Perumusan Masalah Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo (Studi Kasus Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara)

6

1.2. Perumusan Masalah

Markisa ungu dari Kabupaten Karo dipasarkan di Kabupaten Karo, Medan dan kota-kota di Sumatera Utara. Pada umumnya konsumen di wilayah Sumatera Utara mengkonsumsi markisa dalam bentuk buah segar untuk kebutuhan sehari- hari sementara sirup markisa dikonsumsi pada hari-hari besar tertentu. Konsumen di luar wilayah Sumatera Utara khususnya yang berada di kota-kota di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa mengkonsumsi sirup markisa. Selain itu, sirup markisa juga menjadi buah tangan atau oleh-oleh khas dari Sumatera Utara Winarso 2004. Buah markisa ungu berastagi dapat ditemui di pasar tradisional dan toko buah di wilayah Sumatera Utara sedangkan sirup markisa dapat dibeli di toko minuman atau souvenir di Kota Kabanjahe, Berastagi, Siantar dan Medan. Tanaman markisa ungu termasuk sebagai tanaman merambat dan tanaman tahunan. Pengusahaan markisa ungu di Kabupaten Karo mulai menghasilkan buah yang siap dipanen setelah kira-kira satu tahun dan dapat terus produktif hingga tanaman berumur enam tahun. Umur produktif tanaman ditentukan oleh perawatan petani terhadap tanaman markisa ungu. Tanaman markisa ungu menghasilkan buah sepanjang tahun tetapi musim panen pada umumnya terjadi pada bulan Agustus hingga Oktober. Para petani menggunakan tiang rambatan dari pohon lamtoro, kayu, kawat atau pucuk pohon bambu. Produksi markisa ungu selama tahun 2005 hingga 2009 di Kabupaten Karo berfluktuasi setiap tahun Dinas Pertanian Sumut 2010. Diduga ada beberapa penyebab fluktuasi produksi buah markisa yaitu serangan hama, persaingan penggunaan lahan dengan komoditas lain khususnya jeruk dan fluktuasi harga di tingkat petani. Serangan hama yang biasa terjadi adalah kutu pucuk daun, lalat buah dan jamur yang menyerang pangkal batang Winarso 2004. Persaingan penggunaan lahan dengan komoditas jeruk yang dianggap lebih menguntungkan kemungkinan akan berhenti karena akhir-akhir ini jeruk juga menghadapi persoalan yang kompleks 6 . Sebaliknya, pohon jeruk yang sudah tua atau mengering karena penyakit digunakan oleh sebagian petani menjadi rambatan bagi pohon markisa. 6 Wismar. 29 Oktober 2010. Senja Kala Jeruk Karo. Kompas: 36 kolom 1-4 7 Daya tawar petani yang lebih rendah jika dibandingkan dengan daya tawar pedagang membuat petani menjadi penerima harga price taker atau harga buah markisa ungu ditentukan oleh pedagang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, permasalahan utama yang sering dihadapi petani adalah fluktuasi harga buah markisa ungu yaitu pada kisaran mulai dari Rp 500kg hingga Rp 3.000kg. Artinya, kisaran harga di tingkat petani dapat berubah sewaktu-waktu dengan peningkatan atau penurunan harga mencapai 500 persen. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian pemasaran bagi petani markisa. Di tingkat konsumen akhir harga beli tetap relatif tinggi. Harga di tingkat konsumen akhir bervariasi sesuai dengan lokasi pasar, jenis pasar, waktu pembelian dan kelas markisa yang dibeli. Harga markisa di tingkat konsumen akhir berada pada kisaran Rp 6.000kg hingga Rp 10.000kg atau mengalami peningkatan atau penurunan harga hanya sebesar 67 persen. Perkembangan harga buah markisa ungu di Pusat Pasar Kabupaten Karo dan Pusat Pasar Medan dapat diperhatikan pada Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Rata-Rata Harga Markisa di Pusat Pasar Kabupaten Karo dan Pusat Pasar Medan Tahun 2005 - 2010 Tahun Harga di Pasar Karo Rpkg Laju Harga di Pasar Medan Rpkg Laju 2005 1.585 - 3.887 - 2006 2.669 68,39 3.395 -12,66 2007 3.128 17,20 3.740 10,16 2008 1.867 -40,31 3.761 0,56 2009 3.059 63,85 4.218 12,15 2010 6.922 126,28 8.358 98,15 Rata-rata Perubahan Laju 47,08 21,67 Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara 2010 diolah Berdasarkan Tabel 4, selama tahun 2005 hingga 2010 rata-rata laju perubahan harga di Pusat Pasar Kabupaten Karo 47,08 persen sementara rata-rata laju perubahan harga di Pusat Pasar Medan 21,67 persen. Pada tahun 2010 rata- rata harga jual buah markisa ungu di tingkat petani Rp 2.800kg sementara harga di Pusat Pasar Kabupaten Karo Rp 6.922kg dan Pusat Pasar Medan Rp 8.358kg. Perbedaan gap harga buah markisa di tingkat petani dengan di tingkat pedagang pedagang pengecer menyebabkan bagian yang diperoleh petani atau farmer’s share relatif rendah yaitu pada buah yang dipasarkan di Kabupaten Karo dan di Medan secara berturut-turut adalah 40 persen dan 33,5 persen sementara marjin 8 tataniaga secara berurutan adalah 60 persen dan 66,5 persen. Fluktuasi harga di tingkat petani dan farmer’s share yang rendah dapat mengurangi motivasi petani dalam menanam markisa. Jika hal tersebut terjadi maka dapat mengakibatkan penurunan produksi buah markisa yang dihasilkan. Petani markisa ungu di Kabupaten Karo mempunyai beberapa pilihan dalam memasarkan buah markisa yang telah dipanen. Petani dapat memasarkan sendiri buah markisa kepada pedagang pengecer di pasar tradisional setempat, kepada pedagang pengumpul atau kepada grosir maupun kepada pabrik pengolah buah markisa. Ada dua pabrik pengolah markisa yang berada di Berastagi dan di Kota Medan dengan produk akhir berupa sirup markisa dalam kemasan. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian belum terdapat kelompok tani atau koperasi yang berperan dalam mengembangkan agribisnis markisa khususnya pada subsistem usahatani dan pemasaran. Jumlah lembaga tataniaga yang terlibat akan mempengaruhi struktur pasar dan selanjutnya berdampak terhadap perilaku dari masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Masing-masing lembaga tataniaga akan melakukan kegiatan atau fungsi tertentu terhadap buah markisa ungu dalam proses pendistribusian mulai dari petani hingga konsumen akhir. Saluran tataniaga yang dipilih oleh petani, fungsi yang dilakukan dan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat akan memberikan farmer’s share dan penyebaran marjin tataniaga yang berbeda- beda. Analisis efisiensi tataniaga markisa ungu perlu dilakukan sehingga dapat diketahui penyebab rendahnya daya tawar petani dan fluktuasi harga serta tingkat efisiensi pada setiap saluran tataniaga. Berdasarkan uraian sebelumnya maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Bagaimana tataniaga markisa ungu di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo? 2 Apakah tataniaga markisa ungu yang terjadi di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo sudah efisien dan alternatif saluran tataniaga mana yang lebih efisien dibandingkan dengan saluran tataniaga yang ada? 9

1.3. Tujuan Penelitian