Saluran Tataniaga 3 Analisis Saluran Tataniaga

63 kota Tabel 12. Total volume yang ditampung oleh pabrik pengolah menjadi 67.896kg 73,29 persen dari volume total yang dihasilkan oleh petani responden Tabel 12. Volume dan Harga Penjualan Buah Markisa Ungu di Tingkat Grosir pada Tahun 2010 No. Pembeli Volume kg Persentase Harga Rpkg 1. Pabrik pengolah 49.896 70,00 3.100 2. Ped. Antar Kota 21.384 30,00 4.000 Total Volume 71.280 100,00 Sebanyak 70 persen dari volume markisa yang dimiliki oleh grosir atau 53,86 persen dari total volume markisa akan dijual kepada pabrik pengolah Tabel 11. Grosir merupakan pemasok tetap bahan baku pabrik pengolah sirup markisa. Harga jual markisa akan ditentukan oleh pabrik pengolah dan disesuaikan berdasarkan komunikasi yang sebelumnya terjalin antara pabrik pengolah dengan grosir. Sama seperti penentuan harga maka penentuan siapa yang akan mengangkut markisa dari kios grosir ke lokasi pabrik juga berdasarkan komunikasi antara grosir dengan pabrik pengolah. Pembayaran dari pabrik pengolah kepada grosir dilakukan secara tunai maupun secara bertahap. Biaya transportasi akan ditanggung oleh pihak yang melakukan fungsi pengangkutan. Grosir akan menyortir buah markisa sebelum dikirim ke pabrik pengolah. Namun pabrik pengolah akan menyortir ulang di gudang pabrik dan jika menemukan buah markisa yang tidak layak akan dikumpulkan dan dikembalikan kepada grosir. Buah yang dikembalikan tersebut tidak dibayar oleh pihak pabrik. Kebutuhan bahan baku pada pabrik pengolah bersumber dari grosir sebanyak 73,49 persen dan 26,51 persen dari petani atau 73,29 persen dari total volume yang dijual oleh petani responden. Proses pengolahan sirup markisa di pabrik pengolah dan proses selanjutnya hingga ke toko minuman dan konsumen sama seperti pada saluran satu.

6.2.3. Saluran Tataniaga 3

Pada saluran tataniaga tiga, lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat secara berurutan dimulai dari petani, pedagang pengumpul perkoper, grosir, pedagang antar kota, pedagang pengecer luar kota dan konsumen Gambar 5. Saluran tataniaga tiga mempunyai kesamaan dengan saluran tataniaga dua dalam 64 hal proses tataniaga mulai dari tingkat petani, pedagang pengumpul hingga grosir. Perbedaan saluran tataniaga tiga dengan saluran tataniaga dua dimulai dari tingkat grosir hingga ke pedagang antar kota, pengecer dan konsumen. Sebanyak 30 persen volume markisa yang dimiliki oleh grosir atau 23,08 persen dari total volume markisa dari petani responden dijual kepada pedagang antar kota Tabel 12. Grosir akan melakukan sortasi dan grading terhadap buah markisa sebelum dijual kepada pedagang antar kota. Grading buah markisa akan menghasilkan dua kelas buah markisa yaitu kelas yang terbaik adalah kelas A dan kelas kedua yaitu kelas B. Kelas A akan dijual kepada pedagang antar kota dengan harga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas B yang dijual kepada pabrik pengolah dengan harga yang lebih rendah. Namun penjualan markisa oleh grosir kepada pedagang antar kota dilakukan secara sembunyi- sembunyi atau rahasia. Penjualan tersebut tidak boleh diketahui oleh pabrik pengolah karena dapat menimbulkan ketidaksenangan pabrik pengolah terhadap grosir. Jika secara kebetulan pabrik pengolah melihat aktivitas grading markisa yang akan dijual kepada pedagang antar kota maka pedagang antar kota akan mengalah dan merelakan markisa tersebut dijual kepada pabrik pengolah. Selain itu, pedagang antar kota dan grosir akan berpura-pura tidak akan melakukan aktivitas jual beli. Hal tersebut sudah menjadi kesepakatan tidak tertulis antara grosir dengan pedagang antar kota. Pedagang antar kota akan mendatangi gudang milik grosir untuk membeli buah markisa. Penentuan harga dilakukan secara tawar-menawar tetapi grosir akan mematok harga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jual kepada pabrik. Pembayaran markisa dari pedagang antar kota kepada grosir dilakukan secara tunai. Setelah itu, pedagang antar kota akan mengangkut buah markisa tersebut ke kota tujuan. Kota tujuan tempat markisa dipasarkan merupakan kota-kota yang ada di Sumatera Utara seperti Medan, Binjai, Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Kisaran. Diantara kota-kota tersebut Kota Medan sebagai ibukota provinsi Sumatera Utara merupakan pasar utama markisa yang berasal dari Kabupaten Karo. Pedagang antar kota akan menggunakan karung goni atau keranjang bambu sebagai kemasan buah markisa. Pengangkutan buah markisa dilakukan dengan menggunakan mobil pick-up tertutup milik pedagang 65 antar kota. Selain membeli buah markisa, pedagang antar kota juga membeli komoditas lain seperti buah jeruk dan sayur-sayuran yang berasal dari pasar di Tanah Karo. Pedagang antar kota menjual markisa kepada pedagang pengecer buah di kota tujuan. Pedagang antar kota akan mengangkut markisa hingga ke lapak atau kios tempat pedagang pengecer berjualan yang sudah menjadi langganan tetap. Pembayaran oleh pedagang pengecer dilakukan secara tunai maupun bertahap. Pedagang pengecer akan menjual buah markisa segar secara tunai kepada konsumen. Konsumen pada umumnya akan mengonsumsi buah markisa dengan cara mengolah menjadi jus atau sirup markisa.

6.2.4. Saluran Tataniaga 4