Kesimpulan Saran Hot Pepper (Capsicum Annuum. L) Online Agribussiness Consultasion System

SOP Cabai Merah Menggunakan Teknologi WiSH Hari Uraian Keterangan H-30 • Pilih lahan bekas jagung atau padi dan tidak banyak naungan BUKAN bekas tomat, terong atau cabai • Bajak 2x dan di rotary H-21 • Persiapan persemaian Persemaian dilakukan dalam kelambu yang kedap serangga kecil. Benih direndam dalam Actigrow atau BenPrima 10 cc atau 10 gliter air selama 30 menit. Bekas rendaman dapat disiramkan ke media semai. H-7 • Pembuatan bedengan, L = 110-120cm, P = 15- 20m, T = 30-50cm, jarak antar bedengan = 60- 70cm, jarak antar tanaman = 60-70cm • Pembuatan lubang tanam dan pemasangan ajir dengan jarak 60x70 cm, serta pembuatan lubang pupuk dengan jarak 20 cm • Pemberian kompos dengan cara MENYEBARKAN dan DIADUK MERATA sebanyak 7 tonHa • Pemberian pupuk dasar a. NPK 16:16:16 100 kgHa b. ZA 150 kgha c. KCl 100 kgha atau arang sekam 200 kgha H-3 • SANITASI GULMA SAMPAI BERSIH DI LAHAN MILIK H-1 Tanah diairi setinggi batas mulsa H-0 Tanam pagi hari sebelum pukul 10 atau sore hari H+15 • Semprot FITPLANTA 5ccliter air • Kocoran a 10 kg NPK 16:16:16 b 5 kg ZA c 5 kg KCl • Vol. larutan semprot 100 ltha • Vol. kocor 100 mltnmn H+30 • Semprot FITPLANTA 5ml + 1 cc sabun cair liter air • Kocoran a 10 kg NPK 16:16:16 b 5 kg ZA c 5 kg KCl d 700 ml ACTIGROW • Vol. larutan semprot 200 ltha • Vol. kocor 200 mltnmn H+45 • Semprot FITPLANTA 5ml + 1 cc sabun cair liter air • Vol. larutan semprot 400 ltha • Vol. kocor 200 mltnmn Dicampur 150 liter air Dicampur 300 liter air • Kocoran a 10 kg NPK 16-16-16 b 5 kg ZA c 5 kg KCl H+60 • Kocor 1,4 liter ACTIGROW dengan 140 liter air • Semprot FITPLANTA 5mlliter air • Vol. larutan semprot 400 ltha • Vol. kocor 200 mltnmn H+60, 74, 88, 102 Semprot BIOGARD 5mlliter air + sabun cair 1 ccliter Vol. larutan semprot 400 ltha H+60 dst Sanitasi dan pemusnahan buah cabai terserang antraknosa secara berkala maksimal 2 hari sekali CATATAN - Persemaian dibuat dalam kelambu yang tidak memungkinkan serangga kecil kutu kebul dan kutu daun masuk. Sebelum disemai benih direndam dalam Acti grow atau BenPrima 10 ccliter selama 30 menit, kemudian air bekas rendaman dsiramkan pada media semai - Pada kondisi lahan yang mendatar, jika tetangga lahan sudah menanam cabai atau tomat, perbatasan lahan ditanami tanaman jagung 3 lapis secara zig zag 1 bulan sebelum penanaman cabai atau dipagari dengan plastik dengan ketinggian minimal 1.0 m. - Jika menggunakan arang sekam sebagai pengganti pupuk KCl dalam pupuk kocoran, arang sekam harus direndam minimal selama 1 hari 1 malam, sebelum airnya digunakan untuk pengocoran. Dicampur 300 liter air PENGENALAN BEBERAPA GANGGUAN PENTING DALAM PRODUKSI CABAI DAN KEMUNGKINAN PENGENDALIANNYA Widodo, Suryo Wiyono, dan Hermanu Triwidodo Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian – Institut Pertanian Bogor PENDAHULUAN Tanaman cabai, sebagaimana tanaman lain dalam proses produksinya banyak mengalami gangguan, diantaranya hama dan penyakit. Untuk mencapai hasil pengendalian yang optimal diperlukan strategi yang baik yang berkaitan pemahaman terhadap komponen- komponen penyusun terjadinya gangguan tersebut. Pemahaman ini sangat penting dalam menyusun strategi pengendalian berdasarkan konsep pengendalian hama terpadu yang diharapkan memberikan hasil optimal dan ramah terhadap lingkungan ekosistem sehingga produksi cabai dapat berkelanjutan. Langkah awal dalam pengendalian terhadap gangguan pada tanaman adalah pengenalan penyebabnya, karena pengenalan tersebut dapat memahami lebih baik terhadap sifat-sifatnya. Buku panduan ini disusun dengan harapan setiap pembacanya yang berasal dari berbagai kalangan dapat memahami dengan mudah, terutama dalam mengindentifikasi penyebab gangguan tersebut dengan mudah. Dalam buku ini juga diberikan secara sederhana tentang berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan gangguan tersebut, sehingga pemakai dapat menentukan cara pengendalian yang lebih strategis. Dalam identifikasi penyebab gangguan tersebut, lebih ditekankan pada pengenalan gejala di lapang dengan cara yang sangat sederhana. Untuk identifikasi penyebab-penyebab tertentu tidak dapat dilakukan secara tepat dengan menggunakan buku ini. DIAGRAM 1. ALUR DIAGNOSIS DI LAPANG BEBERAPA GANGGUAN PENTING PADA TANAMAN CABAI DI PESEMAIAN A. Kecambah yang muncul Keadaan tanah pesemaian normal Benih tidak berkecambah, - Benih terlalu lama hanya sedikit membusuk, gagal muncul - Ditamam terlalu dalamdangkal - Tanah memadatretak-retak - Terkena pupuk anorganik - Benih dimakanburung serangga tanah Tanah pesemaian basah Tanah terendam lebih dari 1 hari Benih kekurangan oksigen Cuaca dingin atau cahaya kurang Benih tampak Masalah cuaca atau normal naungan Benih busuk patogen tular tanah Kecambah serangan belatung muncul tidak lalat bibit merata Kecambah muncul dan terlihat cendawan seperti kapas Rebah kecambah oleh cendawan cepat membusuk ; terutama di pagi hari Pythium atau Sclerotium cuaca lembab busuk kering berwarna kecoklatan Rebah kecambah oleh cendawan Rhizoctonia atau Fusarium Gambar 1A, B tidak terlihat penampakan apapun Kerusakan karena pupuk anorganik atau kandungan garam tanah tinggi LANJUTAN DIAGRAM 1………… B. Kecambah banyak muncul; seragam terjadi di kecambah terpilin atau bengkok; - kerusakan karena pestisida herbisida pertumbuhan terhambat seluruh bedeng daun belang warna hijau muda; - penempatan pupuk anorganikpestsida daun memutih; pangkal kecambah pada kedalaman yang tidak sesuai membengkak - penanaman benih dengan kedalaman yang tidak sesuai daun berbintik, terlihat berbercak; - polusi udara pinggiran daun seperti terbakar - keracunan bahan kimia pinggiran dan ujung daun seperti pupuk anorganik yang terlalu banyak atau terbakar ; perakaran kecoklatan kandungan garam tanah yang terlalu tinggi dan sedikit membusuk tanaman kerdil; terdapat belatung kerusakan karena serangga lalat bibit pada perakaran gejala berkelompok kecambah terpotong di permukaan serangan ulat tanah tanah perakaran berbintil nematoda bintil akar perakaran busuk cendawan tanah atau kandungan garam tanah tinggi batang mengecil pada bagian dekat tanah terlihat cendawan seperti kapas cendawan Pythium busuk kering berwarna kecoklatan Fusarium atau Rhizoctonia tidak terlihat penampakan apapun residu pestisida, pupuk, kandungan garam tinggi DIAGRAM 2. ALUR DIAGNOSIS LAPANG GANGGUAN PENTING PADA TANAMAN CABAI SETELAH PINDAH TANAM A. Tanaman bergejala pangkal batang warna coklat tua atau hitam ; benang- busuk batang , cendawan Phytophthora berkelompok membusuk benang cendawan tidak tampak jelas capsici Gambar 2A, B warna coklat ; batang di atas dan di busuk pangkal batang, bawah garis tanah rusak ; terlihat cendawan Sclerotium rolfsii Gambar 3A,B benang-benang cendawan berwarna putih dan butiran-butiran berwarna putih sampai coklat di sekitar pangkal batang pembusukan menggelangi di dekat di daerah berhawa sejuk cendawan permukaan tanah ; warna coklat Pythium di daerah berhawa panas cendawan Rhizoctonia Fusarium cabang atau warna coklat tua – hitam; cendawan Phytophthora ranting mati agak kebasahan; terlihat lapisan tipis capsici berwarna putih terutama pada pagi hari bercak warna putih di bagian tengah dan cendawan Stemphylium solani atau dikelilingi warna yang lebih gelap ; terlihat Colletotrichum capsici atau C. bintik-bintik hitam atau merah jambu gloeosporioides Gambar 4 A,B gejala dimulai dari pucuk atau bunga; penyakit sentik disebabkan cendawan warna coklat sampai hitam ; koloni cendawan Choanephora cucurbitarum berwarna hitam terlihat dengan jelas Gambar 5 A, B LANJUTAN DIAGRAM 2 ……………. Tanaman tanaman layu kondisi akar baik terutama kelayuan mendadak ; Layu bakteri bergejala atau warna tajuk pada awal gejala ; jika pangkal batang Pseudomonas berkelompok berubah jika batang dibelah dipotong dan dicelupkan solanacearum berwarna coklat ke dalam air bening Gambar 6 A, B keluar lendir kelayuan pelan-pelan didahului penguningan Layu Fusarium daun bawah ; jika pangkal cendawan Fusarium batang dipotong dan oxysporum atau dicelupkan ke air bening F. solani tidak keluar lendir Gambar 7 A, B kondisi perakaran jelek ; tempat ditemukan tanaman akar kekurangan jika batang dibelah sakit tanahnya tergenang oksigen karena tidak terlihat warna coklat sangat becek lebih dari tanah terlalu 1 hari banyak air akar terpotong drainase tanah nematoda perusak akar; atau membusuk baik kerusakan karena pupuk; kadar garam tanah tinggi drainase tanah cendawan dalam tanah; jelek kadar garam tanah tinggi terlihat bintil-bintil nematoda puru akar pada akar Meloidogyne Gambar 8 A,B TABEL 1. JENIS GANGGUAN, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERPARAH SERANGAN, DAN KEMUNGKINAN CARA PENGENDALIANNYA No. Jenis gangguan Faktor-faktor yang memperparah Kemungkinan cara pengendalian 1. 2. 3. Benih busuk, tidak banyak yang muncul Rebah kecambah Busuk batang buah Phytophthora - tanah pesemaian terlalu padat - penggunaan pupuk anorganik atau pestisida ke tanah yang terlalu banyak - tanah terlalu becektergenang atau terlalu kering - kedalaman penanaman benih yang tidak tepat - tanah pesemaian terlalu becek - benih tidak sehat dan disimpan terlalu lama pada suhu kamar - naungan pesemaian terlalu rapat sehingga aliran udara kurang baik - penggunaan pupuk organik yang belum matang - drainase lahan kurang bagus - banyak terjadi pada musim hujan atau dilakukan penyiraman dari atas - pemupukan nitrat urea terlalu banyak - penanaman cabe terus menerus, atau dirotasi dengan terong, timun-timunan atau tomat - pengolahan tanah yang cukup dan penambahan bahan organik yang matang agar tanah gembur - drainase tanah pesemaian diperhatikan agar tidak terjadi penggenangan atau terlalu becek - bedengan pesemaian dibuat agak tinggi - memilih lokasi pesemaian yang baik drainasenya - menggunakan benih yang terjamin kualitasnya, jika membenihkan sendiri dipilih dari tanaman yang tumbuhnya terbaik dan dari buah yang tidak bergejala penyakit - membuat bedengan yang lebih tinggi dari tanah - menyimpan benih pada suhu dingin di kulkas - pupuk organik yang digunakan sudah matang - menjaga bedengan pesemaian jangan terlalu lembab - bedengan pesemaian ditutup dengan plastik bening selama 2 – 3 minggu dan dibiarkan terkena sinar matahari sebelum benih ditebar solarisasi tanah - jika diperlukan benih dapat diberi perlakuan fungisida berbahan aktif mancozeb, benomyl atau metalaxyl - menghindari tanah tergenang atau terlalu becek - menanam pada bedengan yang lebih tinggi - tidak terlalu banyak menggunakan pupuk nitrat jika kondisi tanah tidak terlalu masam dapat digunakan pupuk ammonium sulfat ZA TABEL 1. lanjutan No. Jenis gangguan Faktor-faktor yang memperparah Kemungkinan cara pengendalian 4. 5. Busuk pangkal batang Sclerotium Layu Fusarium - banyak terjadi di daerah berudara hangat dan lembab - kandungan air tanah yang terlalu tinggi - sisa-sisa tanaman yang banyak tertinggal menjadi sumber makanan untuk bertahan - penyakit banyak terjadi pada tanah yang kandungan airnya tinggi drainase jelek dan suhu udara panas - bedengan ditutup dengan jerami atau mulsa plastik untuk menghidari cipratan tanah oleh air hujan atau penyiraman - penggunaan pupuk kandang yang sudah matang - rotasi dengan tanaman famili graminae jagung sorghum, rumput gajah dll dapat membantu mengurangi penyakit - pengolahan tanah yang dalam sehingga sklerotia cendawan dan sisa tanaman terkubur untuk mengurangi serangan, karena hanya sklerotia yang terletak di permukaan yang dapat menyerang - penutupan bedengan dengan jerami untuk mencegah kontaknya sklerotia dengan batang - jika memungkinkan, sebelum penanaman bedengan dapat ditutup dengan plastik bening ketebalan 0.5 mm selama 3 minggu dan dibiarkan terkena sinar matahari solarisasi tanah - perbaikan drainase tanah - penggunaan pupuk kandang yang matang untuk memperkaya mikroba antagonis tanah - penambahan sisa-sisa kulit udang, kulit kerang yang dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang tanam dan dibiarkan selama 1-2 minggu - jika memungkinan dapat dilakukan solarisasi tanah TABEL 1 lanjutan No. Jenis gangguan Faktor-faktor yang memperparah Kemungkinan cara pengendalian 5. 6. 7. Layu bakteri Pseudomonas Solanacearum Busuk buah Erwinia Nematoda - banyak terjadi di daerah dengan curah hujan tinggi atau pada musim hujan - serangan berat jika pemupukan N nitrat, mis. urea terlalu tinggi - drainase tanah jelek - penanaman cabai terus menerus atau rotasi dengan famili solanaceae terong, kentang, tomat, dll. - penyakit ini lebih banyak terjadi pada pasca panen, walaupun dapat juga menyerang di lapang terutama kondisi lembab dan hangat atau curah hujan tinggi - kerusakan oleh serangga di lapang mempercepat infeksi - pencucian buah setelah panen akan memperbesar terjadinya serangan dalam pengangkutan - banyak terjadi di daerah dengan suhu hangat dengan kondisi tanah yang gembur berpasir tinggi - penanaman cabai terus menerus atau rotasi dengan tanaman solanaceae lainnya tomat, terung - menghindari pemupukan nitrat yang terlalu tinggi; penggunaan mulsa plastik perak mempertinggi kemampuan serap nitrogen oleh tanaman menjadi lebih tinggi, oleh karena itu jika menggunakan mulsa ini, dosis nitrogen perlu dikurangi kurang lebih 30 persen dari anjuran untuk setiap lokasi - penggunaan pupuk ammonium sulfat ZA dilaporkan dapat mengurangi penyakit ini - rotasi tanaman dengan famili graminae jagung, sorgum, dll. - jika memungkinkan, solarisasi tanah dapat dipertimbangkan sebagai alternatif pengendalian - menghindari kerusakan buah oleh serangga di lapang - memperkecil pelukaan pada saat pemanenan - jika perlu dicuci, sebaiknya air ditambah dengan klorin pemutih dengan konsentrasi 0.5 kemudian dikering anginkan - rotasi dengan tanaman rumput-rumputan jagung, sorgum, atau padi gogo - jika tanah dapat disawahkan, rotasi dengan padi sawah - jika diperlukan penggunaan nematisida dapat dilakukan, dengan catatan digilir jenis bahan aktifnya TABEL 1. Lanjutan No. Jenis gangguan Faktor-faktor yang memperparah Kemungkinan cara pengendalian 8. 9. Penyakit oleh virus Antraknosa - umumnya banyak terjadi pada musim kemarau, karena terkait dengan populasi vektornya - menanam tanaman inangnya secara terus menerus - menanam di dekat lahan yang terserang berat - menanam benih yang telah terinfeksi, beberapa virus dapat terbawa benih misal tobacco mosaic virus TMV - banyak terjadi pada musim hujan, atau kondisi lahan yang terlalu lembab - dapat bertahan pada sisa tanaman yang jatuh di tanah dan akan menjadi sumber infeksi, oleh karena itu penanaman terus menerus akan meberi peluang semakin besar untuk terserang bagi tanaman berikutnya - penggunaan benih yang tidak sehat penyebabnya dapat terbawa benih Pengendalian virus lebih banyak diarahkan kepada penggunaan varietas tahan sedang dikembangkan dan pencegahan terjadinya kontak dengan vektor - menanam tanaman penahan barier seperti jagung sebelum penanaman dapat mengurangi peluang terserang oleh penyakit ini - eradikasi terhadap tanaman bergejala akan mengurangi sumber infeksi - untuk virus yang dapat terbawa benih, benih dapat direndam dengan larutan 10 trisodium fosfat selama 2 jam - untuk virus yang dapat ditularkan secara mekanis sepertii TMV, sebaiknya pemangkasan tunas tidak dilakukan pada tanaman yang sakit dahulu, atau setelah memangkas tanaman sakit tangan dicuci dahulu dengan dterjen atau alkohol 70 - menghindari lahan yang terlalu lembab - buah sakit yang jatuh sebaiknya tidak dibiarkan berada di lapang - tidak menanam terus menerus di satu lahan perlu rotasi - menggunakan benih yang terjamin kesehatannya, jika membenihkan sendiri pilih buah yang sehat misal mengambil benih dari tanaman pada musim kemarau akan memperkecil peluang benih membawa penyebab penyakit - jika diperlukan dapat digunakan fungisida yang dianjurkan, dengan menggilir jenis bahan aktifnya TABEL 1 Lanjutan….. No. Jenis gangguan Faktor-faktor yang memperparah Kemungkinan cara pengendalian 10. Tungau, Thrips, Kutu Daun, Kutu Kebul - Banyak terjadi pada musim kemarau curah hujan, tanaman terlindung - Menanam di sekitar lahan yang terserang berat oleh hama-hama tersebut - Khusus untuk kutu daun, ledakan sering terjadi karena aplikasi insektisida yang intensif untuk mengendalikan hama lainnya yang dapat membunuh predator kutu daun - Jika tidak banyak hujan, tungau dan thrips dapat dikendalikan dengan penyemprotan tajuk tanaman dengan air dari arah bawah - Untuk kutu kebul, penyemprotan dengan sabun mandi bukan deterjen - Tumpang sari dengan bawang-bawangan dapat membantu mencegah kutu daun dan tungau - Penanaman bunga Tagetes jawer kotok di sekitar pertanaman membantu mencegah serangan Thrips dan kutu kebul - Penyemprotan dengan cairan bawang putih diketahui dapat mengendalikan tungau dan kutu daun - Pemasangan papanplastik berwarna kuning dan diolesi perekat untuk menjebak kutu daun dan kutu kebul, sedangkan yang berwarna biru muda untuk menjebak thrips - Jika diperlukan penggunaan pestisida, digunakan secara tepat dan pastikan bahan aktifnya tidak membunuh predator kutu daun Gejala beberapa gangguan pada tanaman cabe Gambar 1 A. Gejala rebah kecambah Gambar 1B. Gejala rebah kecambah Gambar 2 A. Busuk batang Phytophthora Gambar 2B. Gejala pada pangkal batang Gambar 3A. Busuk pangkal batang Sclerotium Gambar 3B. Cendawan Sclerotium Pada pangkal batang Gambar 4A. Gejala mati ranting oleh Colletotrichum Gambar 4B. Gejala bercak Stemphylium pada cabang Gambar 5A. Gejala penyakit sentik pada cabang ranting Gambar 5B. Cendawan penyebab sentik Choanephora cucurbitarum Gambar 6A. Gejala layu bakteri Pseudomonas solanacearum Gambar 6B. Lendir bakteri yang keluar air bening Gambar 7A. Gejala layu Fusarium di lapang terlihat penguningan tajuk Gambar 7B. Warna coklat pada pembuluh akibat serangan Fusarium Gambar 8A. Gejala serangan nematoda tanaman merana seperti kekurangan hara Gambar 8B. Sistem perakaran yang terserang nematoda akar berbintil-bintil kecil Gambar 9. Gejala virus Gambar 10. Gejala virus Gambar 11. Gejala virus Gambar 12. Gejala oleh TMV Gambar 13. Busuk buah oleh Phytophthora capsici Gambar 14. Busuk lunak pada buah oleh bakteri Erwinia Gambar 15. Busuk buah oleh cendawan Botrytis cinerea daun sakit yang menempel adalah sumber infeksi Gambar 16. Busuk ujung buah karena kekurangan kalsium Ca Gambar 17A. Kerusakan oleh kutu daun Gambar 17B. Penampakan tanaman Terserang kutu daun Gambar 18. Gejala serangan tungau pada daun daun melengkung ke bawah Gambar 19. Gejala serangan Thrips pada daun daun melengkung ke atas Gambar 20. Bercak daun Cercospora Gambar 21. Bercak daun Stemphylium Gambar 22. Gejala awal embun tepung Gambar 23. Gejala lanjut embun tepung Gambar 24. Antraknosa Gambar 25. Serangan tungau pada buah Gambar 26. Serangan Thrips pada buah 1 Guide 1 Plant Breeder, Plant Pathologist, Entomologist, Plant Pathologist, Plant Breeder, Plant Pathologist, Plant Patholo- gist, and Soil Scientist at AVRDC. Edited by T. Kalb. For more information, contact Dr. Gniffke at gniffkeavrdc.org. AVRDC—The World Vegetable Center; P.O. Box 42, Shanhua; Taiwan 74199; ROC tel: 886-6 583-7801 fax: 886-6 583-0009 email: avrdcboxavrdc.org www: avrdc.org Suggested Cultural Practices for Chili Pepper by T. Berke 1 , L.L. Black, N.S. Talekar, J.F. Wang, P. Gniffke, S.K. Green, T.C. Wang, and R. Morris Introduction Chili pepper Capsicum annuum is a popular veg- etable valued around the world for the color, flavor, spice, and nutritional value it contributes to many meals Fig. 1. Pepper varieties display a wide range of plant and fruit traits, and production practices vary greatly from region to region. The following recommendations were developed at AVRDC in the Taiwan lowlands. Modifications may be needed to take into account different soils, weather, pests and diseases. Climate and soil requirements Chili pepper is better adapted to hot weather than is sweet pepper, but it does not set fruit well when night temperatures are greater than 24°C. Optimum day temperatures for chili pepper growth range from 20 to 30°C. When the temperature falls below 15°C or exceeds 32°C for extended periods, growth and yield are usually reduced. Peppers are photoperiod-insen- sitive daylength does not affect flowering or fruit set. Chili pepper grows best in a loam or silt loam soil with good water-holding capacity, but can grow on many soil types, as long as the soil is well drained. Soil pH should be between 5.5 and 6.8. Choosing a cultivar Chili pepper yields vary widely depending on cultivar and season. Its important to consider fruit quality, especially consumer preferences for the shape, color and degree of pungency of fruits. Also consider lo- cal pest and disease pressures, genetic resistance to these local diseases, heat and drought tolerance, vine vigor, and seed costs. Growing peppers in a different season or under a different rotation system might provide higher yields andor higher prices. Relay or intercropping might provide extra income from the same piece of land, and reduce insect and disease problems. Growers should calculate potential returns, and choose the cultivar and cropping system that serves them best. Guide International Cooperators’ AV RDC World Ve ge t a ble Ce nt e r February 2005 AVRDC pub 05-620 Fig. 1. Chili pepper 2 Field preparation The soil where chili peppers are to be grown should be carefully selected and prepared for the crop. Crop rotations should avoid sequences in which peppers are planted immediately following another Solana- Treating seed The primary seed-borne fungal pathogens are sur- face saprophytes such as Fusarium spp., Pythium spp., Rhizoctonia solani, and Colletotrichum spp. To minimize seed transmission, soak seeds in warm water 50°C for 30 minutes, rinse them in cold wa- ter, and dry them before sowing. Apply a fungicide seed coating, such as 1 g of Benomyl 20 active ingredient a.i. wettable powder WP and 1 g Thiram 20 a.i. WP or 0.8 g of Benlate [a mixture of Benomyl and Thiram] 50 a.i. WP in 400 ml of water, so that the final concentration is 0.1 a.i.. Coat the seeds thoroughly by mixing 1 g of seeds with 1 ml of the fungicide suspension. Seeds may be dried at 20°C and 40 relative humidity or sown immediately. The primary seed-borne viral pathogens are tobamoviruses, including tobacco mosaic virus TMV, tomato mosaic virus ToMV, and pepper mild mottle virus PMMV. To minimize seed transmis- sion, soak 2 g of seeds in 10 ml of 10 wv triso- dium phosphate TSP Na 3 PO 4 • 12 H 2 O for 30 min, transfer them to a fresh 10 TSP solution for 2 hours, then rinse in running water for 45 minutes. This treat- ment can be done on freshly harvested or dry seeds. Or soak seeds for 4–6 hours in 5 vv hydrochloric acid, then rinse in running water for 1 hour. Dry them for storage, or sow immediately. The primary seed-borne bacterial pathogen is Xanthomonas campestris pv. vesicatoria Xcv. To minimize Xcv infection, soak 2 g of seeds in 10 ml of 1.3 vv acetic acid shake occasionally for 4 hours, rinse the seeds with water three times, soak the seeds in 1.25 vv Clorox for 5 minutes, and rinse under running water for 15 minutes. Or soak seeds in warm water 50°C for 30 minutes, then dry or sow immediately. Pathogen-free seeds sown in sterile soil require no treatment. Raising transplants Germination varies depending on variety, seed qual- ity, and soil mixture. For optimum germination, sow seeds in a well-drained, sterile soilless mix at 25– 28°C, and water daily. Under these conditions, seeds will germinate in about eight days. Seeds will germi- nate in 13 days at 20°C and 25 days at 15°C; they may not germinate at all if temperatures are below 15 or above 35°C. One gram contains approximately 220 seeds. Ap- proximately 150 g may be needed to transplant 1 ha at a density of 30,000 plantsha, assuming 90 ger- mination and 90 of seedlings are of good quality. Fill the seedling tray with sowing medium, such as peat moss, commercial potting soil, or a potting mix prepared from soil, compost, rice hulls, vermicu- lite, peat moss, andor sand. The potting mix should have good water-holding capacity and good drain- age. We recommend a mixture of 67 peat moss and 33 coarse vermiculite. If you use non-sterile components, we recommend that you sterilize your potting mixture by autoclaving or baking at 150°C for 2 hours. If seedlings are started in a raised soil bed, the soil should be sanitized by burning a 5-cm thick layer of rice straw or other dry organic matter on the bed. This also adds small amounts of P and K to the soil for the seedlings. Sow one seed per cell or broadcast the seeds lightly in a seedbed and cover 1 cm deep. Cover the seedlings with an insect-proof net Fig. 2, or sow them inside a greenhouse or screenhouse. This pro- vides shade and protects seedlings from heavy rain and pests, such as aphids, which transmit viruses. Upon emergence, water the seedlings thoroughly every morning or as needed not too wet, not too dry, using a fine sprinkler. Irrigate with a 0.25 wv solution of water-soluble or liq- uid fertilizer 10-10- 10 when two true leaves appear. If damping-off occurs, irrigate with a 0.25 wv solution of Benlate or similar fun- gicide. If the seedlings have been grown in shade, harden them by gradually exposing them to direct sunlight over 4–5 days prior to transplanting. On the first day, expose them to 3–4 hours of direct sunlight. Increase the duration until they receive full sun on the fourth day. Fig. 2. Seedlings growing under mesh net 3 Fertilizing The amount of fertilizer to apply depends on soil fer- tility, fertilizer recovery rate, soil organic matter, soil mineralization of N, and soil leaching of N. A soil test is highly recommended to determine the avail- able N, P, and K. The amount to be applied can then be calculated based on your target yield and ad- justed for residual nutrients. For example, if the target yield is 2.5 tha and the soil test indicates that 100 kg each of N, P, and K are available, you would need to apply about 125 kg N, 10 kg P, and 10 kg K. Nutrient requirements for a target yield of 5 tha dry matter basis are listed in Table 1. Forty per- cent of the N should be applied as basal fertilizer before transplanting. The remaining 60 should be side-dressed in three equal amounts at 2, 4, and 6 weeks after transplanting WAT. Half of the P and K should be applied as basal fertilizer, and the remain- der should be sidedressed at 4 WAT. Fertilizer recommendations depend heavily on local conditions. Minor nutrient deficiencies, e.g. zinc, iron and calcium may also be factors in some localities. Consult your fertility management special- ist for recommendations or conduct your own fertil- izer trials to determine optimum rates. ceous crop such as tomato, eggplant, or potato. A preceding paddy rice crop is often helpful in that the flooded soil is depleted of many soil-borne patho- gens and weed seeds. Addition of compost, animal manures, or green manures can boost the soil’s or- ganic matter content and improve the soil’s nutrient buffering capacity. The soil should be loosened as deeply as practical, and fitted into beds according to local practices. Raised bed plantings are espe- cially useful during raining periods; they improve the aeration of the pepper’s roots and minimize losses due to root diseases and flooding. Transplanting Recommended spacing varies depending on crop- ping system, soil type, and variety. AVRDC uses 1.5-m wide beds furrow to furrow, 30 cm high. We transplant two rows per bed. Rows are 55 cm apart, with 45 cm between plants within rows, for a plant population density of 29,630 plantsha. Place three or four granules of carbofuran Furadan 5G in each hole just prior to transplanting to guard against the attack of cutworms and other insects. Under good conditions, seedlings are ready for transplanting four to five weeks after sowing. The ideal seedling has 4–5 true leaves, is disease-free, stocky, and has no flowers. Bare-root seedlings are lifted from the seedbed by loosening the soil with a spading fork, and care- fully separating the roots from the surrounding soil, discarding damaged or inferior plants, and binding into convenient bundles for transport to the field Fig. 3. The seedlings should be kept cool, moist, and shaded between the lifting and transplanting tasks. Transplant in the late afternoon or on a cloudy day to minimize transplant shock. Bury each plant to the level of the cotyledons or first true leaves and irrigate immediately to establish good root-to-soil con- tact. Transplanting can be done manually or by machine. Fig. 3. Growers carefully remove bare root seedlings for transplanting above; close-up of seedlings right Table 1. N,P, and K requirements, expected recovery rate, and total amount to apply for a target yield of 5 tha of dried chili peppers z Assuming no nutrients are available in the soil; the actual amount of fertilizer applied should be adjusted downward based on the soil test results. t n e i r t u N t n e i r t u N t n e m e r i u q e r a h g k t n e i r t u N y r e v o c e r t n u o m A d e d e e n z a h g k N 8 1 4 5 4 P 2 2 1 2 2 K 2 5 4 4 Staking Plants may be staked to prevent lodging, particu- larly when they have a heavy load of fruits. Each plant is individually staked before flowering stage Fig. 5. Yields are generally higher with staking. Other staking and training techniques may be used based on local experience. Irrigating Pepper plants are fairly shallow-rooted and have low tolerance to drought or flooding. Fields should be irrigated if there are signs of wilting at midday. Thor- ough irrigation provides uniform soil moisture, es- sential for optimum plant and fruit growth. Furrow or drip irrigation are recommended; overhead irrigation should be avoided as wet leaves and fruits promote disease development. If overhead irrigation must be used, apply early in the day so that leaves are dry before nightfall. Pepper plants cannot tolerate flooding and fields should be drained quickly after heavy rain. Pepper plants will generally wilt and die if they stand in wa- ter for more than 48 hours. Phytophtora blight and bacterial wilt may cause total crop loss following prolonged flooding. Mulching Mulching is recommended to reduce weed competi- tion, soil compaction, and soil erosion. Mulching also maintains a uniform root environment and conserves soil moisture. Use rice straw 5 tha or other or- ganic material, polyethylene plastic, or a combina- tion of materials. Plastic mulch must be laid down before transplant- ing Fig. 4; organic mulches can be laid down be- fore or after transplanting. If plastic mulch is used, holes are cut in the plastic and plants are set di- rectly into the holes. Reflective mulches will build up less heat in the soil than black plastic mulch and also provide some protection from aphids. During hot weather 25°C nighttime temperature, cover plastic mulch with straw to reduce temperature in the root zone, or irrigate and drain the field frequently to keep temperatures down. Fig. 4. Raised beds are formed and plastic mulch is laid in preparation for planting Controlling weeds If mulch is not available, or does not provide adequate weed control, several herbicides are available, such as Lasso alachlor 43EC, Amex butralin 47EC, Devrinol napropamide 2E or 10G, and Dual metolachlor 8E or 25G. Manual weeding can be performed as needed. At AVRDC, we spray 0.4 vv Lasso 43EC at the base of the plants 2–3 days after transplanting, and then spray Roundup glyphosate to control weeds in the furrows later in the season. Care must be taken that Roundup does not drift to the pepper plants. The best herbicide, rate, and method of application will vary depending on weed species, soil type, and temperature at time of application. Consult with your local extension office for their recommendations. Controlling diseases General recommendations Use high quality, pathogen-free seeds andor seed- lings, and remove diseased leaves and seedlings promptly. Control weeds regularly. If you have a dis- ease outbreak in one part of the field, work in other areas of the field before working in the diseased area. To restrict the spread of tobamoviruses, dip your hands and tools in milk before handling pepper plants. Be aware that irrigation water can carry pathogens, such as Phytophthora capsici. Fig. 5. Staked planting 5 Bacterial spot Xanthomonas campestris pv. vesicatoria Small watersoaked spots on leaves become necrotic with yellow borders Fig. 7a. The lesions may be sunken on the upper surface and raised on the lower surface. Heavily infected leaves may turn yellow and drop, resulting in severe defoliation. Dark, raised le- sions have a corky or wart-like appearance on fruits Fig. 7b. Elongated necrotic spots or streaks ap- pear on stems and petioles. This disease is seedborne and can survive in crop debris from in- fected plants. Many strains attack both tomato and pepper. The disease is enhanced by overhead wa- tering, heavy dew formation, and high temperatures. To control this disease, rotate pepper with cere- als and other non-susceptible crops. Use pathogen- free seed and transplants. Resistant cultivars are becoming available, but may not be resistant to all strains of the disease. Sprays of copper or copper + maneb will reduce damage. Rain shelters may re- duce the severity of disease during rainy periods. Anthracnose Collectotrichum spp. Anthracnose may occur in the field or develop as a post-harvest decay of pepper fruits. Typically, symp- toms first appear on mature fruits as small, water- soaked, sunken lesions that rapidly expand. The le- sions may increase to 3–4 cm in diameter on large fruits Fig. 6. Fully expanded lesions are sunken and range from dark red to light tan. The disease may occur wherever pepper is grown under overhead irrigation or rainfed conditions. The pathogens can be seed-borne in pepper and persist in crop debris. They have a wide host range. To control anthracnose, use pathogen-free seed and rotate crops. Fungicides can reduce losses. Since symptoms usually occur on mature fruit, har- vest and utilize fruit in the immature green stage, or harvest mature fruit frequently and process quickly. Use resistant cultivars, if available. If no resis- tant cultivar is available, try sowing the crop when pathogen pressure is lowest, and use the proper plant density, both in seedling production beds and in the transplanted field. High plant densities lead to weak plants, which are more susceptible to diseases. Prevent plants from being overloaded with fruits. Remove routinely all fruits that set at the first bifur- cation node, and all leaves and branches below the first bifurcation node. This will promote vigorous plant growth and reduce the spread of foliar diseases. Crop rotation, particularly a rice–pepper rotation, helps reduce disease and insect problems. Peppers should never follow other Solanaceous crops, such as potato Solanum tuberosum or tomato Lycopersicon esculentum, because these crops share many soil-borne diseases. Do not plant pep- pers after sweet potatoes Ipomea batatas, due to allelopathic effects. The following are some of the most common diseases on chili pepper: Fig. 6. Anthracnose lesions on mature fruit Bacterial wilt Ralstonia solanacearum The initial symptom is wilting of lower leaves or up- per leaves of seedlings followed by a sudden and permanent wilt of the entire plant without yellowing Fig. 8a. Vascular browning occurs Fig. 8b and cortical decay is sometimes evident near the soil line. Bacterial streaming from vascular elements oc- curs when cross sections of the lower stem are sus- pended in water. The disease affects over 200 differ- ent plant species. It is more severe on tomato, to- bacco, potato and eggplant, but it can be very dam- aging to pepper. The bacterium survives in the soil for long periods. It gains entry through natural root wounds or wounds created by insects, nematodes or cultivation. High temperature and high soil mois- ture favor disease development. Fig.7. Bacterial spot lesions on leaf and fruit 6 Aphid-transmitted viruses: Chili veinal mottle vi- rus ChiVMV, cucumber mosaic virus CMV, po- tato virus Y PVY Symptoms vary, but generally these diseases show mosaic, mottled andor deformed leaves Fig. 11. Plants are stunted and the loss of marketable yield can be dramatic. To control, use resistant cultivars. Reduce the number of aphid vectors by controlling weeds, using insecticides, and using mesh netting to exclude aphids from seedlings. To control bacterial wilt, use pathogen-free seed- beds to produce disease-free transplants. Fumigate seedbeds and pasteurize the planting medium for container-grown plants. Rotate with flooded rice; ro- tation with non-susceptible crops provides limited value. Avoid cultivation that damages roots. Use raised beds to facilitate drainage. Resistant culti- vars are being developed. Phytophthora blight Phytophthora capsici This disease can occur on pepper grown anywhere in the world, at any stage of growth, and on all plant parts. The most common symptom is a stem or col- lar rot followed by sudden wilting without foliar yel- lowing Fig. 10a. Other symptoms include damp- ing-off and tip blight of young seedlings Fig. 10b, dried tan-colored lesions on foliage, as well as soft- ened fruit. Cercospora leaf spot Cercospora capsici Its frog eye leaf lesions are circular, about 1-cm in diam- eter, with brown borders and light gray centers Fig. 9. Severe infection can cause leaf drop, with or without leaf yellowing. Lesions also ap- pear on stems, petioles and peduncles; fruit do not be- come infected. The fungus survives from one season to another on crop debris. Ex- tended rainy periods and close plant spacing en- hance development. Fungicides are usually only nec- essary during conditions highly favorable to the dis- ease. Fig.11. Mottling of leaves caused by PVY and ChiVMV, respectively. Fig. 9. Cercospora frog eye lesions Fig. 8. Healthy and bacterial wilt-infected plant; brown- ing of inner vascular tissue This soil-borne disease is controlled through the use of resistant cultivars, raised beds, crop rotation, and fungicides such as mefenoxan, metalayxl, po- tassium phosphate, copper alone, or copper-con- taining products. To avoid soil splash, the use of mulch and furrow irrigation, rather than overhead irri- gation, are preferred. Fig. 10. Phytophthora lesion; healthy and blight- infested seedlings I 7 Controlling insect pests General recommendations Seedlings in the nursery can be protected using mesh netting or yellow sticky traps. After plants are in the field, scout plants at least twice a week, look- ing for damage. Plant extracts, such as neem seed or hot pepper extract, can be sprayed on seedlings to help protect them. Chemical pesticides should be used mainly as a corrective measure. If possible, choose a pesticide that targets the specific pest that is causing the dam- age, and avoid pesticides that kill beneficial organ- isms. Choose pesticides that have short persistence, i.e., the effects of which last only a few days. Chemi- cal pesticides should be applied in the evening, and workers should not be allowed into the field until the recommended waiting period usually 12 or 24 hours has passed. Wear protective clothing and follow la- bel directions. If multiple applications are needed, rotate pesticides that have different modes-of-action. Broad mite Polyphagotarsonemus latus This tiny, crab-like pest Fig. 14 causes leaves to curl downwards and become narrow. Most damage occurs between veins of young leaves. Corky tissue develops on fruits. Mites are yellow or white, tiny about the size of a grain of sand, and found near the mid-vein on the undersides of the leaves. This pest is controlled through the use of toler- ant cultivars, weed control, crop rotation, and miti- cides such as abamectin and dicofol. Aphids Aphis gossypii, Myzus persicae These are small, succulent, pear-shaped insects that vary in color from yellow to green to black Fig. 13. Aphids pierce leaves and suck the sap, caus- ing foliage to become distorted and often curled un- der. Aphids exude a sticky substance that attracts ants and leads to the development of a sooty mold on plants. Aphids are vectors to many viruses, in- cluding ChiVMV, CMV and PVY. Control aphids by using reflective mulches, rotating crops, spraying with pesticides, or introducing predators and parasites. Tobamoviruses: Tobacco mosaic virus TMV, to- mato mosaic virus ToMV; and potato mild mottle virus PMMV These diseases are transmitted in and on seeds, as well as through contact of plants. Symptoms in- clude stunting, leaf mosaic and crinkling Fig. 12, and systemic bleaching of leaves. To minimize problems, use resistant varieties and pathogen-free seeds. Dip tools in milk or TSP before handling plants. Fig. 12. Leaf crinkling caused by PMMV Thrips Scirtothrips dorsalis, Thrips palmi Thrips cause young leaves to curl upwards Fig. 15a. Brown areas develop between veins of both young and old leaves. Corky tissue develops on infested fruits. Thrips are very small and group together along the mid-vein Fig. 15b or along borders of damaged leaf tissues. Reduce thrip damage by controlling weeds, ro- tating crops, using predators and parasites, and ro- tating insecticides. Fig. 13. Aphids inset right cause sooty mold and leaf distortion Fig. 14. Mites inset right cause leaves to curl downwards and corky tissue to develop on fruits 8 Harvesting For fresh use, chili peppers can be harvested either at the green immature or red mature stage. It takes about 55–60 days after flowering for fruits to fully ripen, depending on temperature, soil fertility, and cultivar. Warmer temperatures will hasten ripening, and cooler temperatures will delay ripening. If condi- tions are favorable, chili production can continue for several months. Fruits can be harvested weekly. Fresh chili fruits should not be washed unless they will be kept cool 10°C until sold. Fruits should be stored in a cool, shaded, dry place until they are sold. At typical tropical ambient temperature and hu- midity 28°C and 60 RH, fruits will last unspoiled for 1–2 weeks. Anthracnose is the major cause of fresh fruit spoilage. For dry chili, its im- portant to preserve the red color of the mature fruits. Drying them in the sun is a common practice Fig. 18, but this tends to bleach the fruits, and rainfall and dew promote fruit rot. Solar dryers have been developed, but they re- quire fairly constant sunshine. Cloudy weather increases the drying time and the risk of post-harvest spoilage. Blanching the fruits in hot wa- ter 65°C for 3 minutes and removing the pedicel and calyx can decrease drying time, increase color retention, and reduce post-harvest losses. In gen- eral, cultivars with low dry matter content andor thick flesh are difficult to dry and are generally sold fresh. If ovens are available, dry fruits for 8 hours at 60°C, then reduce the temperature to 50°C and continue until fruits are completely dry about 10 more hours. In temperate regions, harvesting is usually halted by frost. In tropical and subtropical regions, produc- tion declines due to disease or other stresses. Other disorder Root-knot nematode Meloidogyne incognita and other Meloidogyne spp. This nematode damages the root system. Infested plants become stunted and yellowed. Severely affected plants may wilt. A careful look at the root system will reveal small galls Fig. 17. This nematode has a very wide host range. Its eggs can remain dormant for a few months. Warm tem- Fig. 17. Knotted, galled pepper root system Tomato fruitworm Helicoverpa armigera Tomato fruitworm feeds on flowers, pods and fruits of pepper Fig. 16. Larvae move from one fruit to the next, destroying only small portions of each fruit. Damaged fruits may drop, ripen prematurely, or be- come infected with disease. The entrance hole near the pedicel develops a dark scar. Monitor closely, looking for the larvae on plants; older larvae can be found by cutting into fruits. Young larvae are light yellow and spotted. Ma- ture larvae are brown to gray in color with length- wise stripes along the body. To control, spray in- secticides to kill ex- posed larvae. Remove infested fruits to reduce pest populations. Fig. 16. Fruitworm larva boring inside pepper Fig. 15. Thrips cause leaves to curl upwards; they are often found near the mid-vein of leaves. peratures and light sandy soils are conducive for its development. To control, use crop rotation; flooded rice in par- ticular greatly reduces nematode populations. A few resistant cultivars are available. Soil fumigants or nematicides may be used. Plowing during the fallow season will expose nematodes to drying and elimi- nate weeds that host the pest. Fig. 18. Peppers drying in the sun Copyright © 2008, The Ohio State University FACT SHEET Agriculture and Natural Resources Agriculture and Natural Resources Keeping Plants Healthy An Overview of Integrated Plant Health Management Sarah D. Ellis Michael J. Boehm Department of Plant Pathology Integrated Plant Health Management IPHM Regardless if managing a weed, insect pest, or disease- causing organism, most specialists interested in plant health recommend the use of a multi-pronged approach or strategy commonly referred to as an Integrated Pest Management or an Integrated Plant Health Management approach. Integrated Plant Health Management programs rely on the use of several methods rather than on a single means for avoiding or otherwise minimizing the impact of plant pests and pathogens. Although sometimes called diferent names by weed scientists, entomologists, and plant pathologists, the methods for managing or eliminating plant pests fall into ive categories.

1. Genetic Host Resistance—the use of genetically re-

sistant plants to minimize or avoid losses caused by insect pests andor pathogens. he use of genetically resistant plants is oten recommended by entomologists and plant pathologists as the irst line of defense for avoiding or minimizing plant damage caused by insects and pathogens. In some cropping systems, such as large acreage ield or row crop agriculture corn, soybeans, wheat, rice, cotton, etc., the use of genetically resis- tant plants may be the only cost-efective means for managing a particular pest or disease. In some cases, the use of resistant cultivars or varieties might be the only means of efectively managing a disease or pest such as in the case of managing plant diseases caused by viruses. he development of resistant plant types may also reduce the need for using pesticides. Although genetic resistance should be considered when dealing with all insect pests and diseases, it is especially useful when dealing with annual cropping systems where new seed is sown each season thereby providing an opportunity to introduce new cultivars or varieties with insect or pathogen resistance. Although important in perennial cropping systems such as orchards, forests, golf courses, or home lawns, once the initial crop is planted, the introduction of resistant lines is limited due to the long-term nature of these crops.

2. Cultural Practices—the use of agronomic or horti-

cultural practices which favor plant development and minimize pest or pathogen activity. here are a number of cultural practices that can be used to change the en- vironment in which plants are grown that can severely inluence pest and pathogen activity, hese practices include tillage practices, water management, fertility, crop rotation, and sanitation cleaning or removal of equipment and diseased or infested plant material. Cul- tural practices designed to achieve or maintain disease play a key role in reducing plant losses by minimizing or eliminating sources of insect pests, weed seed, or pathogen inoculum. Practices such as the removal and destruction of infected plants or infested soil or potting mix, and the use of “certiied” pathogen-free or weed-free seed as well as the use of “clean” tools and equipment are critical to maintaining healthy plants and reducing spread of weeds, insects, and pathogens.

3. Chemical Applications—the use of pesticides such as

herbicides weeds, insecticides insect pests, fungi- cides fungi, and nematicides nematodes to suppress This is the fourth fact sheet in a series of ten designed to provide an overview of key concepts in plant pathology. Plant pathology is the study of plant disease including the reasons why plants get sick and how to control or manage healthy plants. PP401.04 or inhibit pestpathogen activity. he third line of de- fense available to those interested in managing plant pests is the use of pesticides to either kill or suppress plant pests and pathogens. Because of the concerns over potential dangers of pesticides to humans, the environment, food products, animals, and the atmo- sphere, they are oten considered the least desirable method of managing insect pests and plant diseases. For detailed information, see the fact sheet “Using Fungicide Sprays Efectively” at http:ohioline.osu. eduhyg-fact30003038.html.

4. Biological Control—the use of beneicial or antagonis-

tic organisms that when introduced kill or otherwise suppress plant pests or pathogens. Biological control is the use of one organism or a group of organisms to suppress, kill, or restrict the activity of a pest or pathogen. he use of biological control is considered advantageous and environmentally sound as it provides an eco-friendly alternative to the use of pesticides. Unfortunately, however, few biocontrol products are available that provide consistent and commercially acceptable levels of pest or disease control. Biocontrol organisms kill or suppress pathogens and pests by either a parasitizing the pest or pathogen, b out- competing the pest or pathogen for space or nutrients, c producing toxins that kill or make the pest or pathogen sick, andor d inducing a physiological or biochemical change in the host plant making it less sus- ceptible to more tolerant of pest or pathogen attack. For more information, see the fact sheet “Microbial Biopesticides for the Control of Plant Diseases in Organic Farming” at http:ohioline.osu.eduhyg- fact3000pdfHYG_3310_08.pdf

5. Regulatory Measures—the use of quarantines and

pest eradication programs to limit the introduction or spread of deleterious plant pests andor patho- gens. Strict government inspections and quarantines of imported plants, plant products, and soil can be an efective way to keep a pest or pathogen out of a region or area. However, given the global nature of modern society, the possibility of moving and introducing pests dangerous to people, plants, and animals is real. Government eradication programs are conducted when a serious insect or disease pest breaks out. Oten the trouble is eliminated before it has a chance to spread. Such programs require highly trained personnel who know the potential insect and disease problems and are able to recognize the pathogens and the symptoms of their activities. On the grower level, many greenhouses and nurseries also use quarantine measures. hey oten keep the new material separated from the old. If a disease were to come in on the new material it would not impact the rest of the greenhouse or nursery. A great web site to visit on regulatory measures is the U.S. Environmental Protection Agency at www.epa.gov. Copyright © 2008, The Ohio State University Figure 1. Managing healthy plants using an integrated approach enhances the chances of growing healthy plants. Genetic host resistance, cultural practices, chemical applications, biological control, and regulatory measures are the ive categories of Integrated Plant Health Management. Source: Michael J. Boehm, Department of Plant Pathology, he Ohio State University Copyright © 2008, The Ohio State University Ohio State University Extension embraces human diversity and is committed to ensuring that all research and related educational programs are available to clientele on a nondiscriminatory basis without regard to race, color, religion, sex, age, national origin, sexual orientation, gender identity or expression, disability, or veteran status. This statement is in accordance with United States Civil Rights Laws and the USDA. Keith L. Smith, Ph.D., Associate Vice President for Agricultural Administration and Director, Ohio State University Extension TDD No. 800-589-8292 Ohio only or 614-292-1868 Visit Ohio State University Extension’s web site “Ohioline” at: http:ohioline.osu.edu Introduction to Plant Disease Series PP401.01: Plants Get Sick Too An Introduction to Plant Diseases PP401.02: Diagnosing Sick Plants PP401.03: 20 Questions on Plant Diagnosis PP401.04: Keeping Plants Healthy: An Overview of Integrated Plant Health Management PP401.05: Viral Diseases of Plants PP401.06: Bacterial Diseases of Plants PP401.07: Fungal and Fungal-like Diseases of Plants PP401.08: Nematode Diseases of Plants PP401.09: Parasitic Higher Plants PP401.10: Sanitation and Phytosanitation SPS: he Importance of SPS in Global Movement of Plant Materials hese fact sheets can be found at OSU Extension’s “Ohioline” web site: http:ohioline.osu.edu. Search for “Plant Disease Series” to ind these and other plant pathology fact sheets. Figure 2. How plant production specialists integrate or “mix and match” these individual pestdisease management approaches to develop an efective IPHM strategy depends on many diferent considerations such as personal experience, public perception, availability of efective options or tools in each management category, and proit margin. Each manager, irrespective of their cropping system, will need to consider the complexities of the unique system being managed in order to develop an IPHM strategy that best meets their needs. Source: Michael J. Boehm, Department of Plant Pathology, he Ohio State University ABSTRACT SUPRIYANTO, Hot Pepper Capsicum Annuum. L Online Agribussiness Consultasion System. Under supervisioning of KUDANG BORO SEMINAR, SRIANI SUJIPRIHATI, and HENDRA RAHMAWAN. The objective of the research was to develop an online consultation system for Chili Pepper Capsicum annuum. L agribusiness. The method included problem identification, the search knowledge sources, knowledge acquisition, knowledge representation and online consultation system development. Knowledge from the expert and other’s materials has been captured and represented using production rules for develop the system. The system was developed using extreme programming XP which included the stages of analysis, design and implementation. The results of this research is on line chili pepper agribusiness consultation system consisting of consultation modules like choosing the chili pepper variety, determination of fertilizer dosage, pest and deasese handly, cultivation knolwedge, farming bussiness analysis, climate conditions, governement policies, and chili pepper price information.The prototype of the system has been implemented using PHP and MySQL and running well on the internet. User can access the system using internet browser at www.cabe.ipb.ac.id. Keyword: Chili pepper consultation system, Capsicum annuum, Extreme Programming PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kegiatan agribisnis dapat digolongkan ke dalam dua kegiatan utama yaitu kegiatan usaha tani on farm activities dan kegiatan luar usaha tani off farm activities yang meliputi pengadaan sarana produksi, agroindustri pengolahan, pemasaran dan jasa-jasa penunjang. Terdapat lima sub sistem pada kegiatan agribisnis Sumardjo, 2004 yaitu 1 Sub-sistem faktor input pertanian input factor sub-system, 2 Sub-sistem produksi pertanian production sub-system, 3 Sub-sistem pengolahan hasil pertanain processing sub-system, 4 Sub-sistem pemasaran marketing sub-system, dan 5 Sub-sistem kelembagaan penunjang supporting institutoin sub-system. Kegiatan agribisnis bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup pelaku agribisnis. Salah satu komoditas agribisnis yang sangat sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia adalah cabai Capsicum annuum. L. Cabai dapat tumbuh secara optimal pada tanah regosol dan andosol. Kadar asam pH tanah yang cocok untuk penanaman cabai secara intensif adalah 6-7. Curah hujan yang ideal adalah 1.000 mmtahun. Konsumsi cabai rata-rata penduduk Indonesia adalah 5,21 kgkapitatahun. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009 adalah sebanyak 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun Badan Pusat Statistik, 2011. Produksi cabai nasional tahun 2009 adalah 1.378.727 dengan luas panen 233.904 ha dan produktivitas rata-rata sebesar 5,89 tonha Badan Pusat Statistik, 2011. Potensi hasil cabai merah lokal dapat mencapai 12-20 tonha dan potensi hasil cabai merah hibrida dapat mencapai 36 tonha Prajnanta, 2007. Faktor yang menyebabkan produktivitas cabai rendah di Indonesia diantaranya adalah belum banyak digunakannya varietas berdaya hasil tinggi, kurang penerapan teknologi budidaya yang sesuai, penanganan pasca panen yang belum optimal, serangan hama penyakit, dan kurangnya akses terhadap informasi dan sumber pengetahuan terkait agribisnis cabai. Secara umum informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh petani adalah informasi teknologi budidaya, ketersediaan permodalan, informasi teknologi pengolahan hasil, informasi dukungan pemasaran dan metode analisis usaha tani Tamba, 2007. Untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan terkait dengan budidaya cabai saat ini petani bergantung kepada media informasi yang ada. Media informasi tersebut diantaranya adalah produsen benih, produsen sarana produksi pertanian, pedagang tengkulak, dan media-media komunikasi lain. Media-media tersebut dirasa kurang cukup dalam rangka memecahkan permasalahan agribinis cabai. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka perlu dibangun sistem konsultasi online agribisnis cabai Capsicum annuum.L. Sistem konsultasi ini dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dan pengetahuan knowledge yang tarkait dengan peningkatan hasil dalam kegiatan agribisnis. Sistem konsultasi yang akan dibangun diharapkan dapat menjadi media diseminasi informasi dan pengetahuan agribisnis. Penelitian terdahulu yang terkait diantaranya adalah Sistem Pakar Identifikasi penyakit yang menyerang tanaman cabai merah Faihah, et al., 1999. Domain pengetahuan yang tercakup dalam system pakar terdiri dari 12 jenis penyakit tanaman cabai besar merah Capsicum annuum L. yang umum menyerang. Basis pengetahuan diimplementasikan ke dalam perangkat lunak WINEXSYS. WINEXSYS menyediakan fasilitas pemograman berbasis logika logic based programming yang didukung oleh Graphical User Interface sehingga memudahkan pemakai user berkomunikasi dengan sistem pakar. Sistem pakar yang dibangun berjalan secara offline di satu komputer saja. Sistem pakar ini memiliki 46 kaidah rules, 17 pengkualifikasi qualifiers dan 24 pilihan solusi choices. Metode identifikasi penyakit yang diterapkan dalam sistem pakar menggunakan kaidah-kaidah baku yang biasa digunakan dalam disiplin ilmu proteksi tanaman. Keluaran dari sistem ini adalah prediksi penyakit yang menyerang tanaman cabai besar merah dan tindakan pengendalian responsifnya berdasarkan input gejala yang dimasukkan pemakai. Ya-Feng, et al. 2007 melakukan penelitian pembuatan sistem pakar untuk diagnosa kebutuhan nutrisi tanaman cabai. Pada penelitian ini basis pengetahuan di representasikan ke dalam index. Mekanisme penalaran reasoning yang digunakan adalah teknik forward. Sistem pakar yang dibangun diimplementasikan dengan menggunakan VB dan SQL Server. Namun demikian sistem masih dibangun untuk komputer stand alone. Gonzalez-Diaz, et al. 2009 membuat sistem pakar untuk pengambilan keputusan dalam proteksi tanaman cabai merah. Pengetahuan diperoleh dari literatur dan ahli. Pengetahuan selanjutnya direpresentasikan dalam serangkaian aturan IF-THEN. Sistem ini meliputi identifikasi gulma, 20 jenis serangga, 14 jenis penyakit, tiga faktor abiotik dan tindakan pengendalian. Sistemini dilengkapi dengan 87 foto dan gambar yang membantu dalam proses identifikasi. Pada penelitian ini sistem kosultasi dibatasi pada komoditas cabai merah untuk dataran tinggi. Sistem yang dibangun merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Kebaruan dari peneliitan ini adalah sistem akan diimplementasikan berbasis web online. Modul konsultasi yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan modul-modul konsultasi agribisnis cabai Capsicum annuum. L yang meliputi konsultasi pemilihan varietas unggul, penentuan dosis pupuk, pengendalian hama, pengendalian penyakit, teknologi budidaya, analisis usaha tani, iklim, kebijakan pemerintah, dan informasi harga. Modul-modul tersebut diintegrasikan sehingga dapat langsung dipergunakan oleh pelaku agribisnis. P engetahuan-pengetahuan yang ditanam dalam sistem konsultasi diarahkan untuk spesifik lokasi dataran tinggi. Sistem dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP dan basis data database MySQL. PHP dan MySQL merupakan salah satu bahasa pemrograman web yang cukup populer dan cukup banyak digunakan saat ini karena kehandalannya. Pengetahuan-pengetahuan disimpan ke dalam basis pengetahuan dengan menggunakan perangkat lunak basis data MySQL. Keuntungan dari sistem online adalah sistem konsultasi dapat diakses dari tempat- tempat yang berbeda melalui berbagai perangkat yang koneksi internet. Informasi dan pengetahuan disediakan secara real time dan dapat melayani pengguna setiap saat 24 jam per hari, 7 hari per minggu.

1.2. Ruang Lingkup

Sistem konsultasi online yang dibangun pada penelitian ini spesifik pada komoditas vabai merah Capsicum annuum. L untuk wilayah dataran tinggi dengan studi kasus di Liwa, Lampung Barat. Batasan sistem yang dibangun meliputi konsultasi : 1. Pemilihan Varietas Unggul 2. Penentuan Dosis Pupuk Dasar 3. Pengendalian Hama 4. Pengendalian Penyakit 5. Teknologi Budidaya Cabai 6. Pasca Panen 7. Analisis Usaha Tani 8. Prakiraan Cuaca, dan 9. Kebijakan Pemerintah

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Melakukan analisis dan desain sistem konsultasi online agribisnis cabai Capsicum annuum.L. 2. Rancang bangun dan implementasi sistem konsultasi online agribisnis cabai.

1.4. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Menjadi solusi kepada pelaku agribisnis untuk dapat melakukan konsultasi terkait dengan kegiatan agribisnis cabai Capsicum annuum. L. 2. Penyuluh pertanian dapat memanfaatkan sistem untuk kegiatan penyuluhan. 3. Menjadi terobosan baru atas kekurangan tenaga ahli di lapangan dalam penyelesaian permasalahan dalam kegiatan agribisnis cabai. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agribisnis

Secara umum kegiatan agribisnis dapat digolongkan ke dalam dua kegiatan utama yaitu kegiatan usaha tani on farm activities, sedangkan pengadaan sarana produksi, agroindustri pengolahan, pemasaran dan jasa-jasa penunjang dikelompokkan ke dalam kegiatan luar usaha tani off farm activites. Setidaknya terdapat lima sub sistem pada kegiatan agribisnis Sumardjo, 2004 yaitu 1 Sub sistem faktor input pertanian input factor sub-system, 2 Sub- sistem produksi pertanian production sub-system, 3 Sub-sistem pengolahan hasil pertanain processing sub-system, 4 Sub-sistem pemasaran marketing sub-system, dan 5 Sub-sistem kelembagaan penunjang supporting institution sub-system. Agribisnis 1 Sub Sistem Faktor Input Pertanian 2 Sub Sistem Produksi Pertanian 3 Sub Sistem Pengolahan Hasil Pertanian 5 Sub Sistem Faktor Kelembagaan Penunjang 4 Sub Sistem Faktor Pemasaran Gambar 1. Lima Sub Sistem Kegiatan Agribisnis Faktor-faktor yang mendukung dalam kegiatan agribisnis baik pada kegiatan on-farm maupun off-farm diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Faktor ketersediaan sumber informasi Agricultural Information Source Faktor. Ketersediaan informasi menjadi faktor penting dalam kegiatan agribisnis. Jika dikaitkan dengan berbagai sub-sistem kegiatan agribisnis, maka seluruh kegiatan agribisnis membutuhkan faktor informasi dan pengetahuan knowledge dalam setiap kegiatan. Informasi yang dibutuhkan petani meliputi berbagai kegiatan agribisnis dari Hulu sampai Hilir. Kebutuhan informasi dan pengetahuan itu adalah Margaret J et al., 2007 : a. Teknik pengolahan tanah, teknik pengolahan tanah menjadi penting bagi petani. Pengolahan tanah yang baik menjadi faktor utama suksesnya kegiatan budidaya pertanian. b. Benih, informasi mengenai benih meliputi benih apa yang harus digunakan untuk spesifik lokasi. c. Cuaca dan Iklim, kondisi cuaca dan iklim yang berubah-ubah saat ini menjadikan petani sulit untuk memprediksi cuaca dan ilkim pada spesifik lokasi. Petani membutuhkan informasi yang real time terkait dengan cuaca dan iklim untuk merencanakan kegiatan budidaya. d. Nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Informasi kebutuhan nutrisi tanaman dibutuhkan oleh petani untuk memproyeksikan kebutuhan dari tanaman. Petani saat ini hanya mengira-ngira dosis pupuk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Hal ini menjadikan kegiatan pertanian tidak presisi dan terasa tidak efektif. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diinginkan karena nutrisi yang dibutuhkan tanaman tidak terpenuhi. e. Informasi dan pengetahuan terkait Pest Management. Penggunaan pestisida akhir-akhir ini menjadi pilihan utama bagi petani dalam kegiatan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penggunaan yang berlebih akan merusak lingkungan dan akan meninggalkan residu pada tanaman yang ditanam. Hal ini akan membahayakan bagi konsumen akhir produk pertanian. Pengetahuan mengenai pengendalian hama yang ramah lingkungan dan tepat sasaran diperlukan oleh petani agar dapat mengendalikan hama dan penyakit dengan meminimalkan penggunaan pestisida. f. Informasi harga pertanian. Informasi harga pertanian pada berbagai pasar di sekitar spesifik lokasi diperlukan oleh petani dalam rangka mendapatkan harga yang baik. Harga pertanian saat ini umumnya ditentukan oleh tengkulak. Hal ini menjadikan hasil yang diperoleh kurang optimal. g. Informasi dan pengetahuan mengenai analisis usaha tani. Analisis usaha tani diperlukan untuk menentukan biaya investasi yang dibutuhkan dan strategi penyediaannya. Kegiatan agribisnis merupakan kegiatan yang membutuhkan modal yang besar. Informasi mengenai kebutuhan pendanaan investasi dan sumber kredit dengan bunga ringan bagi petani dibutuhkan untuk mengembangkan kegiatan agribisnis agar dapat bersaing. 2. Faktor ketersediaan peralatan Agricultural Equipment Factor. Kesediaan peralatan pendukung kegiatan pertanian sangat dibutuhkan oleh petani agar kegiatan budidaya dapat berjalan dengan baik. Mekanisasi pertanian menjadi kebutuhan utama bagi petani agar kegiatan budidaya dapat berjalan dengan baik. Informasi dan pengetahuan mengenai ketersediaan peralatan pertanian mulai dari alat dan mesin pengolahan lahan, aplikator pestisida, alat dan mesin pemanenan, serta alat dan mesin pada kegiatan pasca panen pertanian. Kebutuhan informasi dan pengetahuan pada berbagai kegiatan agrinisnis pertanian tersebut sulit didapatkan oleh petani. Petani umumnya mendapatkan informasi dari mulut ke mulut antar petani yang pernah melakukan budidaya yang sama. Hal ini tentu menjadi tidak efektif, sehingga perlu dibuat sebuah sistem konsultasi agribisnis berbasis pengetahuan berbasis web. Penyediaan akses informasi ini dilakukan seiring dengan perkemgan Teknologi Informasi TI yang begitu pesat akhir-akhir ini.

2.2. Cabai Capsicum annuum. L

2.2.1. Taksonomi

Secara taksonomis tanaman cabai merah diklasifikasikan ke dalam spesies Capsicum annuum. L. Berikut adalah penjelasan taksonomi tanaman cabai merah secara detail Rukmana, 2001 : Kingdom : Plantae tumbuh-tumbuhan Divisi : Spermatophyta tumbuhan berbiji Subdivisi : Angiospermae berbiji tertutup Kelas : Dicotyledonae biji berkeping dua Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Species : Capsicum annuum. L Dari klasifikasi di atas terlihat bahwa tanaman cabai termasuk ke dalam famili Solanecaeae.

2.2.2. Morfologi

Morfologi tanaman Capsicum annuum. L adalah berupa terna atau setengah perdu, dengan tinggi antara 45 – 100 cm, biasanya hanya semusim Wiryanta, 2008.

2.2.3. Varietas Cabai

Tanaman cabai memiliki banyak varietas dan tipe. Tipe-tipe cabai diantaranya adalah cabai merah besar, cabai keriting, rawit, cabai paprika sweet pepper, cabai hias yang banyak ragamnya. Namun yang umum dibudidayakan adalah Cabai merah besar, cabai keriting, cabai rawit, dan paprika Wiryanta, 2008.

2.2.4. Syarat Tumbuh

Tanaman cabai dapat ditanam di dataran rendah maupun tinggi hingga mencapai 1.400 mdpl, namun akan lebih optimal pada dataran rendah Sutarya dan Grubben, 1995. Cabai dapat tumbuh optimal pada tanah regosol dan andosol dengan kadar keasaman pH tanah antara 6-7. Apabila ditanam pada tanah yang memiliki kadar pH lebih dari 7 maka tanaman cabai akan menjadi kerdil dan gejalan klorosis atau daun menguning yang disebabkan kekurangan unsur hara besi Fe. Pada tanah yang mempunyai pH yang kurang dari lima tanaman cabai juga akan menjadi kerdil karena kekurangan Kalsium Ca dan Magnesium Mg atau keracunan Alumunium Al. Ketinggian tempat berpengaruh pada jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai. Penyakit yang menyerang tanaman pada dataran tinggi umumnya disebabkan oleh cendawan, sementara di dataran rendah penyakit yang menyerang umumnya disebabkan oleh bakteri. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya cabai. Curah hujan yang ideal adalah 1.000 mmtahun. Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman kekeringan dan membutuhkan penyiraman. Sebaliknya curah hujan tinggi bisa merusak tanaman cabai serta membuat lahan memiliki kelembaban tinggi. Kelembaban yang cocok untuk budidaya cabai berkisar antara 70 – 80 terutama saat pembentukan bunga dan buah. Kelembaban yang melebihi 80 memacu pertumbuhan cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman. Sebaliknya, kelembaban yang kurang dari 70 membuat cabai kering dan mengganggu pertumbuhan generatifnya terutama pada saat pembentukan bunga, penyerbukan dan pembentukan buah. Menurut Pitojo 2003 curah hujan yang terlalu tinggi menyebabkan kelembaban udara meningkat dan mendorong pertumbuhan penyakit tanaman.

2.2.5. Konsumsi dan Produksi Cabai Indonesia

Cabai Capsicum annuum. L merupakan komoditas yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Konsumsi cabai rata-rata penduduk Indonesia adalah 5,21 kgkapitatahun. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun BPS, 2011. Berdasarkan kondisi tersebut dapat diketahui bahwa konsumasi cabai dalam negeri pada tahun 2010 mencapai 1.237.669 ton. Produksi cabai nasional tahun 2009 adalah 1.378.727 dengan luas panen 233.904 ha dan produktivitas rata-rata sebesar 5,89 tonha BPS, 2011. Gambar 2. menunjukan angka produksi cabai Nasional dari tahun 2007 sampai 2009.