BAB VI NILAI BUDAYA DAN KEARIFAN LINGKUNGAN MELALUI
LEKSIKON EKOLOGI KESUNGAIAN LAU BINGEI
6.1 Nilai Budaya melalui Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei
Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka
anggap amat bernilai dalam hidup Koentjaraningrat, 2004:25. Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan believe, simbol-simbol, dengan karakteristik
tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Sehubungan dengan ini Prosser 1978:303 mengatakan bahwa nilai adalah aspek budaya yang paling dalam tertanam dalam suatu masyarakat. Lebih
lanjut Prosser mengelompokkan nilai menjadi lima bagian, yaitu 1 nilai yang berhubungan dengan Tuhan, 2 nilai yang berhubungan dengan dan berorientasi
dengan alam, 3 nilai yang berhubungan dengan dan berorientasi pada waktu, 4 nilai yang berhubungan dan berorientasi pada kegiatan, dan 5 nilai yang
berhubungan dan berorientasi pada hubungan antarmanusia.
Universita Sumatera Utara
Dari uraian di atas, nilai budaya dapat dikatakan nilai yang disepakati dan tertanam dalam jiwa dan perilaku yang mengikat penutur dan pendukung budaya
tergambar dalam leksikon ekologi penutur. Setelah melakukan analisis maka diperoleh simpulan pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon
kesungaian Lau Bingei. Leksikon nomina dipahami guyub tutur bahasa Karo melalui kategori A dengan JP 12093 30,79, kategori B dengan JP 14898
37,94, kategori C dengan JP 5251 13,39, dan kategori D dengan JP 7018 17,87.
Dari hasil tersebut pemahaman guyub tutur bahasa Karo lebih tinggi pada kategori B yaitu pernah mendengar dan melihat. Hal ini karena umumnya guyub
tutur bahasa Karo tidak menggunakan kelompok leksikon nama serangga, tetapi serangga masih banyak terungkap pada kategori B, alat penangkap nurung
karena nurung sudah jarang ditemukan, tumbuhan yang tidak dapat dimakan, tumbuhan obat karena tumbuhannya sudah langka, dan tradisi karena
bergesernya persepsi masyarakat. Jika dibandingkan dari tiga generasi guyub tutur bahasa Karo untuk
kategori A pernah melihat, mendengar, dan menggunakan dari usia ≥ 46 tahun
ke generasi usia 21-45 tahun sebanyak 1738 JP 13,28. Penyusutan dari usia 21-45 tahun ke generasi usia 15-20 tahun juga terjadi sebanyak 731 JP 5,58.
Hal ini membuktikan bahwa pemahaman generasi guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon nomina dengan pengujian kategori A mengalami
penyusutan pada tiap generasi. Hal ini, dapat dicegah dengan mensosialisasikan
Universita Sumatera Utara
nilai budaya dan kearifan lingkungan. Menyampaikan betapa pentingnya budaya dan lingkungan bagi guyub tutur bahasa Karo generasi yang akan datang.
Dari hasil pengamatan dan wawancara kepada informan, nilai budaya yang dapat diungkap dari leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei antara lain:
1. Nilai Sejarah