74 beli dan sumber pembelian yang sama. Konsumen bertindak sebagai penerima
harga dan memiliki kebebasan untuk membeli di toko minuman yang diinginkan. Informasi pasar yang dimiliki oleh toko minuman adalah informasi harga
pembelian dari pabrik pengolah, preferensi konsumen dan periode penjualan dengan volume tinggi atau rendah. Hambatan masuk sebagai toko minuman
relatif sulit karena membutuhkan modal dan biaya investasi dalam pendirian toko minuman atau toko souvenir.
6.3.8. Café Minuman
Café minuman membeli buah markisa dari petani lalu mengolah buah markisa menjadi jus markisa yang dijual kepada konsumen. Café minuman
sebagai pembeli buah markisa menghadapi struktur pasar yang cenderung oligopsoni tidak terdeferensiasi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, café
minuman hanya sekitar dua puluh sementara jumlah petani markisa mencapai ribuan. Buah markisa yang dibeli oleh café minuman bersifat homogen.
Struktur pasar yang dihadapi oleh café minuman sewaktu menjual jus markisa kepada konsumen adalah pasar yang cenderung bersaing competitive
market . Harga jus markisa ditentukan oleh café minuman dengan
memperhatikan harga pasar dan konsumen menjadi penerima harga. Konsumen bebas untuk menentukan café minuman yang dikunjungi. Informasi pasar yang
dimiliki oleh café minuman adalah harga buah markisa yang diketahui dari petani markisa dan informasi harga komoditas dari surat kabar. Café minuman juga
mengetahui preferensi konsumen terhadap jus buah-buahan yang dijual. Hambatan masuk bagi café minuman baru relatif sulit karena membutuhkan
modal dan investasi yang besar dalam pendirian café minuman.
6.4. Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar dapat diamati pada sistem penentuan harga, cara pembayaran, kerjasama serta praktek pembelian dan penjualan antar lembaga
tataniaga markisa.
6.4.1. Perilaku Petani
Pemanenan buah markisa dilakukan oleh petani setiap hari dan penjualan dilakukan sekali dalam seminggu. Sebagian besar petani 65 persen dari total
75 petani responden menjual markisa kepada pedagang pengumpul perkoper dan
petani lain masing-masing sebanyak 10 persen kepada grosir, pabrik pengolah, pedagang pengecer dan lima persen kepada café minuman. Pembayaran oleh
setiap lembaga tataniaga kepada petani dilakukan secara tunai. Praktek penjualan dan pembelian antara petani dengan pedagang
pengumpul dan pedagang pengecer lokal dilakukan di pasar kecamatan yaitu Pasar Tigapanah dan Pasar Berastagi. Masing-masing petani markisa pada
umumnya menjual kepada pedagang pengumpul langganan. Petani tidak memiliki keterikatan khusus dengan pedagang pengumpul dan kerjasama terjalin secara
sukarela dan menjadi suatu kebiasaan sehingga memudahkan petani dalam penjualan buah markisa. Harga jual oleh petani secara tawar-menawar
berdasarkan harga pasar walaupun yang berperan menentukan harga pasar adalah pedagang pengumpul. Harga jual markisa kepada pedagang pengecer lebih tinggi
jika dibandingkan dengan harga jual kepada pedagang pengumpul, grosir maupun pabrik pengolah. Namun pedagang pengecer lokal hanya memilih membeli
kepada petani yang memiliki kualitas markisa terbaik. Pedagang pengecer lokal biasanya menetapkan faktor koreksi hingga lima persen dari bobot markisa milik
petani jika menemukan buah yang kurang baik. Potongan bobot sebesar faktor koreksi tersebut tidak dihitung dalam pembayaran buah markisa kepada petani.
Praktek penjualan dan pembelian antara petani dengan grosir terjadi di kios atau gudang milik grosir yang lokasinya masih di lingkungan pasar
kecamatan. Petani yang menjual langsung kepada grosir memiliki volume produksi diatas rata-rata volume produksi petani responden. Harga jual
ditentukan secara tawar-menawar berdasarkan harga pasar tetapi yang berperan besar dalam menentukan harga pasar adalah grosir. Harga yang disepakati pada
umumnya lebih tinggi Rp 300 per kilogram dari harga jual markisa kepada pedagang pengumpul.
Praktek penjualan dan pembelian antara petani dengan pabrik pengolah terjadi di gudang milik pabrik pengolah. Seperti petani yang menjual kepada
grosir, petani yang menjual langsung kepada pabrik pengolah memiliki volume produksi diatas rata-rata volume produksi petani responden. Harga jual petani
ditetapkan oleh pabrik pengolah dan biasanya lebih tinggi sekitar Rp 500 per
76 kilogram jika dibandingkan dengan harga jual kepada pedagang pengumpul.
Namun pabrik pengolah pada umumnya menetapkan faktor koreksi hingga lima persen dari bobot markisa milik petani jika menemukan buah yang kurang baik.
Potongan bobot sebesar faktor koreksi tersebut tidak dihitung dalam pembayaran buah markisa kepada petani.
Praktek penjualan dan pembelian antara petani dengan café minuman terjadi di café minuman. Harga markisa ditetapkan secara tawar-menawar namun
lebih tinggi sekitar Rp 2.000 per kilogram jika dibandingkan dengan harga jual kepada pedagang pengecer. Hal tersebut dapat terjadi karena café minuman
membeli kuantitas kecil yakni sekitar lima kilogram dan tidak mengeluarkan biaya pembelian. Café minuman mengolah buah markisa menjadi jus markisa
yang dijual kepada konsumen atau pengunjung café.
6.4.2. Perilaku Pedagang Pengumpul Perkoper dan Grosir