Perilaku Pedagang Pengumpul Perkoper dan Grosir

76 kilogram jika dibandingkan dengan harga jual kepada pedagang pengumpul. Namun pabrik pengolah pada umumnya menetapkan faktor koreksi hingga lima persen dari bobot markisa milik petani jika menemukan buah yang kurang baik. Potongan bobot sebesar faktor koreksi tersebut tidak dihitung dalam pembayaran buah markisa kepada petani. Praktek penjualan dan pembelian antara petani dengan café minuman terjadi di café minuman. Harga markisa ditetapkan secara tawar-menawar namun lebih tinggi sekitar Rp 2.000 per kilogram jika dibandingkan dengan harga jual kepada pedagang pengecer. Hal tersebut dapat terjadi karena café minuman membeli kuantitas kecil yakni sekitar lima kilogram dan tidak mengeluarkan biaya pembelian. Café minuman mengolah buah markisa menjadi jus markisa yang dijual kepada konsumen atau pengunjung café.

6.4.2. Perilaku Pedagang Pengumpul Perkoper dan Grosir

Pedagang pengumpul perkoper melakukan pembelian buah markisa kepada petani langganan dan penjualan kepada grosir langganan secara tunai. Praktek jual beli berlangsung di kios atau gudang milik grosir. Harga ditetapkan oleh grosir dan pedagang pengumpul melakukan pembelian kepada petani berdasarkan informasi harga dari grosir. Kerjasama antara pedagang pengumpul dengan grosir berlangsung dengan baik dimana pedagang pengumpul berperan sebagai anggota atau perpanjangan tangan grosir dalam mengumpulkan komoditas yang dibutuhkan oleh grosir. Praktek penjualan antara grosir dengan pedagang antar kota berlangsung di gudang milik grosir. Pedagang antar kota membeli markisa kelas A kepada grosir. Penetapan harga jual kepada pedagang antar kota dengan tawar menawar namun pada umumnya lebih tinggi Rp 1.000 per kilogram jika dibandingkan dengan harga jual markisa dari grosir kepada pabrik pengolah. Pembayaran oleh pedagang antar kota kepada grosir dilakukan secara tunai. Praktek pembelian dan penjualan antara grosir dengan pabrik pengolah berlangsung di gudang milik grosir atau gudang pabrik pengolah tergantung dari kesepakatan. Sebelum transaksi dilakukan harga pembelian sudah ditetapkan oleh pabrik pengolah sehingga grosir dapat melakukan pembelian dari pedagang pengumpul maupun dari petani. Namun grosir akan mengamati jumlah pasokan 77 dan harga markisa di pasar. Jika pasokan markisa terbatas dan harga meningkat maka grosir akan berkomunikasi dengan pabrik pengolah untuk memutuskan apakah melakukan pembelian markisa atau tidak. Pabrik pengolah melakukan pembelian atau tidak dengan pertimbangan persediaan cadangan markisa di gudang atau sengaja menunda pembelian dengan harapan harga buah markisa akan menurun. Cara pembayaran dari pabrik pengolah kepada grosir sesuai dengan kesepakatan yaitu dapat secara tunai atau dibayar bertahap dalam waktu dua minggu. Komunikasi yang terjalin antara grosir dengan pabrik pengolah melalui telepon seluler. Mekanisme penentuan harga sangat dipengaruhi oleh pabrik pengolah dan ketersediaan buah markisa yang diproduksi oleh para petani. Pabrik pengolah yang menampung hingga 73,29 persen volume yang dihasilkan oleh petani dan memiliki informasi pasar yang lengkap merupakan lembaga tataniaga yang menjadi price maker. Selain itu, struktur pasar yang dihadapi oleh pabrik pengolah ketika membeli bahan baku buah markisa adalah cenderung monopsoni. Oleh karena itu, petani yang memiliki keterbatasan dalam hal informasi pasar dan alternatif tujuan pemasaran memiliki daya tawar bargaining power yang rendah. Petani markisa ungu juga menghadapi fluktuasi harga jual. Petani markisa ungu dapat meningkatkan daya tawar jika para petani markisa bergabung membentuk kelompok tani atau koperasi yang berperan sebagai lembaga tataniaga. Koperasi dapat bernegosiasi dengan pabrik pengolah dalam menentukan harga buah markisa dan membuat kontrak yang menjamin kestabilan harga jual oleh petani. Pabrik pengolah akan mendapat manfaat berupa kepastian ketersediaan bahan baku buah markisa.

6.4.3. Perilaku Pabrik Pengolah dan Toko Minuman