11 3
w w
w .ki
nerj a.o
r.id
M o
dul T
ata K
el o
la P
el aya
na n
Publ ik
Berba sis
Sta nd
ar
NSPK SPM
SPP SOP
ISO Instansi
daerah yang relevan
Instansi yang melaksanakan urusan
yang dibarengi NSPK Dinas, dan UPTD dlm.
sektor yang mempunyai SPM
Terutama UPTD UPTD
UPTD
Pelayanan sasaran
Pelayanan apapun yang mempunyai aspek teknis
Pelayanan dasar urusan wajib
Pelayanan apapun yang menyentuh publik
Berkaitan pelayanan apapun
Khususnya RS, Puskesmas, OSS
Kapasitas pelaksana
yang diperlukan
Sedang; khusunya aspek teknis
Sedang-tinggi; aspek perhitungan biaya
dan integrasi dalam perencanaan anggaran
paling rumit Rendah-sedang; aspek
mekanisme pengaduan dan survei kepuasan
paling rumit Rendah-sedang; perlu
pengertian “business process”
Tinggi, oleh karena merupakan pendekatan
yang menyeluruh
Fokus ongkos
penerapan
Tuntutan NSPK dapat berimplikasi biaya mis.,
pilihan teknologi Jangkauanmutu sesuai
target pencapaian yang diatur oleh menteri-menteri
Ongkos mengembangkan SPP; SPP cenderung
prosedural, namun mutu staf dapat berimplikasi
dana Ongkos awal untuk
mengembangkan SOP Ongkos akreditasi dan
monitoring secara berkala cukup tinggi
Dasar hukum di daerah
Kurang jelas kalau diperlukan
Kurang jelas kalau diperlukan; terdapat Perda
peraturan KDH Masing-masing UPTD
mempunyai panduan, dan service charter
Pedoman internal UPTD dokumen akreditasi
Dokumen akreditasi dari badan akreditasi
Pelaporan pengend-
alian
Pelaporannya tergantung kategori dalam NSPK.
Menteri-menteri seharusnya memonitor
penerapan NSPK Pencapaian SPM
dilaporkan kepada KDH dan kepada menteri yang
bersangkutan. Menteri memonitor pencapaian
SPM Belum keluar PP yang
akan menjelaskan. Sistem ombudsman?
Kalau SOP intern saja – tidak ada pelaporan.
Untuk yang berasal dari badan akreditasi, sesuai
tuntutan badan Sesuai tuntutan ke badan
akreditasi nasional di bawah ISO
Sanksi untuk pengabaian
Tergantung kategori NSPK Belum jelas
Belum jelas Badan akreditasi dapat
tarik statusnya Badan akreditasi dapat
tarik statusnya?
5
114
www.kinerja.or.id
Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar
Tergantung jenis standar, aktor di daerah diberikan ruang gerak untuk penerapan yang berbeda.
Sebagian standar merupakan kewajiban NSPK SPMsebagian dari SPPsebagian dari SOP. Untuk
sebagian SPP, SOP dan standar berkaitan akreditasi ISO, pengembangan atau penerapannya tergantung
instansiunit pelaksana – tidak ada keharusan yang berasal dari pemerintah.
Pencapaian atau penerapan standar sangat tergantung pada kapasitas aktor di daerah, dan jenis
standar yang dihadapi. Ada standar yang menuntut kapasitas yang tinggi misalnya beberapa SPM,
dan ada yang lebih mudah diterapkan berbagai SOP yang sepenuhnya dikembangkan secara
intern. Kapasitas yang dimaksudkan termasuk aspek keuangan. SPM sangat berimplikasi pada
pendanaan karena terfokus pada jangkauanakses, mutu pelayanan, dan tata kelola. Beberapa dari
SOPSPP lebih menekankan prosedur internal sebuah organisasi, dan tidak menuntut pendanaan
yang besar untuk membenahi prosedur tersebut. Penerapan berbagai standar juga dimudahkan
oleh peraturan perundang-undangan yang jelas dan menyentuh hal yang penting. Sebaliknya,
masih banyak hal yang perlu diklariikasi untuk berbagai jenis standar. Misalnya, dalam UU 252009
masyarakat diberikan hak untuk mengajukan pengaduan kepada Ombudsman. Masih belum jelas
apakah Ombudsman daerah juga dapat menangani pengaduan dari unit pelayanan pemerintah daerah
UPTnya atau hanya Ombudsman yang dibentuk oleh Pemerintah.
1
Lagipula, belum jelas apakah masyarakat yang kurang puas dengan pencapaian
SPM dapat mengunakan jalur Ombudsman Pusat atau Daerah untuk pengaduannya. Selain contoh
ini, banyak pertanyaan lain yang masih menunggu klariikasi, dan upaya klariikasi sebaiknya dilakukan
secara terkait oleh pihak nasional yang berperan mensponsori berbagai jenis standar.
Dilihat secara menyeluruh, dapat dimengerti kalau penerapan semua jenis standar secara simultan
menjadi tantangan yang kurang layak diupayakan untuk kebanyakan daerah. Oleh karena itu,
sebaiknya masing-masing daerah memutuskan secara bijaksana bagaimana memanfaatkan
keragaman standar yang didorong oleh berbagai “sponsor.”
3. Hakekat Jenis Standar
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria NSPK
Sebelum era desentralisasi dan reformasi, peranan unit dekonsentrasi perpanjangan pemerintah pusat
seperti Kantor Wilayah dan Kantor Kementerian, sangat berperan di daerah. Perangkat daerah
melaksanakan beberapa urusan, namun daerah
1 Isu ini digugat oleh beberapa daerah sampai ke Mahkamah Konstitusi. Perlu juga dicatat bahwa lembaga ombudsman belum terbentuk di semua provinsi dan kabupatenkota sebagai lembaga pusat atau daerah.
6
115
www.kinerja.or.id
Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar
diberikan ruang gerak yang terbatas. Peranan instansi di daerah, apakah “dekon” atau otonom,
sering diberikan koridor yang agak sempit melalui pentunjuk pelaksanaan - Juklak yang menekankan
aspek peranan dan prosedural dan petunjuk teknis Juknis. Juklak biasannya dikeluarkan oleh
Kementerian Dalam Negeri pembinaan umum, sedangkan Juknis biasannya dikeluarkan oleh
kementerian-kementerian sektoral pembinaan teknis.
Dengan desentralisasi yang sangat dalam disebut Big Bang oleh pengamat luar, kebanyakan
urusan terkait pelayanan dasarpelayanan publik
2
, diserahkan kepada kabupatenkota. Pedoman-pedoman yang dulu menjadi alat
mendukung KanwilKandep dan unit otonom di daerah, sebagian menjadi kurang relevan lagi
khususnya juklak mengingat perubahan drastis dalam sistem pemerintahan; dari pendekatan
sentralistis ke pendekatan desentralisasi. Konsekuensinya, berbagai juklakjuknis perlu
disesuaikan agar mencerminkan letak urusan dan hubungan kelembagaan baru, terutama dengan
memperhatikan pembagian urusan pemerintahan yang diuraikan secara rinci dalam Peraturan
Pemerintah awalnya dalam PP 252000, yang kemudian diperbaharui dalam PP 382007.
Pedoman-pedoman baru yang relevan bagi daerah tidak lagi dinamakan “juklakjuknis,” melainkan
diberikan singkatan “NSPK” Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria.
3
Proses penyesuaian pedoman-pedoman tersebut telah mulai tahun 2007 seharusnya diselesaikan
pada 2009, sesuai ketentuan PP 382007, dan harus dilakukan dalam semua bidang urusan 31
yang tidak menjadi bidang esklusif pemerintah. Tentu tidak semua urusan yang sekarang dipegang
daerah perlu NSPK, atau perlu NSPK yang “berat tebal.” “Campur tangan” Pemerintah dalam
urusan otonom hanya dapat dijustiikasi oleh karena pembagian urusan sebagaimana terdapat
dalam PP 382007 tetap perlu penjelasan yang operasional. Kementerian-kementerian sebenarnya
dapat dengan cepat menyelesaikan NSPK apabila mereka memanfaatkan menyesuaikan juklakjuknis
yang telah ada agar mencerminkan pengaturan kelembagaan yang terdesentralisasi.
Beberapa kementerian kemudian menyesuaikan mengkonirmasikan NSPK dengan tetap
menggunakan nama produk hukum yang lama. Misalnya, Kementerian Pendidikan Nasional
menggunakan istilah Standar Nasional Pendidikan SNP untuk suatu paket standar yang telah lama
dikembangkan dan telah familiar bagi stakeholders sektor pendidikan. Ada juga kementerian-
2 Pelayanan dasar adalah “jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan.” Pasal 18 PP 652005
3 Kecuali di Aceh, di mana peraturan perundang-undangan berkaitan otonomi khusus menyebutkan hanya “NSP” kriteria tidak muncul.
7
116
www.kinerja.or.id
Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar
kementerian yang mengeluarkan paket parsial atau lengkap yang diperbaharui dengan judul yang
memuat istilah “NSPK.” Kenyataannya tidak ada cara yang baku dalam penyusunan instrumen
kementerian tentang NSPK. Oleh karena itu, para stakeholders perlu waspada; bisa saja
suatu kementerian mengeluarkan instrumen baru dengan judul “NSPK”, namun kementerian itu tetap
menjalankan instrumen lain yang juga bersifat NSPK yang juga disesuaikan atau mungkin masih lama
kontradiktif. Dalam mengkonirmasimengembangkan NSPK,
diharapkan bahwa pembinaan dari Pemerintah diimbangi dengan hak otonomi daerah. Oleh karena
itu, praktik baik dalam menyusunmemperbaharui NSPK adalah dengan membatasinya pada prinsip
kepentingan nasional yang pokok, seperti hal-hal berikut: pemerataan akses pada pelayanan, mutu
pelayanan, keselamatan, perlindungan, kenyamaan, eisiensi, keseragamankebangsaan.
Standar Pelayanan Minimal SPM
Standar pelayanan minimal SPM adalah hak warga negara yang tertuang dalam konstitusi,Undang-
Undang dan Konvenan Internasional. Sebagaimana diatur dalam UU No. 322004, penyelenggaraan
urusan wajib yang bersifat pelayanan dasar berpedoman pada standar pelayanan minimal.
Standar yang dimaksudkan ditetapkan oleh Pemerintah dan diperkirakan akan dicapai secara
bertahap. Peraturan Pemerintah No. 652005 dan peraturan lanjutan lainnya menambah rincian
tentang konsep SPM. Beberapa kementerian mulai mengeluarkan
peraturan tentang SPM pada tahun 2001, sebagai respon terhadap PP 252001. Sebutan SPM pada
tahap ini dianggap terlalu ambisius, khususnya karena tuntutan pendanaan. Selain itu formulasinya
masih kurang jelas dan kurang layak untuk dikendalikan melalui sistem datapelaporan yang
ada pada saat itu. Pada fase ini muncul juga banyak debat dan kesalahpahaman atas SPM,
yang masih perlu banyak diskusi dan klariikasi. Misalnya,saat ini telah jelas bahwa daerah dapat
mengejar SPM lebih cepat daripada sasaran periodik yang ditentukan Pemerintah, dan daerah
dapat meningkatkan SPM 9 tahun wajib belajar sekarang ditingkatkan di berbagai daerah menjadi
12 tahun wajib belajar. Selain itu, sudah lebih jelas bahwa tidak ada dan tidak perlu dana khusus atau
organisasi khusus di daerah untuk SPM. Pencapaian SPM merupakan kegiatan inti daerah dan segala
sumber daya perlu memprioritaskan pencapaian SPM. Sudah tentu organisasi daerah dapat
disesuaikan agar pelayanan yang dimaksudkan menonjol, namun tidak perlu menambah unit-
unit khusus seakan SPM adalah suatu “proyek” tambahan.
Pada tahun 2008, setelah dikeluarkannya PP 652005 dan peraturan pelaksana yang sangat
operasional, Tim Konsultasi antar kementerian membantu DPOD mempedomani kementerian-
8