Keberlanjutan Pengelolaan Eksosistem Mangrove Berbasis Mitigasi

mempertimbangkan manfaat secara keseruhan dari strategi pengelolaan dan secara eksplisit menentukan prioritas pengelolaan yang terbaik bagi seluruh pihak. Pada dasarnya, pengelolaan wilayah pesisir dilakukan dengan tujuan untuk mensejahterakan seluruh stakeholders yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir tersebut. Untuk mengetahui stakeholders yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir, maka diperlukan pendekatan Stakeholders Analysis SA Pendekatan ini menggabungkan analisis stakeholders dan penilaian dimensi ekologi, sosial-ekonomi, dan kelembagaan dalam kerangka analisis kriteria ganda. Menggunakan partisipasi sebagai pemangku kepentingan dalam suatu proses berulang-ulang akan mendapatkan bobot kriteria ekologi, sosial-ekonomi, dan kelembagaan yang bertujuan untuk mengembangkan suatu alat pengambilan keputusan yang memungkinkan untuk dimasukkan dalam analisis ini Grimble Chan 1995. Menurut Grimble dan Chan 1995, stakeholders analysis SA didefinisikan sebagai sebuah prosedur untuk mendapatkan pemahaman terhadap suatu sistem melalui identifikasi pelaku-pelaku utama key-actors atau pemangku utama didalam sistem tersebut. Sementara stakeholders sendiri didefinisikan sebagai semua pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan aksi dari sistem tersebut. Unit stakeholders bisa berupa individu, kelompok sosial, komunitas, berbagai level dalam masyarakat Grimble Chan 1995. Berdasarkan tujuannya, SA dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu : 1 ex-ante appraisal of projects or policies; 2 ex-post evaluation of projects or policies; 3 riset pengelolaan sumberdaya alam; dan 4 analytical support untuk proses-proses yang sedang berlangsung dalam konteks co-management dari sebuah sumberdaya. Grimble Chan, 1995. Dalam konteks renstra pesisir; maka SA yang dilakukan adalah tergolong pada kategori kedua yaitu sebagai tools dalam riset pengelolaan sumberdaya alam, dalam hal ini sumberdaya pesisir dan laut. Sementara itu, tahapan dalam SA paling fidak mencakup, 1 mengidentifikasi tujuan dari analisis; 2 membangun pemahaman terhadap sistem dan para pengambil keputusan; 3 mengidentifikasi principal stakeholders; 4 menginvestigasi keinginan stakeholders, karakteristik dan lingkungannya; 5 mengidentifikasi pola dan konteks dari interaksi antar stakeholders. Setelah stakeholders strategis berhasil diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah melakukan konsultasi publik melalui mekanisme pertemuan antar stakeholders dengan agenda utama : 1 identifikasi isu dan permasalahan pesisir dan laut; 2 identifikasi harapan terhadap pengelolaan pesisir dan 3 identifikasi strategi pengelolaan pesisir dan laut. Ketiga agenda dilakukan dengan mengkombinasikannya dengan hasil survey lapangan yang telah dilakukan. Tujuan dari MCDMA adalah untuk mencapai hasil yang secara luas diterima oleh seluruh stakeholders yang ada, sementara MCDMA merupakan alat yang baik untuk mencapai resolusi konflik lingkungan dan kendala yang ada pada daerah penelitian. Elemen kritis harus secara jelas diidentifikasi untuk mempermudah responden dalam pengambilan keputusan, elemen ini meliputi: kelompok-kelompok kepentingan yang relevan, interaksi antara kelompok kepentingan, dan kegiatan sosial-ekonomi yang dilakukan oleh kelompok- kelompok tersebut. Metode pokok yang digunakan dalam penyusunan rencana pengelolaan pesisir dan laut khususnya untuk ekosistem mangrove adalah metode partisipatifpembelajaran lesson-learned dari seluruh stakeholders yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dalam sebuah forummedia stakeholders meeting. Metode pembelajaran dalam hal ini bukan diterjemahkan sebagai penyusunan metode-metode dan teori-teori, tetapi lebih pada upaya untuk memfasilitasi stakeholders untuk mampu mengubah perilaku yang sebelumnya definitif menjadi lebih partisipatif. Pembelajaran yang diberikan kepada stakeholders dirancang meliputi empat langkah utama, yaitu penjaringan permasalahan, identifikasi dan klasifikasi permasalahan, analisis permasalahan, dan perumusan permasalahan. Implementasi dari seluruh kegiatan ini diharapkan dapat diaplikasikan pada PPK yang memiliki potensi ekosistem mangrove. Keberlanjutan dari pengelolaan ekosistem mangrove adalah hal yang penting disamping membangun komitmen untuk pengelolaan terpadu. Tahapan dalam penelitian ini dapat menjadi acuan dalam mengevaluasi ataupun monitoring terhadap pengelolaan ekosistem mangrove PPK. Pengelolaan yang bersifat adaptif terhadap seluruh stakeholders mempunyai kekuatan tersendiri dalam melaksanakan seluruh program yang ada. Model yang dirancang ini diharapkan mampu untuk menggambarkan seberapa penting ekosistem mangrove terhadap lingkungan pesisir. Kebutuhan ekonomi yang menjadi driving force terjadinya degradasi ekosistem dapat dimininalkan dengan cara peningkatan kapasitas masyarakat dan pengelolaan terpadu yang bersifat kolaboratif antar seluruh pemangku kepentingan yang ada pada PPK. Untuk menganalisa hasil dari stakeholders analysis dalam penelitian ini menggunakan teknik SMART. Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari peratingan alternatif-alternatif dan pembobotan atribut-atribut. Proses ini terdiri dari dua tahap yaitu : i mengurutkan tingkat kepentingan perubahan-perubahan dalam atribut mulai dari atribut terburuk peringkat terendah sampai atribut terbaik peringkat tertinggi serta ii melakukan estimasi rasio kepentingan relatif dan ranking setiap atribut terhadap atribut yang paling rendah tingkat kepentingannya. Analisa selanjutnya adalah penggabungan kedua hasil analisis data di atas menjadi satu. Untuk itu digunakan persamaan agregasi sebagai berikut Wantasen 2008 : γ = Si 1n dimana : γ =rata-rata geometrik Si =Nilai skor akhir hasil analisis prioritas berdasarkan kelompok kriteria analisis. Sehingga persamaan menjadi : γ = √ S1 x S2 x ….x Sn 4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan umum Lokasi penelitian yang berada kawasan konservasi TNB bagian utara. Pulau-pulau kecil yang memiliki ekosistem mangrove pada kawasan ini adalah Pulau Mantehage, Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua dan Pulau Nain. Pulau Siladen tidak termasuk dalam objek penelitian dikarenakan pulau ini tidak memiliki ekosistem mangrove. Kawasan TNB terletak di Propinsi Sulawesi Utara ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No.730Kpts-II1991 dengan luas 89 065 Ha. Secara administratif Bagian Utara kawasan TN. Bunaken termasuk Wilayah Administrasi Kota Manado, Kecamatan Bunaken terdiri dari Kelurahan Molas, Kelurahan Meras, Kelurahan Tongkeina, Pulau Bunaken, Pulau Siladen dan Pulau Manado Tua; dan Wilayah Administrasi Kabupaten Minahasa Utara, Kecamatan Wori terdiri dari Desa Tiwoho, Pulau Nain dan Pulau Mantehage; dengan luas 75 265 ha. Tabel selanjutnya akan menampilkan luas kawasan dan zona pada masing-masing pulau yang menjadi objek penelitian. Tabel 5. Luas Kawasan ha Pulau-pulau Kecil Lokasi Penelitian Kawasan Manado Tua Bunaken Mantehage Nain Zona inti 358.560 39.680 344.200 28.760 Mangrove 7.814 71.576 893.800 4.440 Rehabilitasi - - 142.900 - Pemanfaatan pariwisata 35.640 184.300 280.400 178.200 Pemanfaatan umum 7526.830 11779.790 25557.220 12646.700 Tradisional 264.990 563.940 2125.500 2349.000 Khusus daratan 744.900 750.130 729.100 118.160 Jumlah 8938.734 13389.416 30073.120 15325.260 Sumber : BTNB 2010

4.2 Aksesiblitas Laut

Pelabuhan terdekat yang dapat menerima kapal besar lebih dari 10 000 ton bobot mati terletak di Kota Bitung. Dari pelabuhan Kota Bitung dapat ditempuh dengan jalur darat menuju Kota Manado tersedia 4 armada taksi berargometer, dan mini bus. Sementara itu pelabuhan Kota Manado hanya dapat menerima kapal dengan bobot mati tidak lebih dari 8 000 ton. Kapal motor berukuran kecil dapat berangkat dari semua lokasi disepanjang pesisir utara daratan Sulawesi Utara, dari Amurang hingga Tanjung Tarabitan dan dapat mencapai Taman Nasional dalam waktu singkat. Sebagai contoh perahu dengan panjang 6 m, bermesin 40 PK dapat menempuh jarak dari pelabuhan Manado hingga Pantai Liang Pulau Bunaken dalam waktu tidak lebih dari 40 menit. Kondisi laut pada umumnya tenang sehingga perahu kecil dapat menuju pulau-pulau setiap saat, hanya beberapa hari dalam satu tahun kondisi laut tidak memungkinkan dilalui kapal akibat ombak besar. Untuk masuk Kawasan TNB dari Pelabuhan Manado sangat tebuka dengan waktu tempuh dan biaya sebagai berikut : a Pusat kota Manado – Pulau Bunaken sekitar 45 menit dengan biaya Rp. 10 000.00- per orang jika menggunakan perahu motor umum atau antara Rp.500 000.00 hingga Rp. 800 000.00 jika menggunakan perahu motor sewaan. b Pusat Kota Manado – Pulau Manado Tua antara 45 – 60 menit dengan biaya Rp. 15 000.00 per orang jika menggunakan perahu motor umum atau antara Rp. 600 000.00 hingga Rp. 800 000.00 jika menggunakan perahu motor sewaan. c Pusat Kota Manado – Pulau Siladen sekitar 45 menit dengan biaya Rp. 10 000.00 per orang jika menggunakan perahu motor umum atau antara Rp. 400 000.00 hingga Rp. 750 000.00 jika menggunakan perahu motor sewaan. d Pusat Kota Manado – Pulau Mantehage sekitar 1 jam 15 menit dengan biaya Rp. 12 500.00 per orang jika menggunakan perahu motor umum atau antara Rp. 600 000.00 hingga Rp. 900 000.00 jika menggunakan perahu motor sewaan. e Pusat Kota Manado – Pulau Nain sekitar 1.5 – 2 jam dengan biaya Rp. 20 000.00 per orang jika menggunakan perahu motor umum atau antara Rp. 600 000.00 hingga Rp. 900 000.00 jika menggunakan perahu motor sewaan.

4.3 Topografi dan Batimetri

4.3.1 Topografi

Topografi utama di dalam kawasan TN. Bunaken adalah sebagai berikut BTNB 2010 : ƒ Pulau Manado Tua Ketinggian + 800 m dpl mempunyai bentuk klasik gunung api yang dilengkapi kawah, dengan kemiringan 25 sampai 45 . ƒ Dibagian barat dan tengah Pulau Bunaken Ketinggian + 71 m dpl terdapat plateau dataran tinggi dan sebelah timur yang umumnya rata dengan ketinggian sekitar 50 m dari permukaan laut. ƒ Pulau Nain Ketinggian + 139 m dpl, jika dilihat dari timur atau barat berbentuk “sadel” Kemiringan Pulau Nain sekitar 20 – 40 , adapun Pulau Mantahage dan Pulau Siladen merupakan pulau yang datar . 4.3.2 Batimetri Batimetri atau kedalaman di perairan TNB sangat khas dan merupakan salah satu keistimewaan kawasan ini. Disebelah utara Propinsi Sulawesi Utara tidak terdapat paparan benua continental shelf sehingga terjadi pertemuan langsung antara pesisir dasar laut dengan lereng benua continental slope. Perairan dalam terdapat di selat-selat antara pulau dengan daratan utama Sulawesi Utara serta selat-selat antar pulau-pulau. Kedalaman relatif selat minimal 200 m sebagai conoth perairan di selat antara P. Bunaken dan Tanjung Pisok memiliki kedalaman 445 m dan diantara P. Bunaken dari Pulau Mantehage kedalaman perairannya 687 m. Adapun 3 km di sebelah barat Pulau Mantehage kedalaman turun hingga 1 344 m. Sekitar 40 km sebelah barat Manado kedalaman laut sudah mencapai 4 000 m BTNB 2010.