177
www.kinerja.or.id
Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar
meningkatkan secara signiikan akses ke kegiatan ekonomi formal untuk kelompok
ini. Pada tahun 2010, hanya 52 usaha mikro dengan modal kurang dari lima juta rupiah
yang mendapatkan izin usaha. Angka tersebut naik menjadi 82 orang pada tahun 2011, tetapi
melonjak menjadi 394 orang pada tahun 2012. Sebagian besar pemilik usaha ini berasal dari
keluarga berpenghasilan rendah. Inisiatif ini juga berhasil meningkatkan jumlah usaha milik
perempuan yang mendapatkan izin. Misalnya, pada tahun 2010, hanya 24 perusahaan
swasta yang mendapatkan surat izin usaha perdagangan SIUP dimiliki oleh perempuan,
sedangkan pada tahun 2013, jumlahnya mencapai 45.
d. Investasi baru yang signiikan.
Seperti yang diharapkan, nilai investasi meningkat tajam meskipun agak lama setelah
pendampingan. Pada tahun 2010 dan 2011, berdasarkan catatan Pemda, investasi masing-
masing hanya mencapai Rp.42,8 miliar dan Rp.92,8 miliar Pada tahun 2012 terjadi kenaikan
sebesar 50 menjadi Rp.147,0 miliar. Setahun kemudian sampai 5 Desember 2013, investasi
sektor swasta mencapai Rp.1.306,4 miliar atau hampir sembilan kali nilai investasi tahun 2012.
Pembelajaran
Ada tiga pembelajaran utama yang dapat dipetik dari penyederhanaan perizinan dan perbaikan tata kelola
di Barru yang cocok untuk direplikasi di kabupaten- kabupaten lain di seluruh Indonesia dan di negara-
negara lain:
a. Komitmen yang kuat dari bupati perlu dioperasionalisasikan melalui manajemen
tingkat menengah.
Bupati Barru telah memperlihatkan komitmen yang kuat untuk memperbaiki iklim investasi
khususnya untuk masyarakat miskin dan usaha mikro. Tetapi, perbaikan yang berarti hanya
dapat dilakukan apabila manajemen tingkat menengah mampu mengoperasionalisasikan
komitmen tersebut dan membangun koalisi untuk reformasi di internal pemerintah. Saat
yang tepat adalah ketika kelompok kerja perizinan dibentuk yang beranggotakan
para wakil dari PTSP, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan beberapa divisi di
lingkuntan Sekretariat Daerah. Kelompok kerja ini merupakan pendorong utama perubahan
yang sangat efektif untuk bekerja sama dengan instansi teknis lainnya.
b. Reformasi substansial akan menghadapi penolakan sehingga dibutuhkan pendekatan
bertahap untuk menanggulanginya.
Kurang realistis untuk berharap bahwa instansi teknis yang sebelumnya memiliki kuasa
untuk menerbitkan izin akan menyerahkan wewenangnya begitu saja dengan adanya
berbagai insentif politik dan, barangkali, insentif ekonomi, di tingkat lembaga maupun
178
www.kinerja.or.id
Modul Tata Kelola Pelayanan Publik Berbasis Standar
perorangan. Kelompok kerja perizinan sebagai pendorong reformasi perlu bersabar dalam
meyakinkan instansi teknis untuk mendukung proses reformasi. Pendekatan bertahap yang
diadopsi dalam inisiatif ini berguna dari dua segi: i perlahan-lahan membangun kapasitas PTSP;
dan ii memberikan bukti keberhasilan yang dapat meyakinkan pihak-pihak yang dulunya
skeptis untuk bergabung dengan “koalisi reformasi.”
c. Bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil penting untuk mempercepat reformasi
dan mempertahankannya.
Interaksi yang intensif dengan asosiasi pengusaha, LSM, jurnalis dan akademisi
sangat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman tentang masalah-masalah
perizinan. Selanjutnya, interaksi ini juga dapat dimanfaatkan untuk menciptakan “tekanan”
terhadap instansi teknis yang menolak reformasi dan untuk menjangkau masyarakat umum
serta penerima manfaat sasaran tertentu, seperti masyarakat miskin dan usaha mikro.
Setelah pendampingan, organisasi sipil masyarakat dapat membantu mempertahankan
reformasi dan bahkan lebih meningkatkannya. Kerjasama dengan LSM yang beroperasi di
beberapa kabupaten, YAS dalam hal ini, sangat bermanfaat untuk merancang pendampingan
berdasarkan pengalaman mereka maupun untuk mereplikasi inisiatif di kabupaten-kabupaten lain.
Tantangan dan Solusi
Selama program ini dijalankan ada beberapa tantangan yang dihadapi, antara lain adalah:
a. Penolakan dari instansi teknis lokal yang biasa mengelola penerbitan izin sebelum penyerahan
wewenang dan deregulasi. Pengurangan wewenang perizinan menghambat dukungan
kelembagaan dan individual bagi instansi yang kehilangan wewenangnya.
b. Ada beberapa peraturan teknis nasional yang tidak mendukung upaya untuk
menyederhanakan regulasi atau menyerahkan wewenang kepada PTSP. Sebagai contoh,
peraturan teknis mengenai program kesehatan dan lingkungan hidup secara spesiik
menetapkan bahwa izin harus dikaji oleh instansi teknis lokal masing-masing. Demikian
pula, salah satu peraturan mewajibkan segala jenis restoran, berapa pun besarnya, untuk
mengadakan analisis dampak lingkungan dan menyusun rencana pemantauan UKLUPL
yang mahal bagi usaha mikro.
Kelompok kerja perizinan melaksanakan lima solusi
untuk mengatasi kendala-kendala tersebut: a. Kelompok kerja mengadopsi pendekatan
bertahap dan terpadu. Pengurangan bertahap jenis izin dan penyerahan wewenang perizinan
dilaksanakan tanpa menunggu persetujuan semua instansi teknis untuk menyerahkan
kendali.