Penelitian Terdahulu Terhadap Markisa Kerangka Operasional

15 daya tawar bargaining power yang lebih tinggi. Jika petani mendapat bantuan modal dari pedagang pengumpul atau tengkulak maka petani harus menjual produknya kepada tengkulak tersebut dimana harga ditentukan secara sepihak oleh tengkulak Kurniawati 2007; Maharani 2008. Kerjasama antara petani dengan pedagang pengumpul dapat berjalan dengan baik karena kerjasama sudah berlangsung cukup lama, adanya rasa saling percaya dan hubungan kekerabatan antara petani dengan pedagang Adnany 2008; Ariyanto 2008; Hermansyah 2008; Sumardi 2009. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam hal metode pemilihan lokasi penelitian, metode pengambilan responden terhadap petani dan lembaga tataniaga dan metode analisis data. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu: jenis komoditas yang diteliti, lokasi penelitian dan waktu penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis tataniaga hortikultura seperti beberapa penelitian sebelumnya tetapi untuk komoditas yang berbeda sehingga penelitian yang sama belum pernah dilakukan sebelumnya.

2.4. Penelitian Terdahulu Terhadap Markisa

Penelitian terdahulu dengan komoditas markisa dilakukan oleh Sari 1999 yang melakukan analisis finansial dan ekonomi usahatani markisa. Penelitian dilakukan di Desa Nanam Barat, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa pada lahan satu hektar dengan analisis finansial nilai NPV yang diperoleh adalah Rp. 17.240.682, NBCR 2,78 dan IRR sebesar 46 persen dengan tingkat diskonto 16 persen. Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat diskonto memperlihatkan bahwa usahatani markisa layak untuk dilakukan. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Sari 1999 yaitu dalam hal topik kajian dan lokasi penelitian yang berbeda. Penelitian yang akan dilakukan mengkaji mengenai tataniaga markisa ungu di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. 16 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Pengertian Tataniaga Penggunaan kata tataniaga dan pemasaran sering digunakan secara bergantian karena mempunyai makna yang sama. Dalam bahasa Inggris kedua kata tersebut berasal dari kata yang sama yaitu marketing Asmarantaka 2009. Pemasaran atau tataniaga dapat diartikan sebagai semua rangkaian kegiatan bisnis dalam menyalurkan aliran barang dan jasa hasil produksi dari produsen kepada konsumen akhir yang menggunakan secara langsung Darrah 1965; Kohls dan Uhl 2002; Abbott 1990; Soekartawi 2002. Kegiatan tataniaga produk pertanian diawali pada aktivitas produksi oleh produsen atau petani. Sebagian besar hasil produksi pertanian dijual oleh petani untuk memperoleh pendapatan. Dalam praktik tataniaga, ada banyak pihak yang terlibat karena para petani pada umumnya tidak menjual langsung hasil panennya kepada konsumen akhir. Pihak yang terlibat yang dimaksud adalah perantara yang berperan dalam memberikan perlakuan khusus terhadap produk pertanian dan mengalirkannya hingga berada di tangan konsumen akhir. Menurut Abbott 1990 tugas dan tanggung jawab pelaku tataniaga adalah: 1 Mencari pembeli dan mengalihkan kepemilikan. 2 Penyusunan dan penyimpanan. 3 Menyortir, mengepak dan mengolah. 4 Menyediakan pembiayaan untuk tataniaga dan pengambilan risiko. 5 Memilah-milah dan menyajikan kepada konsumen. Menurut Schaffner et. al.1998 dalam Asmarantaka 2009, tataniaga dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif makro dan mikro. Perspektif makro menganalisis sistem tataniaga secara keseluruhan dalam penyampaian produk hingga konsumen akhir yang melibatkan petani dan lembaga-lembaga tataniaga. Perspektif mikro memandang tataniaga pemasaran sebagai aspek manajemen dimana perusahaan secara individu melakukan kegiatan tataniaga dalam upaya mencari keuntungan. 17 Salah satu pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga adalah pendekatan Structure-Conduct-Performance S-C-P. Tipe-tipe perbedaan dari pasar digolongkan dalam kelompok market structure. Praktik-praktik bisnis dikelompokkan dalam market conduct dan pengaruh-pengaruh terhadap harga dan output digolongkan dalam market performance. Pendekatan S-C-P bersifat dinamis dan menekankan pada aspek deskriptif, bersifat kasus-kasus, pembahasan aspek kelembagaan secara lebih detail Gonarsyah dan Philips, dalam Asmarantaka 2009. Menurut Kohls dan Uhl 2002 minimal ada tiga pendekatan utama dalam menganalisis permasalahan tataniaga yaitu: pendekatan kelembagaan the institutional approach, pendekatan fungsional the functional approach dan pendekatan sistem perilaku the behavioral systems approach.

3.1.2. Kelembagaan dan Saluran Tataniaga

Aliran barang dalam suatu sistem tataniaga dapat terjadi karena peranan perantara yang disebut lembaga tataniaga. Petani tidak menjual hasil panen secara langsung kepada konsumen akhir karena keterbatasan sumber daya, keuntungan marjinal yang lebih kecil atau tidak mungkin untuk dilakukan. Perantara biasanya mencapai efisiensi yang lebih tinggi dalam menyediakan barang secara luas dan tercapainya pasar sasaran. Lembaga-lembaga tataniaga yang bekerjasama dalam melakukan kegiatan tataniaga membentuk saluran tataniaga marketing channel. Menurut Soekartawi 2002 peranan lembaga tataniaga sangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karakteristik aliran barang yang dipasarkan. Saluran tataniaga yang relatif sederhana terdapat pada sistem pasar monopoli atau komoditi pertanian yang lebih cepat ke tangan konsumen dan yang tidak mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Banyaknya tingkatan dalam saluran tataniaga suatu produk dipengaruhi oleh jarak antara produsen dan konsumen, skala produksi, sifat produk dan kondisi keuangan pengusaha. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan produsen dalam memilih pola penyalur yaitu berdasarkan karakteristik pasar tujuan, kondisi barang, sumberdaya yang dimiliki dan peranan yang dilakukan oleh lembaga tataniaga. Saluran tataniaga berguna untuk mengetahui tingkat harga jual dan harga beli pada setiap lembaga sehingga mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang terlibat. Dengan mengetahui saluran tataniaga suatu komoditas maka dapat 18 diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur yang dapat ditempuh. Pendekatan institusional the institutional approach menurut Kohls dan Uhl 2002 lebih menekankan kepada orang atau lembaga tataniaga yang menjadi pelaku aktivitas fungsi-fungsi tataniaga. Pelaku aktivitas tataniaga dalam produk pertanian dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1 Pedagang perantara merchant middlemen yang terdiri dari pengecer retailers dan grosir wholesalers. Pedagang perantara mempunyai hak dan kepemilikan atas produk yang mereka tangani dan melakukan aktivitas jual beli untuk memperoleh keuntungan bagi mereka sendiri. Pengecer membeli produk dan menjualnya secara langsung kepada konsumen akhir. Grosir membeli secara langsung dari petani atau pedagang pengumpul lalu menjual kepada pengecer, grosir di kota lain atau kepada industri pengolahan. 2 Agen perantara agent middlemen yang terdiri dari makelar brokers dan komisioner commission man. Agen perantara bertindak hanya sebagai wakil dari klien mereka dan tidak memiliki hak dan kepemilikan atas produk yang mereka tangani. Agen perantara memberikan jasa penjualan atau pembelian karena keahliannya dalam tawar-menawar dan mempunyai pengetahuan pasar. Agen memperoleh pendapatan dalam bentuk upah fees dan komisi commissions. Komisioner mempunyai wewenang yang lebih banyak karena dapat menangani produk secara fisik, mengatur waktu penjualan dan tugas-tugas lainnya tetapi makelar mempunyai wewenang yang lebih terbatas dan tidak menangani produk secara fisik serta mengikuti pengaturan dari klien. 3 Perantara spekulatif speculative middlemen yaitu perantara yang mempunyai kepemilikan atas produk dengan tujuan utama memperoleh keuntungan dari pergerakan harga. Perantara spekulatif berperan dalam mengambil resiko fluktuasi harga dengan penangan minimum pada produk. 4 Pengusaha pengolahan dan pabrik processors and manufacturers yaitu pihak yang melakukan pengolahan secara fisik dan mengubah bentuk produk pertanian primer menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir. 19 Aktivitas pabrik pengolah menambah kegunaan waktu, tempat, bentuk dan kepemilikan. 5 Organisasi pemfasilitasi facilitative organizations yang berperan untuk membantu atau memperlancar berbagai pelaku tataniaga dalam melakukan tugasnya. Fasilitator melakukan aktivitas seperti membuat peraturan- peraturan, kebijakan, asosiasi, jasa pengangkutan produk atau fungsi fasilitasi spesifik lainnya.

3.1.3. Fungsi-Fungsi Tataniaga

Fungsi-fungsi tataniaga merupakan aktivitas-aktivitas bisnis atau perlakuan oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam proses tataniaga Asmarantaka 2009. Setiap fungsi yang dilakukan merupakan kegiatan produktif karena setiap kegiatan menciptakan kegunaan yaitu kegunaan bentuk form utility, kegunaan tempat place utility, kegunaan waktu time utility dan kegunaan kepemilikan possession utility Kohls dan Uhl 2002. Karakteristik permasalahan tataniaga produk pertanian di Asia APO 1989 yang berhubungan dengan fungsi tataniaga yaitu: 1 Infrastruktur fisik dan teknologi pascapanen yang buruk. Kondisi jalan yang berlubang-lubang akan meningkatkan biaya transportasi, menyebabkan kerusakan produk dan keterlambatan pengiriman barang. Penanganan fisik produk yang buruk selama panen. Wadah penyimpanan produk yang kurang baik selama pengangkutan dan truk tanpa ruangan ventilasi. Kondisi gudang tanpa pendingin, ventilasi dan sanitasi yang tidak tepat. Pengepakan dan pengemasan yang tidak tepat serta tidak dilakukannya sortir. 2 Fasilitas pasar yang buruk. Pasar lokal dengan fasilitas kurang dalam penanganan produk. 3 Fungsi fasilitasi pemasaran yang kurang seperti dalam hal: ketersediaan kredit pembiayaan, tidak adanya asosiasi, pelatihan pemasaran, penyediaan jasa pemasaran, administrasi pemasaran dan perencanaan pengembangan, sistem informasi pemasaran yang tidak efisien. Pendekatan fungsional functional approach menurut Kohls dan Uhl 2002 bermanfaat dalam mempertimbangkan bagaimana pekerjaan harus dilakukan, menganalisis biaya-biaya tataniaga dan memahami perbedaan biaya 20 antar lembaga dan fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga. Klasifikasi fungsi yang diterima secara luas adalah sebagai berikut: 1 Fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang menyangkut transfer kepemilikan atas produk dan kemampuan untuk bernegosiasi khususnya dalam penentuan harga. 2 Fungsi fisik merupakan kegiatan yang menyangkut penanganan, perpindahan dan pertukaran produk secara fisik. Fungsi fisik menjawab permasalahan mengenai kapan, apa dan dimana dalam pemasaran. Fungsi fisik terdiri dari: a Fungsi penyimpanan bertujuan untuk membuat produk tersedia pada waktu yang diinginkan. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu untuk diangkut ke daerah pemasaran. Selama pelaksanaan penyimpanan dilakukan beberapa tindakan untuk menjaga mutu, terutama hasil-hasil pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. b Fungsi transportasi bertujuan untuk membuat produk tersedia pada tempat yang sesuai. Jenis alat transportasi dan rute yang dipilih berpengaruh terhadap biaya transportasi. Adanya keterlambatan dalam pengangkutan dan jenis alat angkut yang tidak sesuai dengan sifat barang yang diangkut dapat menimbulkan kerusakan dan penurunan mutu barang yang bersangkutan. c Fungsi pengolahan adalah kegiatan yang mengubah bentuk dasar dari produk. 3 Fungsi fasilitas merupakan fungsi yang memperlancar kinerja dari fungsi fisik dan fungsi pertukaran. Fungsi fasilitas terdiri dari: a Fungsi standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu produk dengan berbagai bentuk, ukuran, kadar air, tingkat kematangan, rasa, warna atau kriteria lainnya. Grading adalah tindakan menggabungkan suatu produk menurut standarisasi yang diinginkan oleh pembeli. Fungsi ini menyederhanakan proses pembelian dan penjualan. 21 b Fungsi pembiayaan dibutuhkan khususnya dalam kegiatan operasional pemasaran. c Fungsi penanggungan risiko yaitu penerimaan atas kemungkinan terjadinya kerugian karena kehilangan produk.. Risiko yang dihadapi dapat dibedakan menjadi risiko fisik dan risiko pasar. Risiko fisik terjadi pada produk secara fisik karena kecelakaan dan bencana alam. Risiko pasar terjadi karena fluktuasi harga di pasar. d Fungsi intelijensi pasar merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah dan menginterpretasikan data yang penting dalam memperlancar operasi dari proses tataniaga. Penetapan harga yang efektif tergantung dari seberapa baik pembeli dan penjual memperoleh informasi. Penelitian pasar yang dilakukan untuk mengevaluasi saluran tataniaga yang efektif, cara yang berbeda dalam melakukan suatu fungsi tertentu, sasaran pasar potensial untuk produk baru merupakan fungsi yang lebih luas dari intelijensi pasar.

3.1.4. Struktur Pasar

Struktur pasar adalah tipe atau jenis pasar yang didefenisikan sebagai hubungan korelasi antara pembeli calon pembeli dan penjual calon penjual yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar Mc Kie, dalam Asmarantaka 2009. Beberapa ukuran untuk melihat struktur pasar antara lain: 1 Konsentrasi pasar, diukur berdasarkan persentase dari penjualasetpangsa pasar. 2 Kebebasan masuk-keluar pembeli dan penjual; perusahaan yang besar mempunyai kelebihan dalam menentukan price control dalam rangka mempertahankan konsentrasinya di dalam pasar. 3 Diferensiasi produk; pada perusahaan yang mempunyai konsentrasi pasar yang tinggi mempunyai kelebihan dalam menentukan diferensiasi produk untuk usaha meningkatkan keuntungannya. Hammond dan Dahl 1977 mengemukakan lima jenis struktur pasar pangan dan serat dengan berbagai karakteristiknya yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, struktur pasar yang dihadapi oleh lembaga 22 tataniaga yang berperan sebagai penjual dapat berbentuk pasar persaingan sempurna, monopolistik, oligopoli murni, oligopoli diferensiasi dan pasar monopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh lembaga tataniaga jika berperan sebagai pembeli dapat berbentuk pasar persaingan sempurna, monopsonistik, oligopsoni murni, oligopsoni diferensiasi dan pasar monopsoni. Pasar persaingan sempurna memiliki ciri-ciri: jumlah pembeli dan penjual banyak, produk terstandarisasi atau bersifat homogen, tidak ada pengendalian harga, dan pembeli maupun penjual mudah untuk masuk-keluar dari pasar. Struktur pasar monopoli memiliki ciri-ciri: jumlah penjual satu dan jumlah pembeli bervariasi, ada pengendalian harga, tidak terdapat produk substitusi dan sulit untuk keluar atau masuk ke pasar. Struktur pasar persaingan sempurna dalam realitanya tidak dapat ditemukan. Tabel 5 . Struktur Pasar dalam Sistem Pangan dan Serat No. Karakteristik Struktural Struktur Pasar Jumlah Perusahaan Sifat Produk Sisi Penjual Sisi Pembeli 1. Banyak Standarisasi Persaingan Sempurna Persaingan Sempurna 2. Banyak Diferensiasi Monopolistik Monopsonistik 3. Sedikit Standarisasi Oligopoli Murni Oligopsoni Murni 4. Sedikit Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi Oligopsoni Diferensiasi 5. Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber: Hammond dan Dahl 1977

3.1.5. Perilaku Pasar

Perilaku pasar market conduct adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya masing-masing Asmarantaka 2009. Pendekatan sistem perilaku the behavioral systems approach menurut Kohls dan Uhl 2002 perlu dilakukan karena cara lembaga tataniaga dalam membuat keputusan sewaktu mengatasi masalah tataniaga dapat diklasifikasikan sehingga pemahaman yang lebih baik akan perubahan yang mungkin terjadi di masa depan dapat diperoleh. Ada empat tipe masalah yang dihubungkan dengan sistem perilaku telah teridentifikasi. Pertama, sistem input-output input-output system dimana setiap lembaga tataniaga berusaha membuat kombinasi input yang dapat meningkatkan kepuasan 23 output. Cara yang dilakukan dapat melalui adopsi teknologi baru, produk baru atau pengelolaan yang berbeda sehingga mengurangi biaya atau meningkatkan output. Kedua, sistem kekuatan power system dimana setiap lembaga tataniaga mencoba mengembangkan kekutan spesifik seperti reputasi akan kualitas, menjadi pemimpin pasar, menjadi pengikut atau inovator, memperoleh kepercayaan dari komunitas dan pertumbuhan yang cepat. Ketiga, sistem komunikasi communications system dimana lembaga tataniaga berusaha untuk menciptakan saluran informasi yang efektif sehingga memudahkan dalam membuat keputusan yang tepat. Keempat, sistem yang mengadaptasi perubahan internal dan eksternal system for adapting to internal and external change khususnya bagaimana cara beroperasi sehingga lembaga tataniaga tetap dapat bertahan. Keempat sistem tersebut beroperasi pada sistem tataniaga pada saat yang sama. Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktik penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar dan pembayaran serta kerjasama diantara berbagai lembaga tataniaga. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya, marjin tataniaga dan jumlah komoditi yang dipasarkan sehingga akan memberikan penilaian baiktidaknya suatu sistem pemasaran.

3.1.6. Marjin Tataniaga dan Farm er’s Share

Marjin tataniaga sering digunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga tataniaga di dalam suatu saluran tataniaga. Pengertian marjin tataniaga ini sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani adanya kesenjangan gap antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pengecer. Pengertian statis dari marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat petani Pf dengan harga di tingkat konsumen akhir Pr atau MT = Pr – Pf. Pendekatan dinamis dari marjin tataniaga merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah value added. Pengertian ini menunjukkan marjin total atau MT = biaya-biaya tataniaga + keuntungan lembaga-lembaga tataniaga M = C + . Pendekatan dinamis dari marjin tataniaga juga memberikan pengertian semua 24 proses bisnis dari aliran tataniaga dengan menganalisis fungsi-fungsi, kelembagaan dan keseluruhan sistem, mulai dari petani hingga konsumen akhir Tomek dan Robinson, dalam Asmarantaka 2009. Marjin tataniaga merupakan cerminan dari pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga. Oleh karena itu, tingginya marjin tataniaga suatu komoditi tidak secara pasti mencerminkan proses tataniaga yang tidak efisien. Fungsi tataniaga yang dilakukan setiap lembaga tataniaga biasanya berbeda-beda. Hal tersebut menyebabkan perbedaan harga jual antara lembaga yang satu dengan yang lain sampai ke tingkat konsumer akhir. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat atau semakin banyak fungsi yang dilakukan maka semakin besar perbedaan harga antara produsen dengan harga di tingkat konsumen. Besarnya marjin tataniaga pada saluran tataniaga tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Bagian yang diterima lembaga tataniaga dinyatakan dalam bentuk marjin absolut dan atau persentase Asmarantaka 2009. Hammond dan Dahl 1977 menyatakan bahwa nilai marjin tataniaga value of marketing margin merupakan perkalian antara marjin tataniaga dengan volume produk yang terjual atau VMM = [Pr-Pf.Qrf] yang mengandung dua komponen yaitu marketing cost dan marketing charge. Komponen marketing cost returns to factor yaitu penjumlahan dari biaya tataniaga, yang merupakan balas jasa terhadap input-input tataniaga yang bentuknya dapat berupa upah, bunga, sewa dan keuntungan. Komponen marketing charge returns to institution merupakan aspek balas jasa terhadap kelembagaan tataniaga yang terlibat dalam proses penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan pedagang pengumpul, pengolah, grosir, agen dan pengecer. Penjelasan melalui gambar dapat dilihat pada Gambar 1. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani farmer’s share terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Farmer’s share merupakan persentase perbandingan harga yang diterima petani Pf dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir Pr. Secara matematis farmer’s share Fsi dapat dirumuskan sebagai berikut: 25 100 Pr x Pf Fsi  Farmer’s share mempunyai nilai yang relatif lebih rendah jika harga di tingkat konsumen akhir relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani. Sebaliknya, farmer’s share mempunyai nilai yang relatif lebih tinggi jika harga di tingkat konsumen akhir tidak terpaut jauh jika dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani. Keterangan: Pr : Harga di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani Sr : Supply di tingkat pengecer Sf : Supply di tingkat petani Dr : Demand di tingkat pengecer Df : Demand di tingkat petani Qr.f : Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer Gambar 1. Konsep Marjin Tataniaga Sumber: Hammond dan Dahl 1977

3.1.7. Efisiensi Tataniaga

Tataniaga yang efisien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem tataniaga. Efisiensi tataniaga dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga tataniaga. Namun ukuran untuk Sr Sf Dr Df Q Qr.f O P Pr M Pf Biaya Pemasaran returns to factors : - GajiUpah - Bunga - Sewa - Keuntungan Marketing charges returns to institutions: - Pengumpul - Grosir - Pengecer - Pengolah 26 menentukan ukuran kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif. Oleh karena itu, indikator efisiensi yang sering digunakan adalah efisiensi operasional teknik dan efisiensi harga Kohls dan Uhl 2002; Raju dan Open, dalam Asmarantaka 2009. Soekartawi 2002 menyatakan bahwa konsep efisiensi tataniaga sangat luas dan tampaknya belum ada definisi yang pasti dari efisiensi tataniaga. Rashid dan Chaudry 1973 dalam Soekartawi 2002 menyadari sulitnya mengukur efisiensi tataniaga sehingga mengajukan preposisi bahwa efisiensi tataniaga terdiri dari efisiensi teknis dan ekonomi. Beberapa faktor yang menyatakan kegiatan tataniaga dikatakan efisien apabila biaya tataniaga dapat dihemat sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik tataniaga dan adanya kompetisi pasar yang sehat. Efisiensi operasional teknis berhubungan dengan penanganan aktivitas- aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input tataniaga. Input adalah biaya berupa beragam sumberdaya yang digunakan dalam melakukan fungsi- fungsi tataniaga. Output adalah kepuasan konsumen benefits terhadap barang dan jasa yang berhubungan dengan kegunaan waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan. Biaya tataniaga secara sederhana adalah jumlah dari semua harga sumber daya yang dipergunakan dalam proses tataniaga. Efisiensi operasional dapat terjadi karena perbaikan dalam cara operasi karena penemuan metode baru atau teknologi baru. Efisiensi operasional dapat dicapai pada tiga kondisi yaitu: 1 Menurunkan biaya input tanpa menurunkan manfaatkepuasan konsumen. 2 Meningkatkan kegunaan output tanpa meningkatkan biaya input. 3 Meningkatkan output dengan meningkatkan biaya input dengan catatan peningkatan output masih lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan biaya input. Dalam kenyataan di lapang, untuk mengetahui besaran indikator efisiensi operasional teknik, banyak peneliti menggunakan analisis marjin tataniaga marketing margin atau sebaran harga antara harga di tingkat petani dengan di tingkat eceran farm-retail price spread. Fokus dalam analisis ini adalah kajian biaya-biaya tataniaga dan kegiatan produktif fungsi-fungsi dan lembaga 27 tataniaga mulai dari petani hingga ke konsumen akhir. Efisiensi operasional menurut Asmarantaka 2009 lebih tepat menggunakan rasio antara keuntungan R dengan biaya C karena pembanding opportunity cost dari biaya adalah keuntungan sehingga indikatornya adalah RC dan nilainya harus positif. Jika penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya merata pada setiap lembaga tataniaga, maka secara teknis saluran tataniaga tersebut semakin efisien. Rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntunganbiaya RC = Ci i R Keterangan : Ri : keuntungan lembaga tataniaga ke-i Ci : biaya pemasaran lembaga tataniaga ke-i Berdasarkan struktur pasar maka pasar persaingan sempurna secara norma merupakan pasar yang efisien sedangkan monopoli merupakan pasar yang tidak efisien. Namun pasar persaingan sempurna maupun monopoli secara aktual sulit atau tidak ditemukan sehingga digunakan efisiensi relatif dimana sistem pasar yang mendekati karakteristik pasar persaingan sempurna kompetitif adalah efisien dan struktur pasar yang mendekati karakteristik monopoli adalah tidak efisien. Efisiensi harga menekankan kemampuan dari sistem tataniaga yang sesuai dengan keinginan konsumen. Sasaran dari efisiensi harga adalah efisiensi alokasi sumberdaya dan maksimum output ekonomi. Efisiensi harga dapat tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat responsif terhadap harga yang berlaku. Efisiensi harga dapat dianalisis melalui ada atau tidaknya keterpaduan pasar integrasi antara pasar acuan dengan pasar pengikutnya Asmarantaka 2009. Beberapa aktivitas seperti peningkatan informasi pasar, pemberian label, grading dan standarisasi dapat meningkatkan efisiensi harga. Dalam beberapa keadaan peningkatan dalam efisiensi operasional dapat menurunkan efisiensi harga atau sebaliknya. Namun hal tersebut tidak perlu dipertentangkan karena yang menjadi perhatian utama adalah tersedianya pilihan bagi konsumen dan harga yang merefleksikan biaya Kohls dan Uhl 2002. 28

3.2. Kerangka Operasional

Tataniga markisa ungu di Kabupaten Karo melibatkan petani dan lembaga- lembaga tataniaga dalam mendistribusikan markisa hingga berada di tangan konsumen akhir. Daya tawar bargaining position petani markisa ungu lebih rendah jika dibandingkan dengan lembaga tataniaga markisa ungu di Kabupaten Karo sehingga petani menjadi penerima harga price taker dalam aktivitas jual beli buah markisa ungu. Petani menghadapi fluktuasi harga hingga 500 persen sementara fluktuasi harga di pedagang pengecer hanya 67 persen. Terdapat perbedaan yang signifikan antara harga yang diterima petani dengan harga beli oleh konsumen akhir. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan yang layak untuk diteliti yaitu: bagaimana tataniaga markisa ungu dan bagaimana tingkat efisiensi relatif tataniaga markisa ungu serta alternatif saluran tataniaga yang relatif efisien. Petani dan masing-masing lembaga tataniaga saling berinteraksi dan mempunyai peranan yang berbeda-beda dalam saluran tataniaga. Lembaga tataniaga berfungsi sebagai perantara petani dengan konsumen akhir. Lembaga tataniaga terdiri dari pedagang pengumpul, grosir, pedagang antar kota, pabrik pengolah, pedagang pengecer, cafe minuman dan toko minuman. Dalam penelitian ini pengambilan responden terhadap petani dengan menggunakan metode purposive dan pengambilan sampel terhadap lembaga tataniaga dengan menggunakan metode snowball sampling. Interaksi yang terjadi dapat dianalisis dengan pendekatan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan dalam menganalisis lembaga dan saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan dalam menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis lembaga, fungsi dan saluran tataniaga dilakukan dengan mengamati peranan yang dilakukan oleh masing-masing pelaku tataniaga dan pola saluran dalam menyampaikan barang dari petani hingga konsumen akhir. Analisis struktur pasar dilakukan untuk mengetahui jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, sifat produk, kebebasan keluar masuk pasar dan tingkat pengetahuan setiap lembaga pemasaran. Analisis perilaku pasar dilakukan untuk mengamati 29 praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar dan pembayaran serta kerjasama di antara berbagai lembaga pemasaran. Analisis marjin tataniaga dan analisis farmer’s share dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan penerimaan diantara berbagai tingkat lembaga tataniaga serta petani di dalam sistem tataniaga. Analisis rasio keuntungan terhadap biaya dilakukan untuk memeriksa penyebaran nilai rasio pada setiap saluran tataniaga yang terlibat. Analisis kuantitatif yang dilakukan sangat bermanfaat dalam mengevaluasi tingkat efisiensi tataniaga markisa berastagi sehingga diharapkan dapat membantu pelaku tataniaga khususnya petani dalam proses tataniaga. Alur kerangka pemikiran operasional dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2. 30 Gambar 2 . Skema Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo 31 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja purposive karena Kabupaten Karo merupakan sentra utama penghasil markisa di Provinsi Sumatera Utara. Desa Seberaya dipilih karena merupakan salah satu desa sentra penghasil markisa di Kabupaten Karo. Penelitian juga dilakukan terhadap pedagang yang ada di Pasar Kecamatan Tigapanah, Pasar Bawah Berastagi, Pasar Buah Berastagi, Pasar Sentral Medan, pabrik pengolah markisa di Berastagi, cafe dan toko minuman. Penelitian di lapangan dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Januari 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data