Kerangka Berpikir KONSEP, KERANGKA TEORETIS, DAN PENELITIAN TERDAHULU

2.4 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir yang dirancang dalam tesis ini adalah berupa abstraksi dan sintesis antara teori dan masalah penelitian yang dibahas. Kajian ”Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei : Kajian Ekolinguistik” berdasarkan kerangka berpikir kajian ini dapat digambarkan dalam bentuk Gambar 2.1. Sesuai dengan penjabaran dan rumusan masalah penelitian lihat sub bab 1.3 terdapat dua unsur leksikal yaitu leksikon nomina dan verba. Sesuai dengan tujuan penelitian lihat sub bab 1.4 teori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas teori ekolinguistik. Ekologi bahasa menurut Haugen adalah Language ecology may be defined as the study of interactions between any given language and its environment ekologi bahasa dapat disimpulkan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara beberapa bahasa dan lingkungannya Haugen, 1972 dalam Peter, 1996:57. Mühlhäusler, dalam al-Gayoni, 2012:3 dalam salah satu tulisannya yang berjudul Ecolinguistics in the University, menyebutkan “Ecology is the study of functional interrelationships. The two parameters we wish to interrelate are language and the environmentecology. Depending on whose perspective one takes one will get either ecology of language, or language of ecology. Combined they constitute the field of ecolinguistics. Ecology of language studies the support systems languages require for their continued wellbeing as well as the factors that have affected the habitat of many languages in recent times” p.2. Universita Sumatera Utara Ekologi adalah studi tentang keterkaitan fungsional. Dua parameter yang ingin kita hubungkan adalah bahasa dan lingkunganekologi. Tergantung pada perspektif seseorang yang digunakan baik ekologi bahasa maupun bahasa ekologi. Gabungan tersebut merupakan bidang ekolinguistik. Ekologi bahasa mempelajari dukungan pelbagai sistem bahasa yang diperlukan bagi kelangsungan mahluk hidup serta faktor-faktor yang mempengaruhi habitat tempat berbagai bahasa dewasa ini hal.2. Untuk menjawab rumusan masalah pertama digunakan teori semantik leksikal. Kata merupakan tumpuan dalam pembahasan semantik leksikal. Sweet dalam Palmer 1976: 37 membagi kata atas kata penuh full words, kata tugas dan partikel form words. Kata penuh mengandung makna tersendiri. Kata ini bebas konteks kalimat sehingga mudah dianalisis. Misalnya, pancur n ‟ pipa air yang terbuat dari bambu‟ erpancur v ‟menggunakan pancur‟ erpancurken v ‟berpancurkan‟ mancur v ‟memancar, memancur‟ mancuri v ‟memasang pancur pada kolam‟ Untuk menjawab rumusan masalah kedua, pemahaman guyub tutur bahasa Karo ditentukan dengan dukungan data kuantitatif berupa rumusan dan angka. Rumusan masalah ketiga digunakan teori nilai budaya perspektif antropolinguistik. Nilai budaya mengacu kepada teori Wierzbicka 1997: 4 mengemukakan bahwa kata mencerminkan dan menceritakan karakteristik cara hidup dan cara berpikir penuturnya dan dapat memberikan petunjuk yang sangat bernilai dalam upaya memahami budaya penuturnya. Demikian juga dengan leksikon yang terdapat di lingkungan kesungaian Lau Bingei guyub tutur bahasa Karo, leksikon kesungaian tersebut dapat memberikan dan mencerminkan gambaran tentang pandangan Suku Karo terhadap lingkungan dan pola berpikirnya. Universita Sumatera Utara Kearifan lingkungan digunakan teori yang dikemukakan Prinst, 2004: 65. Arif berarti bijaksana, pandai. Jadi, kearifan berarti kebijaksanaan atau kepandaian. Oleh karena itu, kearifan berarti kebijaksanaan atau kepandaian yang bersifat tradisi, yaitu adat kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke generasi secara turun-temurun di kalangan Suku Karo. Kearifan itu penting artinya karena merupakan hukum atau budaya yang hidup pada masyarakat Karo living lawliving culture Prinst 2004: 65. Lebih lanjut Prinst 2004: 69 mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan lingkungan hidup kayu boleh diambil untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk diperdagangkan. Kalau untuk diperdagangkan, maka silakan tanam dulu kayu yang hasilnya dapat dijual. Demikianlah, cara masyarakat Karo menjaga lingkungan. Selanjutnya, data leksikon nomina dikelompokkan menjadi 14 kelompok. Dari ke 14 kelompok leksikon tersebut diperoleh 409 leksikon nomina dan 111 leksikon verba. Total leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei terdiri atas 520 leksikon. Sesuai dengan pengelompokan leksikon nomina lingkungan kesungaian, kemudian mengidentifikasi verba secara derivasi. Leksikon yang banyak menggunakan verba derivasi adalah kelompok leksikon benda-benda dan bagian Lau Bingei. Leksikon nomina nama tumbuhan rumput-rumputan sama sekali tidak memiliki leksikon verba derivasi ekologi kesungaian Lau Bingei. Verba derivasi leksikon ekologi Lau Bingai memiliki afiksasi dalam bentuk prefiks er-, Universita Sumatera Utara i-, m-, me-, n-, ng-, nge-, dan pe-, sufiks -en, -i, -n, -ken dan konfiks er-ken, i-i, me-sa, m-en, m-i, n-i, ng-i, ng-ken, ter-i, ter-en. Kedua jenis leksikon itulah yang dianalisis. Kemudian mendeskripsikan pemahaman guyub tutur bahasa Karo Kecamatan Sei Bingei. Rangkuman pemahaman guyub tutur terhadap leksikon nomina kategori A diperoleh JP 12093 30,79, B dengan JP 14898 37,94, C dengan JP 5251 13,39, dan D dengan JP 7018 17,87. Dari ke empat kategori yang telah dianalisis menunjukkan bahwa guyub tutur Kecamatan Sei. Bingei dengan kategori A dan B menyatakan bahwa leksikon verba masih digunakan dalam kalimat sehari-hari. Walaupun sebagian mengalami penyusutan yang terlihat pada kategori C dan D. Kelompok leksikon verba dengan JP tertinggi adalah leksikon verba tumbuhan yang dapat dimakan dengan persentase 83,88. Hal ini karena guyub tutur lebih banyak menggunakan leksikon tersebut sebagai percakapan sehari-hari. Setelah pemahaman guyub tutur bahasa Karo melalui leksikon tersebut dianalisis dan digambarkan, kemudian dijelaskan nilai-nilai budaya dan kearifan lingkungan guyub tutur bahasa Karo. Nilai budaya dan kearifan lingkungan guyub tutur bahasa Karo melalui leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei mengandung nilai-nilai budaya yaitu 1 nilai sejarah, 2 nilai religius dan keharmonisan, 3 nilai sosial dan budaya, 4 nilai kesejahteraan dan 5 nilai ciri khas. Sedangkan, nilai kearifan lingkungan yang dapat digali melalui leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei adalah 1 nilai kedamaian dan 2 nilai kesejahteraan dan gotong royong, 3 penentuan batas dan wilayah, dan 4 Universita Sumatera Utara penentuan arah. Untuk lebih jelasnya lihatlah gambar 2.1 kerangka berpikir berikut ini. Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei Kajian Ekolinguistik Leksikon nomina dan verba semantik leksikal Palmer, 1976 Nilai budaya perspektif antropolinguistik Wierzbicka,1997: 4 dan Kearifan lingkungan Prinst, 2004 Pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon nomina dan verba analisis data kuantitatif Leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei terdiri atas empat belas kelompok. Pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon nomina dan verba ekologi kesungaian Lau Bingei mengalami penyusutan. Leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei mengandung nilai budaya yaitu nilai sejarah, religius dan keharmonisan, sosial budaya, kesejahteraan dan ciri khas, serta mengandung nilai kearifan lingkungan yaitu nilai kedamaian, kesejahteraan dan gotong royong, penentuan batas wilayah, dan penentuan arah. 1. Pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon nomina 2. Pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon verba Teori Ekolinguistik Haugan dalam Fill Mühlhäusler, 2001 Leksikon ekologi terdiri atas: 1 leksikon benda-benda Lau Bingei, 2 bagian Lau Bingei, 3 nama alat penangkap nurung, 4 nama nurung, 5 nama dukut, 6 nama tumbuhan yang dapat dimakan, 7 nama tumbuhan yang tidak dapat dimakan, 8 nama tumbuhan obat, 9 nama hewan sekitar Lau Bingei, 10 nama piduk, 11 nama serangga, 12 nama perangkat rumah tradisional, 13 tradisi dan a. Nilai budaya: 1 nilai sejarah, 2 religius keharmonisan, 3 sosial budaya, 4 kesejahteraan dan 5 ciri khas. b. Nilai kearifan lingkungan:1 nilai kedamaian,2 kesejahteraan dan gotong royong,3 penentuan batas wilayah, dan 4 penentuan arah. Universita Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian tentang ekolinguistik secara umum masih terbatas khususnya ekologi kesungaian Lau Bingei guyub tutur bahasa Karo sama sekali belum pernah diteliti. Dengan demikian, semua leksikon yang ditemukan dianalisis. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Moleong 2006: 6 mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama pola-pola nilai yang dihadapi Moleong, 2006: 9. Metode ini sangat tepat dan alami untuk menemukan data, menganalisis, serta melihat fenomena yang sedang terjadi di lingkungan ragawi kesungaian Lau Bingei. Universita Sumatera Utara