentang kemitraan bidan dan dukun

Berdasarkan lokakarya yang telah dilakukan, pemerintah desa Teluk Rumbia dan Rantau Gedang, dua desa percontohan, sepakat untuk mengalokasikan anggaran desa DAAD sebesar Rp. 50, 000 per bulan sebagai ‘gaji pokok’ bagi dukun dan memberikan insentif tambahan menggunakan dana Jampersal sebesar Rp. 50,000 per persalinan bagi dukun yang merujuk ibu untuk bersalin di fasilitas kesehatan. Keputusan desa ini diformalkan dalam surat keputusan kepala desa tentang dukun beranak desa.

b. Penandatanganan MoU

Setelah membahas ketentuan dalam perjanjian, program ini kemudian diresmikan melalui penandatanganan MoU kemitraan bidan dan dukun oleh para bidan dan dukun dan disaksikan oleh pejabat dinas kesehatan, kepala Puskesmas, kepala desa, Ikatan Bidan Indonesia, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Perjanjian ini juga memuat tentang insentif inansial bagi dukun agar kemitraan ini tetap berjalan untuk mencapai praktik persalinan aman.

3. Monitoring dan Evaluasi

Agar lebih memahami pelaksanaan dan memantau perkembangan program, Puskesmas, dinas kesehatan, pemerintah desa dan forum lintas pemangku kepentingan Komite Kesehatan Kecamatan K3 melakukan evaluasi secara teratur. Berikut adalah strategi monitoring dan evaluasi yang dilakukan berbagai pihak:

a. Komite Kesehatan Kecamatan dan Puskesmas

Komite Kesehatan Kecamatan K3 mengadakan pertemuan bulanan untuk mengevaluasi kemitraan bidan-dukun. Dalam 164 www.kinerja.or.id Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar pertemuan ini, kepala Puskesmas menyarankan agar program kemitraan direplikasi di tiga desa lain karena masih banyak proses persalinan dilakukan tanpa bantuan tenaga medis yang terlatih di desa-desa itu. Program berhasil direplikasi di ketiga desa tersebut melalui komitmen bersama yang serupa antara bidan, dukun dan kepala desa. Dengan adanya dukungan dari masyarakat dan peraturan dari kepala desa, inisiatif ini berhasil mengalami kemajuan. Warga masyarakat terus memantau jalannya inisiatif dan berpartisipasi dalam pelaksanaannya.

b. Puskesmas

Koordinator bidan Puskesmas mengadakan kunjungan lapangan setiap bulan ke desa- desa mitra untuk memantau kepatuhan terhadap MOU yang telah ditandatangani dan mencocokkan hasil yang dicapai dengan dokumen perencanaan. Selain itu, nomor hotline di Puskesmas Singkil tersedia untuk menerima keluhan dari masyarakat sehubungan dengan pelayanan bidan dan dukun di desa-desa mitra.Nomor hotline ini telah digunakan untuk memudahkan akses dan meningkatkan daya tanggap pemerintah terhadap kebutuhan perawatan kesehatan masyarakat. Misalnya, ibu-ibu hamil telah menggunakan nomor hotline ini untuk meminta pelayanan darurat seperti ambulan atau bantuan bidan. Untuk menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi, Puskesmas Singkil mulai mengembangkan kartu emergensi persalinan dengan nomor kontak kepala Puskesmas, koordinator bidan, bidan desa, kepala desa dan komite kesehatan kecamatan.

c. Dinas Kesehatan

Dinas kesehatan kabupaten menyusun data dari Puskesmas untuk melakukan evaluasi tahunan terhadap pelaksanaan inisiatif di kedua desa. Dinas kesehatan juga melakukan evaluasi terhadap pelayanan persalinan yang ditangani setiap tahun, dengan mengadakan pengawasan tambahan terhadap kemitraan bidan-dukun. Anggaran yang Diperlukan Untuk melaksanakan kemitraan dukun-bidan di Aceh Singkil, berbagai pemangku kepentingan menyediakan dana guna mendukung inisiatif ini: • Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil tahun 2012 sebesar Rp.56.250.000 untuk kegiatan kemitraan bidan-dukun. • Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil tahun 2013 sebesar Rp.37.577.000, termasuk dana untuk replikasi inisiatif ini di Puskesmas- Puskesmas lain. • Puskesmas Singkil dengan dana Bantuan Operasional Kesehatan BOK tahun 2013 sebesar Rp.25.000.000 • LSM IMPACT-Yayasan Daun dari hibah internasional sebesar Rp.40.000.000 dan