Analisa ini akan mendapatkan hasil lebar dan luasan ekosistem mangrove yang diperlukan masing-masing pulau sebagai zona penyangga yang ideal, baik
menggunakan acuan dari Keppres No.32 Tahun 1990 ataupun hasil rekomendasi penelitian ini. Analisa lanjutan dari hasil ini adalah melihat seberapa besar
efektivitas ekosistem mangrove setelah mendapatkan luasan ideal terhadap aksi laut. Beberapa skenario dibuat untuk melihat sejauh mana efektivitas ekosistem
mangrove apabila terjadi perubahan pada lebar dan luasan ekosistem mangrove. Setelah mendapatkan lebar ideal ekosistem mangrove, hal ini coba diaplikasikan
pada lokasi penelitian. Karakteristik pesisir yang berbeda akan mempengaruhi skenario ini. Kapasitas suatu lingkungan pesisir sangat menentukan seberapa
besar ekspansi yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan fungsi ekosistem mangrove sebagai zona penyangga. Untuk mendapatkan hasil ini dilakukan
analisa terhadap karakteristik lingkungan PPK untuk mendukung skenario yang telah dibuat sebelumnya, dengan tujuan meminimalkan degradasi lingkungan
PPK. Untuk mengetahui kemampuan ekosistem mangrove dalam menyerap
karbon dan karbondioksida, pedoman yang digunakan adalah literatur Kementrian Negara Lingkungan Hidup 2007 yang menyatakan bahwa dalam 1 km
2
ekosistem mangrove mampu menyerap 221.51 ton Cthn dan karbondioksida 810.75 ton CO
2
thn.
Untuk menganalisa efektivitas ekosistem mangrove sebagai zona penyangga digunakan beberapa persamaan sebagai berikut :
LIEM Keppres no.32 Tahun 1990 = TP x 130 LIEM Rekomendasi = TG x 400
KLIEM = LIEM – LME KLIEM
KLIEM LIEM
KPIEM = PGPPB – PEME KPIEM
KPIEM PGPPB
LUIEM = LIEM x PGPPB KLUIEM = LUIEM – LUME
KLUIEM KLUIEM
LUIEM TLIEM = KLUIEM + LUME
Keterangan : Tunggang pasut cm
=TP Tinggi gelombang cm
=TG Lebar ideal ekosistem mangrove cm
=LIEM Lebar ekosistem mangrove existing cm
=LME Kekurangan lebar ideal ekosistem mangrove cm
=KLIEM Kekurangan lebar ideal ekosistem mangrove
=KLIEM Panjang garis pantai potensi bencana cm
=PGPPB Panjang ekosistem mangrove existing cm
=PEME Kekurangan panjang ideal ekosistem mangrove cm
=KPIEM Kekurangan panjang ekosistem mangrove
=KPIEM Luas ideal ekosistem mangrove cm
2
=LUIEM Kekurangan luas ekosistem mangrove cm
2
=KLUIEM Kekurangan luasan ekosistem mangrove dari luas ideal
=KLUIEM Luas ekosistem mangrove existing cm
2
=LUME Total luasan ekosistem mangrove ideal ha
=TLIEM
3.8 Model Degradasi Ekosistem Mangrove
Melihat degradasi yang terjadi pada ekosistem mangrove PPK TNB maka prediksi untuk mengetahui luasan mangrove di tahun yang akan datang penting
untuk dianalisa. Analisa ini menggunakan data perubahan luasan mangrove pertahun dan skenario terhadap luasan ekosistem mangrove tersebut. Untuk
memprediksi cakupan mangrove pada waktu t menggunakan persamaan: V
t
= Tutupan mangrove pada waktu t ha V
= Tutupan mangrove pada waktu awal ha μ
= Perubahan tutupan mangrove t
= waktu prediksi t = 1, 2, 3, …
3.9 Keberlanjutan Pengelolaan Eksosistem Mangrove Berbasis Mitigasi
Keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove PPK TNB dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Mengingat keterpaduan yang dimaksud adalah
keterpaduan antar sektor dan dimensi, maka analisis yang digunakan adalah analisis yang mampu mengintegrasikan semua kepentingan yang ada pada
ekosistem tersebut. Untuk mengintegrasikan semua variabel yang telah dinalisa pendekatan yang digunakan adalah dengan Multi Criteria Decision Making
Analysis MCDMA. Multi Criteria Decision Making Analysis MCDMA biasanya
menghasilkan informasi tentang masalah dan kondisi existing dari data yang tersedia . Hal ini cukup efektif untuk menghasilkan solusi alternatif untuk suatu
masalah, dan memberikan pemahaman yang transparan dari struktur dan isi masalah tersebut. Menggunakan kerangka MCDMA dalam mendukung suatu
proses dimana para pemangku kepentingan yang berbeda dapat memeriksa informasi pada kriteria yang berbeda dan dampak dari mengeksplorasi hasil serta
keputusan yang dibuat dari prioritas yang berbeda. Oleh karena itu proses yang berorientasi pada MCDMA digunakan sebagai alat untuk memfasilitasi
kesepakatan stakeholders. Jadi MCDMA menawarkan peluang untuk menyajikan Trade-offs dan untuk menentukan peringkat prioritas yang berbeda dan kriteria
secara sistematis Huylenbroeck et al., 1995; Malczewski et al., 1997. Trade-offs
analysis didefinisikan sebagai proses yang melibatkan stakeholders dalam
mempertimbangkan manfaat secara keseruhan dari strategi pengelolaan dan secara eksplisit menentukan prioritas pengelolaan yang terbaik bagi seluruh pihak.
Pada dasarnya, pengelolaan wilayah pesisir dilakukan dengan tujuan untuk mensejahterakan seluruh stakeholders yang terkait dengan pengelolaan wilayah
pesisir tersebut. Untuk mengetahui stakeholders yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir, maka diperlukan pendekatan Stakeholders Analysis SA
Pendekatan ini menggabungkan analisis stakeholders dan penilaian dimensi ekologi, sosial-ekonomi, dan kelembagaan dalam kerangka analisis kriteria ganda.
Menggunakan partisipasi sebagai pemangku kepentingan dalam suatu proses berulang-ulang akan mendapatkan bobot kriteria ekologi, sosial-ekonomi, dan
kelembagaan yang bertujuan untuk mengembangkan suatu alat pengambilan keputusan yang memungkinkan untuk dimasukkan dalam analisis ini Grimble
Chan 1995. Menurut Grimble dan Chan 1995, stakeholders analysis SA
didefinisikan sebagai sebuah prosedur untuk mendapatkan pemahaman terhadap suatu sistem melalui identifikasi pelaku-pelaku utama key-actors atau pemangku
utama didalam sistem tersebut. Sementara stakeholders sendiri didefinisikan sebagai semua pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijakan,
keputusan dan aksi dari sistem tersebut. Unit stakeholders bisa berupa individu, kelompok sosial, komunitas, berbagai level dalam masyarakat Grimble Chan
1995. Berdasarkan tujuannya, SA dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu
: 1 ex-ante appraisal of projects or policies; 2 ex-post evaluation of projects or policies; 3 riset pengelolaan sumberdaya alam; dan 4 analytical support untuk
proses-proses yang sedang berlangsung dalam konteks co-management dari sebuah sumberdaya. Grimble Chan, 1995. Dalam konteks renstra pesisir; maka SA
yang dilakukan adalah tergolong pada kategori kedua yaitu sebagai tools dalam riset pengelolaan sumberdaya alam, dalam hal ini sumberdaya pesisir dan laut.
Sementara itu, tahapan dalam SA paling fidak mencakup, 1 mengidentifikasi tujuan dari analisis; 2 membangun pemahaman terhadap sistem dan para
pengambil keputusan; 3 mengidentifikasi principal stakeholders; 4