60 oleh pihak pabrik kepada toko minuman dan pembayaran oleh toko minuman
secara tunai maupun secara bertahap sesuai dengan kesepakatan. Permintaan akan sirup markisa oleh konsumen akhir pada umumnya terjadi pada saat hari-hari
besar tertentu seperti Imlek, Hari Raya Idul Fitri maupun Natal dan Tahun Baru. Selain dikonsumsi sendiri oleh masyarakat setempat sebagai konsumen akhir,
sirup markisa juga sering dijadikan sebagai oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah Karo maupun Sumatera Utara. Konsumen akhir akan
membayar secara tunai kepada toko minuman.
6.2.2. Saluran Tataniaga 2
Pada saluran tataniaga dua, lembaga tataniaga yang terlibat secara berurutan dimulai dari petani, pedagang pengumpul perkoper, grosir, pabrik
pengolah, toko minuman dan konsumen Gambar 5. Persentase petani markisa yang menggunakan saluran ini adalah 65 persen dan merupakan saluran yang
paling banyak digunakan oleh petani. Volume penjualan pada saluran ini 52.080 kg atau 56,22 persen dari total volume penjualan markisa Tabel 11.
Gambar 5. Saluran Tataniaga 2 dan Saluran Tataniaga 3 Markisa Ungu
Pemanenan komoditas pertanian dilakukan oleh petani pada pagi hingga siang hari dan mulai siang hingga sore hari petani akan menjual hasil panen ke
pasar kecamatan yaitu Pasar Tigapanah atau Pasar Berastagi. Pemanenan markisa dilakukan oleh petani setiap hari tetapi penjualan akan dilakukan sekali dalam
seminggu. Sebagian besar petani memilih untuk menjual ke Pasar Tigapanah karena lebih dekat. Namun yang menjadi pertimbangan utama petani adalah
61 ketersediaan angkutan pedesaan yang lebih banyak menuju ke Pasar Tigapanah.
Pasar kecamatan beroperasi pada sore hari dan berlangsung setiap hari kecuali Hari Minggu. Biaya transportasi menuju ke masing-masing pasar adalah sama.
Petani dan pedagang pengumpul bertemu di pasar untuk melakukan transaksi jual beli.
Tabel 11.
Volume dan Harga Penjualan Buah Markisa Ungu di Tingkat Petani pada Saluran Tataniaga 2 dan 3 Selama Tahun 2010
No Nama Petani
Volume kg
Pembeli Harga Rata-rata
Rpkg 1.
M br Ginting 1.440
Ped. Pengumpul
2.500 2.
P Karokaro 3.600
Ped. Pengumpul
2.500 3.
A Barus 19.200
Ped. Pengumpul
2.500 4.
R br Depari 960
Ped. Pengumpul
2.500 5.
D br Tarigan 4.800
Ped. Pengumpul
2.500 6.
S Sembiring 2.400
Ped. Pengumpul
2.500 7.
U Barus 1.200
Ped. Pengumpul
2.500 8.
D Barus 3.600
Ped. Pengumpul
2.500 9.
J Tarigan 1.680
Ped. Pengumpul
2.500 10.
S Ginting 3.360
Ped. Pengumpul
2.500 11.
S Purba 1.440
Ped. Pengumpul
2.500 12.
Dj Barus 7.200
Ped. Pengumpul
2.500 13.
S Meliala 1.200
Ped. Pengumpul
2.500 Total
65 persen
petani 52.080 56,22 persen dari volume total
Setelah tiba di pasar, pertama- tama petani akan menuju “tukang kilo”.
“Tukang kilo” merupakan penyedia jasa timbangan untuk menentukan bobot produk pertanian. “Tukang kilo” mempunyai peranan yang cukup penting karena
62 berfungsi juga sebagai sumber informasi harga di pasaran. Petani akan
menanyakan harga markisa yang berlaku di pasar kep ada “tukang kilo”. Setelah
itu, petani akan tawar-menawar dengan pedagang pengumpul untuk menentukan harga markisa. Namun harga yang dinegosiasikan tidak berbeda jauh dengan
informasi harga dari “tukang kilo”. Sebagian petani bahkan tidak melakukan tawar-menawar dengan pedagang pengumpul atas dasar kepercayaan dan loyalitas
menjual kepada satu pedagang pengumpul saja. Sementara petani yang lain menjual kepada pedagang pengumpul yang bukan langganan jika membeli dengan
harga yang lebih tinggi. Alasan utama petani menjual kepada pedagang pengumpul perkoper adalah karena faktor kemudahan dalam menjual. Alasan
lain yaitu petani dengan pedagang pengumpul sudah saling mengenal karena bertempat tinggal di wilayah yang sama dan beberapa diantaranya memiliki
hubungan kekeluargaan. Pedagang pengumpul tidak melakukan sortasi atau grading terhadap markisa yang dibeli dari petani dan pembayaran kepada petani
dilakukan secara tunai. Dari 65 persen petani responden yang menjual kepada pedagang pengumpul hanya 15 persen yang memiliki hasil panen diatas produksi
panen secara rata-rata sementara sebanyak 50 persen petani responden memiliki hasil panen yang relatif sedikit atau dibawah rata-rata produksi panen petani
markisa. Para pedagang pengumpul selanjutnya akan menjual markisa kepada
grosir markisa. Lokasi grosir berada di pasar yang sama dengan pasar tempat pedagang pengumpul dan petani melakukan transaksi. Pedagang pengumpul akan
menemui grosir di kios milik grosir dan memberitahukan bobot markisa dan grosir akan membayar secara tunai dimana harga ditentukan oleh grosir. Grosir akan
meminta tukang sorong untuk mengangkut markisa dari lokasi perkoper ke kios milik grosir.
Sesuai dengan Gambar 5, semua markisa yang dibeli oleh pedagang pengumpul dijual kepada grosir dengan harga rata-rata Rp 2.750kg, sehingga
total volume markisa yang dimiliki oleh grosir adalah 71.280kg 76,95 persen dari volume total. Grosir kemudian menjual 70 persen volume markisa yang
dimiliki kepada pabrik pengolah dan sebanyak 30 persen kepada pedagang antar
63 kota Tabel 12. Total volume yang ditampung oleh pabrik pengolah menjadi
67.896kg 73,29 persen dari volume total yang dihasilkan oleh petani responden
Tabel 12. Volume dan Harga Penjualan Buah Markisa Ungu di Tingkat Grosir
pada Tahun 2010 No.
Pembeli Volume kg
Persentase Harga Rpkg 1.
Pabrik pengolah 49.896
70,00 3.100
2. Ped. Antar Kota
21.384 30,00
4.000 Total Volume
71.280 100,00
Sebanyak 70 persen dari volume markisa yang dimiliki oleh grosir atau 53,86 persen dari total volume markisa akan dijual kepada pabrik pengolah Tabel
11. Grosir merupakan pemasok tetap bahan baku pabrik pengolah sirup markisa. Harga jual markisa akan ditentukan oleh pabrik pengolah dan disesuaikan
berdasarkan komunikasi yang sebelumnya terjalin antara pabrik pengolah dengan grosir. Sama seperti penentuan harga maka penentuan siapa yang akan
mengangkut markisa dari kios grosir ke lokasi pabrik juga berdasarkan komunikasi antara grosir dengan pabrik pengolah. Pembayaran dari pabrik
pengolah kepada grosir dilakukan secara tunai maupun secara bertahap. Biaya transportasi akan ditanggung oleh pihak yang melakukan fungsi pengangkutan.
Grosir akan menyortir buah markisa sebelum dikirim ke pabrik pengolah. Namun pabrik pengolah akan menyortir ulang di gudang pabrik dan jika menemukan buah
markisa yang tidak layak akan dikumpulkan dan dikembalikan kepada grosir. Buah yang dikembalikan tersebut tidak dibayar oleh pihak pabrik.
Kebutuhan bahan baku pada pabrik pengolah bersumber dari grosir sebanyak 73,49 persen dan 26,51 persen dari petani atau 73,29 persen dari total
volume yang dijual oleh petani responden. Proses pengolahan sirup markisa di pabrik pengolah dan proses selanjutnya hingga ke toko minuman dan konsumen
sama seperti pada saluran satu.
6.2.3. Saluran Tataniaga 3