Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam
penelitian ini adalah keadaan patofisiologis dari hewan uji yang digunakan, kemampuan tubuh hewan uji untuk mengabsorpsi fraksi etanol-heksan
ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., serta kemampuan hewan uji untuk menerima induksi udem pada telapak kaki mencit sebagai bentuk
terjadinya proses peradangan atau inflamasi.
3. Definisi operasional
a. Daun Macaranga tanarius L. yang digunakan adalah daun yang berwarna hijau segar, tidak berlubang, serta tidak terdapat kotoran binatang kecil.
Pengambilan daun dilakukan pada pagi hari, pukul 07.00 – 10.00 WIB di
daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. b. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. adalah proses pemisahan
bahan dari campuran menggunakan pelarut yang sesuai dengan sifat kepolaran senyawa yang dituju. Proses pembuatan ekstrak pada penelitian
ini menggunakan metode ekstraksi padat-cair dengan cara mengekstraksi serbuk daun Macaranga tanarius L., yang dilarutkan dalam metanol dan air
dan dilakukan maserasi selama 72 jam. c. Fraksi etanol-heksan daun Macaranga tanarius L. merupakan metode
ekstraksi bertingkat dilakukan dengan maserasi menggunakan beberapa cairan penyari yang berbeda kepolarannya. Proses fraksinasi pada
penelitian ini dilakukan dengan cara hasil dari proses ekstraksi metanol-air
berupa ekstrak kental diekstraksi kembali menggunakan pelarut etanol- heksan, dengan proses maserasi.
d. Dosis pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanariius
L. merupakan jumlah fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macarangan tanarius L. yang didapatkan dari penetapan konsentrasi
terpekat fraksi sebesar 0,6 gram25 mL atau 2,4 dan hasil konversi penggunaan pada tikus dengan dosis tertinggi sebesar 137 mgkgBB.
e. Pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air secara peroral merupakan pemberian tingkatan dosis fraksi etanol-heksan ekstrak
metanol-air daun Macaranga tanarius L. sebesar 47,95; 95,9; dan 191,8 mgkgBB dengan cara menginjeksikan menggunakan spuit injeksi oral.
Pemberian peroral fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air Macaranga tanarius
L. dilakukan setelah kaki mencit diinjeksikan dengan karagenin 1 secara subplantar, dengan selang waktu yang didapatkan dari optimasi
selang waktu pemberian 15 dan 30 menit. f. Inflamasi adalah respon tubuh terhadap adanya benda asing yang ditandai
dengan munculnya kemerahan, rasa nyeri, bengkak, panas, dan perubahan fungsi. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan pada besarnya udem
telapak kaki mencit sebagai respon adanya inflamasi. g. Injeksi subplantar adalah injeksi di bawah kulit telapak kaki mencit.
h. Pembuatan inflamasi dilakukan dengan cara penginduksian pada Kaki kiri mencit dengan senyawa iritan berupa karagenin 1 secara subplantar,
dimana adanya respon inflamasi ditandai dengan terbentuknya udem.
Sedangkan kaki mencit sebelah kanan hanya disuntik secara subplantar tanpa karagenin.
i. Tebal udem, adalah tebal telapak kaki mencit yang diinduksi oleh larutan karagenin 1 yang diinjeksikan secara subplantar dan diukur dengan
jangka sorong dalam satuan millimeter selama 6 jam. Pengukuran terletak pada ketebalan telapak kaki mencit, dengan posisi jangka sorong vertikal.
j. Uji antiiflamasi merupakan pengujian antiinflamasi dengan menggunakan mencit jantan galur Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan pada telapak
kaki kirinya menggunakan karagenin 1 secara subplantar, dan diukur tebal udemnya menggunakan jangka sorong digital selama 6 jam.
Kemudian dibandingkan antar kelompok perlakuan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., dengan kelompok kontrol
positif diklofenak 4,48 mgkgBB dan kelompok kontrol negatif CMC-Na, yang diberikan secara peroral.
k. AUC Area Under Curve yaitu luas daerah di bawah kurva antara rata-rata tebal udem terhadap waktu pengamatan. Nilai AUC menggambarkan tebal
udem tiap satuan waktu mm.menit yang diukur menggunakan jangka sorong digital. Perhitungan nilai AUC didapatkan dengan menggunakan
metode trapezoid di mana merupakan selisih udem antara kaki kiri dengan karagenin 1 dan kanan tanpa karagenin dikalikan selisih waktu
pengukuran yang dilakukan dari menit ke 0 hingga menit 360 selama 6 jam pengamatan.
l. Efek antiinflamasi adalah kemampuan suatu zat atau sediaan pada dosis tertentu terhadap penurunan udem telapak kaki belakang pada mencit galur
Swiss yang terinduksi karagenin 1 sebagai penginduksi inflamasi. m. Persen
penghambatan inflamasi
adalah besarnya
kemampuan penghambatan inflamasi setelah diberikannya senyawa uji yang
digambarkan dalam persentase, semakin besar prosentase yang dihasilkan maka semakin besar pula aktivitas penghambatan inflamasi pada telapak
kaki mencit. n. Persen potensi relatif daya antiinflamasi adalah potensi pemberian fraksi
etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap diklofenak sebagai obat antiinflamasi dalam menghambat inflamasi pada
telapak kaki mencit.
C. Bahan Penelitian
1. Hewan uji
Mencit jantan galur Swiss dengan umur 2-3 bulan dan bobot badan 20-30 g dalam keadaan sehat yang diperoleh dari Laboraturium Imono Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan uji
Bahan uji utama yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L., diperoleh dari Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.
Bahan-bahan kimia untuk pengujian farmakologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Zat inflamatogen berupa Karagenin tipe I Sigma Chemical Co. yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. NaCl fisiologis 0,9 Ossuka sebagai pelarut karagenin 1 yang diperoleh dari Apotek Kimia Farma UNY Jalan Colombo No.1 Depok, Sleman,
Yogyakarta.
c. Cataflam Fast
®
50mg Novartis Indonesia berupa serbuk yang mengandung kalium diklofenak 50 mg sebagai kontrol positif antiinflamasi yang diperoleh
dari Apotek Kimia Farma UNY Jalan Colombo No.1 Depok, Sleman,
Yogyakarta.
d. Aquadest sebagai pelarut Cataflam Fast
®
50mg yang berupa serbuk larut air diperoleh dari Brataco Chemika Jalan Letjen Suprapto 70 Ngampilan,
Yogyakarta.
e. Carboxymethylcellulose-Natrium atau CMC-Na sebagai pelarut fraksi yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
f. Metanol teknis sebagai pelarut yang digunakan bersama dengan air dalam proses ekstraksi daun Macaranga tanarius L. diperoleh dari Brataco Chemika
Jalan Letjen Suprapto 70 Ngampilan, Yogyakarta.
g. Alkohol 95 etanol dan heksan teknis sebagai pelarut yang digunakan dalam proses fraksi daun Macaranga tanarius L. diperoleh dari Brataco
Chemika Jalan Letjen Suprapto 70 Ngampilan, Yogyakarta. h. Alkohol 70 digunakan untuk pencucian alat yang akan digunakan selama
penelitian diperoleh dari Brataco Chemika Jalan Letjen Suprapto 70
Ngampilan, Yogyakarta.
i. Ketamin digunakan untuk mematikan hewan uji yang telah digunakan selama penelitian, didapatkan dari Laboraturium Imono Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
D. Alat Penelitian
1. Alat pembuatan serbuk kering daun Macaranga tanarius L.
Alat-alat yang digunakan antara lain adalah oven, mesin penyerbuk, dan ayakan nomor 40.
2. Pembuatan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun M. tanarius L.
Seperangkat alat gelas berupa gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur 25 mL, labu ukur 25 mL, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk Pyrek Iwaki
Glass
®
, shaker, water bath, vacuum filtration, dan oven.
3. Alat induksi udem telapak kaki belakang mencit
Seperangkat alat gelas berupa beaker glass, gelas ukur, labu ukur 10 mL, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass
®
, timbangan analitik, stopwatch, spuit
per oral, spuit subplantar, dan syringe 1 mL, serta jangka sorong digital Caliper “Wipro”.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi serbuk daun Macaranga tanarius L.
Determinasi tanaman dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri yang terdapat pada tanaman Macaranga tanarius L., dengan herbarium Macaranga
tanarius L. yang telah tersedia di Laboratorium Botani Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah berdasarkan buku acuan Steenis, Hoed, Blommbergen, dan Eyma, 1992.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. yang masih segar berwarna hijau, tidak berlubang, tidak ditemukan penyakit pada tumbuhan.
Pemanenan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-10.00 WIB, pengumpulan bahan uji dimulai pada bulan April 2015.
3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L.
Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. dilakukan di Laboratorium Pengujian “LPPT-UGM”, menggunakan daun yang telah dikeringkan kemudian
dilakukan pencucian dan pengeringan untuk selanjutnya dipotong untuk memudahkan penyerbukan. Pengeringan daun dilakukan dalam oven dengan suhu
45 C selama 20 jam. Penyerbukan menggunakan mesin penyerbuk dengan
diameter lubang saringan 1 mm.
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering daun Macaranga tanarius L.
Penetapan kadar air pada serbuk kering daun Macaranga tanarius L., dilakukan di Laboratorium Pengujian LPPT-UGM menggunakan metode
gravimetri, dengan prosedur yang sesuai. Berdasarkan prosedur, dilakukan
penimbangan krus kosong terlebih dahulu sebagai bobot A dalam gram. Kemudian dilanjutkan dengan menimbang sampel hingga homogen dengan
memasukkan serbuk kering ± 5 gram, bobot serbuk kering daun tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan bobot B, lalu dilakukan
pemanasan pada suhu 105°C selama 3 jam hingga berat konstan, artinya selama waktu 3 jam dengan pemanasan pada suhu oven 105
C diharapkan seluruh kandungan air telah menguap, sehingga diperoleh serbuk dengan kadar air yang
tetap dibawah 10. Serbuk kering Macaranga tanarius L., yang telah dipanaskan kemudian
ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan bobot C. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A+B terhadap bobot
C yang merupakan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. Proses penetapan kadar air dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu Unversitas Gadjah Mada. Rumus perhitungan untuk mendapatkan kadar air sebagai berikut ini:
Kadar air =
+ −
x 100 Keterangan:
A = berat krus kosong gram
B = bobot serbuk kering sebelum pemanasan gram
C = bobot setelah pemanasan gram
5. Pembuatan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air Macaranga tanarius
a. Pembuatan ekstrak kental daun Macaranga tanarius L.
Gambar 7. Flowchart langkah pembuatan ekstrak metanol-air daun
Macaranga tanarius L.
40 gram serbuk M.tanarius Maserasi 140 rpm selama 72 jam, 40
gram serbuk dalam 100 mL metanol dan 100 mL aquadest
100 mL metanol 70 dan 100 mL aquadest
Maserat Remaserasi 2x
Saring dengan corong buchner Dipekatkan dengan Rotary evaporator
3 rpm pada suhu 65 C.
Ekstrak cair
Uapkan pada water bath untuk menghilangkan aquadest
Ekstrak Kental
Didapatkan bobot tetap
ekstrak kental daun
M.tanarius Oven suhu
40 C ± 24 jam
b. Fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
Gambar 8. Flowchart langkah pembuatan fraksi etanol-heksan dari
hasil ekstrak kental metanol-air daun Macaranga tanarius L.
Saring dengan corong Buchner. Dipekatkan dengan rotary evaporator
3 rpm pada suhu didih campuran etanol
– heksan 58,60 ≈ 60 C
Agoes,2009. Ekstrak kental M.tanarius
Maserasi 140 rpm selama 24 jam sebanyak 1 gram ekstrak kental dalam 5 ml pelarut etanol-heksan
2,5 mL etanol dan 2,5 mL heksan.
Alkohol 95 atau etanol dan heksan ml
Filtrat Remaserasi 1x
Fraksi kental daun M.tanarius
Hingga didapatkan bobot tetap fraksi kental daun
M.tanarius Oven pada
suhu 40 C
6. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1
Suspending agent CMC-Na 1 dibuat dengan cara mendispersikan 1,0 gram CMC-Na yang telah ditimbang seksama, kemudian dilarutkan menggunakan
aquadest hangat hingga volume 100,0 mL dan aduk hingga didapatkan larutan yang homogen. Larutan CMC-Na digunakan sebagai pelarut fraksi etanol-heksan
ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
7. Pembuatan larutan karagenin 1 sebagai penginduksi udem
Larutan karagenin yang digunakan sebagai zat peradang dibuat dengan cara 100 mg karagenin dilarutkan dalam larutan NaCl fisiologis 0,9 hingga
volume 10 mL, akan diperoleh konsentrasi karagenin 1 bv yang setara dengan dosis 25 mgkgBB. Perhitungan karagenin adalah sebagai berikut:Dosis
Karagenin =
1 2
� � �
� �
� �
=
0,05 � 1
100
0,02
= 25 mgkgBB
8. Pembuatan larutan kalium diklofenak sebagai obat antiinflamasi
Cataflam Fast
®
50mg Novartis Indonesia berupa serbuk, ditimbang sebanyak 0,05 gram, kemudian dilarutkan ke dalam aquadest hingga volume 100
mL sehingga diperoleh konsentrasi 0,5 mgmL.
9. Penentuan kontrol negatif
Kontrol negatif adalah zat yang tidak memiliki efek antiinflamasi sehingga dapat digunakan sebagai pembanding terhadap zat diuji. Pada penelitian ini
digunakan CMC-Na sebagai kontrol negatif yang merupakan pelarut dalam
pembuatan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air Macaranga tanarius L. serta digunakan kontrol negatif aquadest sebagai pelarut kontrol positif diklofenak.
10. Uji Pendahuluan
a. Penetapan dosis kalium diklofenak Penggunaan dosis kalium diklofenak ditentukan berdasarkan orientasi
dengan dosis berdasarkan atas penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Djunarko, Donatus, dan Noni, 2003 dengan dosis pemberian sebesar 4,48
mgkgBB, dan dosis 9,1 mgkgBB yang digunakan oleh Sagala, 2013 dan Manurung, 2013 untuk penelitian antiinflamasi.
Menurut Djunarko, Donatus, dan Noni, 2003, dosis diklofenak untuk tikus dengan bobot badan 250 gram adalah 40 mgkgBB. Sehingga dosis
diklofenak untuk tikus dengan bobot badan 200 gram sebesar: Dosis Kalium Diklofenak =
200 � 40
250
= 32 mgkgBB Bila akan diaplikasikan untuk mencit degan bobot badan 20 gram maka perlu
dilakukan konversi untuk mengubah dosis penggunaan dari tikus 200 gram ke mencit dengan bobot 20 gram, maka dosis kalium diklofenak menjadi:
Dosis Kalium Diklofenak = Hasil Konversi Tikus ke Mencit x Dosis Diklofenak = 0,14 x 32 mgkgBB
= 4,48 mgkgBB Kemudian, digunakan satu dosis lain yang diperoleh dari penelitian yang
telah dilakukan oleh Sagala, 2013 dan Manurung, 2013 berdasarkan dosis lazim pemakaian diklofenak pada manusia dengan bobot 50 kg adalah 50 mg.
Sehingga dosis kalium diklofenak untuk manusia dengan bobot 70 kg sebesar:
Dosis Kalium Diklofenak untuk Manusia =
70 � 50
50
= 70 mg Bila akan diaplikasikan untuk mencit degan bobot badan 20 gram maka perlu
dilakukan konversi untuk mengubah dosis penggunaan dari manusia dengan BB 70 kg ke mencit dengan bobot 20 gram, maka dosis kalium diklofenak menjadi:
Dosis Kalium Diklofenak = Hasil Konversi Manusia ke Mencit x Dosis Diklofenak untuk Manusia
= 0,0026 x 70 mg = 0,182 mg20 gramBB mencit
= 9,1 mgkgBB mencit b. Penetapan selang waktu pemberian dosis efektif kalium diklofenak
sebelum diinduksi karagenin 1 bv secara subplantar Pada penentuan selang waktu pemberian karagenin ini digunakan dosis
diklofenak mgkgBB yang memberikan penurunan udem pada telapak kaki mencit dengan selang waktu yang diujikan adalah 15 dan 30 menit. Dalam
penetapan ini digunakan 15 ekor mencit yang terbagi menjadi 5 kelompok. Kelompok kontrol negatif aquadest diberikan secara p.o dengan selang waktu
pemberian 15 menit I, kontrol positif diklofenak diberikan p.o pada dosis 4,48 mgkgBB selang waktu pemberian 15 menit II, kontrol positif diklofenak 4,48
mgkgBB selang waktu pemberian 30 menit III, kelompok kontrol positif diklofenak 9,1 mgkgBB selang waktu pemberian 15 menit IV, dan kontrol
positif diklofenak 9,1 mgkgBB selang waktu pemberian 30 menit V sebelum diinjeksikan karagenin 1 secara subplantar.
Pengukuran udem dilakukan pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, dan 360 setalah diinjeksikan karagenin 1 secara
subplantar. Selanjutnya dihitung rata-rata penurunan udem pada berbagai selang waktu tersebut. Kedua selang waktu pemberian yang berbeda tersebut akan dipilih
berdasarkan rentang waktu pada waktu antara saat dan setelah pemberian senyawa uji hingga injeksi karagenin yang mampu menurunkan udem secara berarti.
11. Penetapan konsentrasi pekat fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air
daun Macaranga tanarius L.
Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi terpekat yang dapat dibuat dan dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari sepuit oral 1 mL. Konsentrasi
terpekat didapatkan dengan cara melarutkan sebanyak 0,6 gram fraksi larut ke dalam CMC-Na 1 pada labu ukur 25 mL, sehingga didapatkan konsentrasi
fraksi etanol-heksan ekstrak metanol air sebesar 0,6 gram25 mL atau sebesar 2,4.
12. Penetapan dosis fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun
Macaranga tanarius L.
Dalam penelitian ini, fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
dibuat dalam tiga peringkat dosis. Penetapan dosis berdasarkan konsentrasi terpekat fraksi dan penggunaan dosis fraksi etanol-heksan
ekstrak metanol-air pada tikus dengan dosis tertinggi sebesar 137 mgkgBB. Berikut perhitungan dosis fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun
Macaranga tanarius L. pada tikus:
Dosis x BB Tikus gram = Konsentrasi fraksi terpekat x Volume pemberian
Dosis x 350 gramBB = 0,6 gram25 mL x 2 mL
2 5
volume maksimal tikus Dosis x 0,350 kgBB
= 600 mg25 mL x 2 mL Dosis pemberian fraksi
= 137,1 mgkgBB = 137 mgkgBB Telah diketahui dosis pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air
daun Macaranga tanarius L. untuk tikus sebesar = 137 mgkgBB, bila akan diberikan pada tikus dengan BB = 200 mg, sebagai berikut:
D X BB = C X V Keterangan:
D = dosis mgkgBB
BB = berat badan hewan uji gram
C = konsentrasi grammL
V = volume mL
D = 137 mgkgBB D = 0,137 mggram x 200 gram BB tikus
D = 27,4 mg200 gram BB tikus Penetapan dosis tertinggi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun
Macaranga tanarius L. untuk mencit dilakukan konversi dari tikus degan BB =
200 gram ke mencit dengan BB = 20 gram, konversinya sebesar 0,14, maka dosis tertinggi dapat ditentukan sebagai berikut:
D = 27,4 mg200 gram x 0,14 hasil konversi tikus mencit D = 3,836 mg20 gram BB mencit
= 191,8 mgkgBB dosis III Sehingga, peringkat dosis untuk penentuan dosis rendah dan dosis tengah
didapatkan dengan menurunkan dua kelipatan dari dosis tertinggi sehingga
diperoleh dosis tengah sebesar 95,9 mgkgBB dosis II dan dosis terendah sebesar 47,95 mgkgBB dosis I.
13. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang dibutuhkan untuk uji perlakuan adalah tiga puluh ekor mencit jantan galur Swiss, umur 2-3 bulan dengan bobot badan 20-30 gram.
Selain itu, pada tahap uji pendahuluan digunakan lima belas ekor mencit yang masing-masing kelompok terdapat tiga mencit digunakan untuk orientasi dan tiga
puluh ekor mencit digunakan untuk perlakuan dengan masing-masing kelompok terdapat lima ekor mencit. Sebelum digunakan hewan uji dipuasakan selama 18-
24 jam.
14. Pengelompokan hewan uji
Pada penelitian ini mencit yang digunakan untuk uji pendahuluan sebanyak lima belas ekor mencit digunakan sebagai orientasi dimana terbagi
menjadi lima kelompok yaitu kontrol negatif aquadest, kontrol positif diklofenak dosis 4,48 mgkgBB selang waktu pemberian 15 dan 30 menit, kontrol positif
diklofenak dosis 9,1 mgkgBB dengan selang waktu 15 dan 30 menit, lima kelompok tersebut untuk orientasi penentuan dosis dan selang waktu yang efektif
dalam menurunkan udem. Tiga puluh ekor mencit lainnya digunakan dalam kelompok perlakuan yang terbagi menjadi enam kelompok yaitu kontrol negatif
berupa CMC-Na dan aquadest, kontrol positif diklofenak, dan kelompok perlakuan pemberiaan fraksi. Berikut rincian pengelompokan hewan uji dan
perlakuan yang diberikan dalam penelitian, yang dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
a. Pengelompokan hewan uji pada orientasi uji pendahuluan
Gambar 9. Flowchart pengelompokan hewan uji pada tahap uji pendahuluan
orientasi
Keterangan: Kelompok I kontrol negatif, kelompok II, III, IV dan V adalah kelompok kontrol
positif diklofenak dengan dosis dan selang waktu pemberian karagnein yang berbeda yaitu 15 dan 30 menit.
Udem diukur menggunakan jangka sorong selama 6 jam dan pengukuran dilakukan pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 210, 240, 270, 300, 330 dan 360.
Dihitung selisih udem kaki-kiri yang telah terinduksi karagenin 1 dengan kaki kanan yang hanya dilakukan penyuntikan secara subplantar tanpa karagenin mm, hasil
selisih tebal udem dilanjutkan dengan perhitungan AUC mm.menit. 15 ekor mencit diberi senyawa
secara per-oral sesuai dengan kelompok berikut
Kel. I Kel. II
Kel. III Kel. IV
Kel. V
Aquadest p
Kalium Diklofenak
4,48 mgkgBB
selang Kalium
Diklofenak 4,48
mgkgBB selang
Kalium Diklofenak
9,1 mgkgBB
selang Kalium
Diklofenak 9,1
mgkgBB selang
Masing-masing kaki kiri diinjeksikan karagenin 1 secara subplantar dan kaki kanan disuntik dengan spuit tanpa larutan karagenin
Selang waktu 15 menit
Selang waktu 30 menit
Selang waktu 15 menit
Selang waktu 30 menit
Selang waktu 15 menit
Masing-masing kaki kiri dan kaki kanan yang akan dilakukan pengukuran diberikan tanda berupa titik menggunakan tinta hitam pada telapak kaki yang mengalami udem
sebagai penanda bagian yang akan diukur ketebalan udem pada telapak kaki belakang mencit.
b. Pengelompokan hewan uji pada perlakuan
Gambar 10. Flowchart pengelompokan hewan uji pada tahap perlakuan uji
antiiflamasi
Keterangan: Kelompok I dan II kontrol negatif, III kontrol positif diklofenak, IV, V, dan VI
adalah kelompok perlakuan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius
L. Selang waktu 15 menit kemudian
Dihitung selisih udem kaki-kiri yang telah terinduksi karagenin 1 dengan kaki kanan yang hanya dilakukan penyuntikan secara subplantar tanpa karagenin mm, hasil
selisih tebal udem dilanjutkan dengan perhitungan AUC mm.menit. 30 ekor mencit diberi senyawa secara per-oral sesuai
dengan kelompok berikut
Masing-masing kaki kiri diinjeksikan karagenin 1 secara subplantar dan kaki kanan disuntik dengan spuit tanpa larutan karagenin
Udem diukur menggunakan jangka sorong selama 6 jam dan pengukuran dilakukan pada menit ke-0, 15,
30, 45, 60, 90, 120, 150, 210, 240, 270, 300, 330 dan 360
Masing-masing kaki kiri dan kaki kanan yang akan dilakukan pengukuran diberikan tanda berupa titik menggunakan tinta hitam pada telapak kaki yang mengalami udem
sebagai penanda bagian yang akan diukur ketebalan udem pada telapak kaki belakang mencit.
Kel. I Kel. II
Kel. III Kel. IV
Kel. V
Aquadest
Fraksi M.tanarius
dosis 47,95mgkg
BB
Kel. VI
CMC-Na 1
Kalium Diklofenak
4,48 mgkgBB
Fraksi M.tanarius
dosis 95,9 mgkgBB
Fraksi M.tanarius
dosis 191,8 mgkgBB
F. Tata Cara Analisis Hasil
1. Analisis hasil untuk melihat aktivitas antiinflamasi
Pengukuran aktivitas antiinflamasi dilakukan dengan mengukur ketebalan udem telapak kaki mencit menggunakan jangka sorong digital. Nilai
selisih udem pada setiap rentang waktu pengukuran, diukur dan dihitung nilai AUC total Area Under Curve dari ketebalan udem telapak kaki mencit
terinduksi karagenin pada masing-masing perlakuan untuk melihat penurunan udem dengan menggunakan metode trapezoid. Rumus perhitungan sebagai
berikut:
AUC
0-x
=
C1 −C0
2
x t
1
-t +
C2 −C1
2
x t
2
-t + …. +
Cn −Cn−1
2
x t
n
-t
n-1
Keterangan : AUC
0-x
= Area Under Curve dari ketebalan udem telapak kaki mencit dari menit ke-0 sampai menit ke-360
C
n
– C
n-1
= Besarnya tebal udem dari menit ke-0 sampai menit ke-360 t
n
– t
n-1
= Lamanya waktu pengukuran mulai dari menit ke-0 sampai menit ke- 360 Ikawati, Suparjan, dan Asmara, 2007.
2. Menghitung presentase penghambatan inflamasi
Metode penentuan persen penghambatan inflamasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara menghitung luas area di bawah kurva
AUC-Area Under Curve untuk setiap mencit pada masing-masing rentang waktu pengukuran dari menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240,
270, 300, 330, dan 360 sehingga akan dapat digunakan untuk menentukan penghambatan inflamasi pada tiap-tiap kelompok perlakuan yang dilakukan dalam
penelitian. Persen penghambatan inflamasinya dapat dihitung berdasarkan rumus di bawah ini:
penghambatan inflamasi =
−�0
−
−� −�0
x 100
Keterangan :
−�0
= Nilai rata-rata AUC kelompok kontrol negatif mm.menit
−�
= Nilai rata-rata AUC kelompok perlakuan yang diberikan senyawa uji dengan besar dosis n
Ikawati, Suparjan, dan Asmara, 2007.
3. Perhitungan potensi relatif daya antiinflamasi
Tujuannya adalah untuk mengetahui potensi relatif daya antiinflamasi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., terhadap
diklofenak sebagai kontrol positif, digunakan rumus sebagai berikut:
Potensi relatif daya antiinflmasi = x 100
Keterangan: DAp = penghambatan inflamasi kelompok perlakuan fraksi etanol-heksan
ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. DAp = penghambatan inflamasi kelompok kontrol positif larutan kalium
diklofenak
4. Analisis hasil secara statistika
Penelitian pengujian antiinflamasi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., merupakan deskriptif numerik, sehingga untuk
mengetahui sebaran data yang telah diperoleh, dianalisis dengan metode analitik yaitu Shapiro-Wilk
karena jumlah subjek ≤50. Shapiro-Wilk digunakan untuk melihat distribusi data, bila nilai p 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
terdistribusi normal. Keunggulan penggunaan metode analitis sebagai metode untuk menguji normalitas data karena lebih objektif. Jika hasil data hanya
disajikan dalam bentuk plot atau histogram, mungkin saja interpretasi penulis dengan pembaca berbeda sehingga akan mempegaruhi kesimpulan yang berbeda,
sehingga motede tersebut dapat mengurangi unsur subjektivitas pengamatan terhadap histogram maupun plot Dahlan, 2008.
Hasil analisis data secara statistika pada uji pendahuluan penelitian ini menunjukkan data terdistribusi normal dan homogen, maka untuk menguji
hipotesis pada penelitian ini dengan jenis data komparatif, numerik dan tidak berpasangan lebih dari dua kelompok maka analisis dapat dilanjutkan dengan
menggunakan uji parametik yaitu One-way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok data tidak
berpasangan lebih dari dua kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji post hoc LSD untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna p
0,05 atau tidak bermakna p 0,05, pemilihan alternatif manapun pada uji post hoc
menunjukkan hasil yang relatif sama Dahlan, 2008. Sedangkan pengujian hasil analisis data pada kelompok perlakuan
penelitian ini, menunjukkan hasil data yang tidak terdistribusi normal p 0,05 maka gunakan uji non-parametrik yaitu Kruskal-Wallis dengan post hoc Mann-
Whitney. Apabila pada uji Kruskal-wallis menghasilkan nilai p 0,05 artinya menunjukkan “paling tidak terdapat dua kelompok yang mempunyai rerata yang
berbeda bermakna”. Selanjutnya untuk mengetahui kelompok manakah yang mempunyai perbedaan, dapat dilanjutkan dengan analisis post-hoc. Post-hoc pada
uji Kruskal-Wallis adalah uji Mann-Whitnney. Pada uji Mann-Whitnney jika nilai p 0,05 artinya terdapat perbedaan bermakna antar dua kelompok yang
dibandingkan tersebut, sebaliknya jika nilai p 0,05 maka menunjukkan bahwa dua kelompok tersebut berbeda tidak bermakna Dahlan, 2008.
G. Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 11. Flowchart ruang lingkup penelitian
Keterangan :
= Peneliti fokus pada pengujian efek antiinflamasi fraksi etanol-heksan
ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. yang diberikan secara peroral pada mencit terinduksi karagenin 1
Penelitian ini merupakan penelitian payung, yang dilakukan berkelompok untuk mengetahui efek hepatoprotektif, antiinflamasi, dan analgesik pemberian
fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. Peneliti hanya fokus pada pengaruh pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air
daun Macaranga tanarius L. secara peroral terhadap aktivitasnya dalam penghambatan inflamasi pada mencit terinduksi karagenin 1 sebagai senyawa
iritan Gambar 11, dengan dosis pemberian fraksi sebesar 47,95; 95,9; dan 191,8 mgkgBB.
Dosis Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air
daun Macaranga tanarius L. dosis 137 mgkgBB
Hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida
Antiinflamasi pada mencit terinduksi karagenin 1
Analgesik pada mencit terinduksi asam asetat 1
H. Uji Fitokimia Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air Daun
Macaranga tanarius L.
Pendekatan skrining fitokimia digunakan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder, seperti alkaloid, antrakinon, flavonoid, kumarin, saponin
steroid dan triterpenoid, tannin polifenolat, minyak atsiri terpenoid, dan sebagainya. Skrining fitokimia secara kualititatif merupakan tahap pendahuluan
dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung pada tanaman yang sedang diteliti.
Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat perubahan warna pada reaksi pengujian dengan menggunakan suatu pereaksi warna Kristianti, Aminah,
Tanjung, dan Kurniadi, 2008. Berikut skrining fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini:
1. Uji Alkaloid Sebanyak 3 mL larutan fraksi ditambahkan dengan 1 mL HCl 2 N dan 6
mL aquadest. Kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Sebanyak 3 tetes filtrat dipindahkan pada kaca arloji,
hasilnya diperiksa adanya senyawa alkaloid dengan menambahkan pereaksi Mayer dan Dragendroff, masing-masing sebanyak 2 tetes. Adanya alkaloid
ditandai dengan terbentuknya endapan putih dengan pereaksi Mayer dan endapan merah dengan pereaksi Dragendorff DepKes RI, 2000.
2. Uji Flavonoid Larutan fraksi diambil sebanyak 2 mL ditambah dengan sedikit serbuk
seng atau magnesium dan 2 mL HCl 2 N. Senyawa flavonoid akan menimbulkan warna jingga sampai merah Depkes RI, 2000.
3. Uji Saponin Larutan ekstrak sebanyak 1 mL ditambahkan 10 mL aquadest dan dikocok
kuat selama 10 menit. Hasil dinyatakan positif apabila buih yang terbentuk stabil selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm.
Pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang DepKes RI, 2000. 4. Uji TriterpenoidSteroid
Sebanyak 1 mL larutan ekstrak kental diuapkan sampai kering, kemudian ditambah dengan pereaksi Lieberman-Burchad. Jika warna berubah
menjadi biru atau ungu, menandakan adanya senyawa steroid. Jika warna berubah menjadi merah, menunjukkan adanya senyawa terpenoid Harborne,
1987. 5. Uji Fenolik
Sebanyak 2 mL ekstrak ditambahkan dengan 10 mL aquadest lalu dididihkan selama 10 menit dalam tangas air mendidih. Larutan kemudian
disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 3 tetes FeCl
3
1. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya fenolik Harborne, 1987.
6. Uji Glikosida Sebanyak 0,1 mL fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun
Macaranga tanarius L. dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2