65 antar kota. Selain membeli buah markisa, pedagang antar kota juga membeli
komoditas lain seperti buah jeruk dan sayur-sayuran yang berasal dari pasar di Tanah Karo.
Pedagang antar kota menjual markisa kepada pedagang pengecer buah di kota tujuan. Pedagang antar kota akan mengangkut markisa hingga ke lapak atau
kios tempat pedagang pengecer berjualan yang sudah menjadi langganan tetap. Pembayaran oleh pedagang pengecer dilakukan secara tunai maupun bertahap.
Pedagang pengecer akan menjual buah markisa segar secara tunai kepada konsumen. Konsumen pada umumnya akan mengonsumsi buah markisa dengan
cara mengolah menjadi jus atau sirup markisa.
6.2.4. Saluran Tataniaga 4
Saluran tataniaga empat melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu secara berurutan dimulai dari petani, grosir, pabrik pengolah, toko minuman dan
konsumen. Saluran tataniaga empat hampir sama dengan saluran tataniaga dua dan perbedaannya hanya terletak pada saluran empat yang tidak melibatkan
pedagang pengumpul perkoper Gambar 6.
Gambar 6. Saluran Tataniaga 4 dan Saluran Tataniaga 5 Markisa Ungu
Petani responden pada saluran tataniaga empat sebanyak 10 persen dengan volume penjualan 20,73 persen dari total volume penjualan oleh keseluruhan
petani responden Tabel 13. Jadi total volume markisa yang ditampung oleh grosir adalah 76,95 persen dari total volume markisa dimana 56,22 persen berasal
dari pedagang pengumpul perkoper dan 20,73 persen berasal dari petani.
Tabel 13. Volume dan Harga Penjualan Buah Markisa Ungu di Tingkat Petani
pada Saluran Tataniaga 4 dan 5 Selama Tahun 2010
66 No
Nama Petani Volume
kg Pembeli
Harga Rata-rata Rpkg 1.
I Depari 2.400
Grosir 2.800
2. M Bangun
16.800 Grosir
2.800 Total
10 persen
petani 19.200 20,73 persen dari volume total
Petani yang memilih untuk menjual kepada grosir memiliki produksi markisa diatas produksi rata-rata petani responden. Alasan utama petani yang
menjual kepada grosir adalah harga jual yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jual kepada pedagang pengumpul perkoper tetapi masih lebih
rendah jika dibandingkan dengan harga jual kepada pabrik pengolah. Alasan petani tidak menjual ke pabrik pengolah karena lokasi pabrik yang lebih jauh akan
menyebabkan biaya transportasi dan risiko pemotongan bobot markisa. Petani menggunakan karung goni sebagai kemasan markisa dan pengangkutan dengan
angkutan pedesaan yang mengantarkan markisa hingga ke gudang milik grosir. Sebelum masuk ke gudang grosir markisa terlebih dahulu ditimbang di tukang
kilo yang sekaligus berperan sebagai sumber informasi harga markisa yang sedang berlaku di pasar. Setelah masuk ke gudang maka grosir akan melihat
kualitas markisa yang dijual petani dan selanjutnya akan terjadi proses tawar- menawar untuk menentukan harga. Kisaran harga berada diantara harga jual
petani kepada pedagang pengumpul dan harga jual petani kepada pabrik pengolah. Pembayaran dilakukan secara tunai oleh grosir kepada petani. Proses tataniaga
selanjutnya dari grosir ke pabrik pengolah dan dari pabrik pengolah ke toko minuman hingga dari toko minuman ke konsumen sama seperti pada saluran
tataniaga dua.
6.2.5. Saluran Tataniaga 5