Hasil Evaluasi Model Peran Jenjang Pendidikan terhadap Kemiskinan antarkawasan di Indonesia

130 Watson DW diperoleh nilai DW-hitung pada unweighted statistics persamaan KTI terletak di antara nilai 4 – dL dan 4 Lampiran 7. Hasil ini menandakan terdapat korelasi serial negatif pada model tersebut. Sehingga estimasi perlu dilakukan menggunakan metode fixed effect GLS dengan cross-section weights dan seemingly unrelated regressions SUR untuk mengatasi kedua pelanggaran asumsi tersebut. Melalui angka R-squared sebesar 0,9982 dapat dinyatakan bahwa variasi naik turunnya tingkat kemiskinan di KTI sebesar 99,82 . disebabkan oleh variasi naik turunnya variabel-variabel bebas tersebut pada model. Sedangkan sisanya sebesar 0,18 . diakibatkan faktor-faktor lain yang tidak disertakan dalam model, namun ditampung dalam variabel gangguan acak. Secara serentak, terlihat pula bahwa model yang diestimasi untuk KTI ini sangat signifikan pada taraf nyata α = 1 . , atau dengan besaran nilai peluang statistik uji F p-value = 0,0000. Setelah dilakukan pengujian dan diperoleh metode dan model yang paling sesuai, maka dilakukan estimasi dari persamaan tersebut. Estimasi dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Tabel 5.4 menyajikan hasil estimasi model peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Tabel 5.4 Hasil estimasi persamaan peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan menurut kawasan di Indonesia, periode tahun 2007- 2010 Variabel Bebas Variabel tidak bebas: Persentase penduduk miskin POV100 Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia Koefisien Probabilita Koefisien Probabilita C 0,3550 0.0550 0,8102 0,0002 DASAR 0,1878 0.0001 0,1328 0,0012 MENENGAH -0,1457 0.0316 -0,4783 0,0377 TINGGI -0,4034 0.0007 -0,2327 0,0474 LogYCap -0,0146 0.1667 -0,0370 0,0118 Gini -0,0240 0.4008 -0,0384 0,5314 R-squared 0,7296 0,9982 Adjusted R-squared 0,7078 0,9973 Prob F-statistic 0,0000 0,0000 Keterangan : : signifikan pada taraf nyata 1 persen : signifikan pada taraf nyata 10 persen : signifikan pada taraf nyata 5 persen 131 5.4.1 Tingkat Kesempatan Kerja Pendidikan Dasar Tabel 5.4 menyajikan hasil estimasi pengaruh jenjang pendidikan terhadap kemiskinan di kawasan barat dan timur Indonesia. Berdasarkan nilai peluang statistik uji, dapat dikatakan bahwa secara statistik koefisien regresi variabel tingkat kesempatan kerja lulusan pendidikan dasar yang diestimasi di KBI terindikasi sangat signifikan pada tingkat kepercayaan 99 . . Dapat dikatakan bahwa tingkat kesempatan kerja lulusan pendidikan dasar di KBI memiliki pengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan di KBI. Dengan koefisien sebesar 0,18 dapat diartikan bahwa jika tenaga kerja lulusan pendidikan dasar di KBI meningkat 1 . , maka persentase penduduk miskin di KBI akan bertambah sebesar 0,18 . , ceteris paribus. Untuk model KTI, berdasarkan nilai peluang statistik uji, dapat dikatakan bahwa secara statistik koefisien regresi variabel tingkat kesempatan kerja lulusan pendidikan dasar yang diestimasi di KTI terindikasi sangat signifikan pada tingkat kepercayaan 99 . . Untuk model KTI, Dengan koefisien sebesar 0,13 dapat diartikan bahwa jika tenaga lulusan pendidikan dasar di KTI meningkat 1 . , maka persentase penduduk miskin di KTI akan bertambah sebesar 0,13 . , ceteris paribus. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa lulusan jenjang pendidikan dasar mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini berarti bahwa kesempatan kerja bagi lulusan pendidikan dasar SD dan SMP belum mampu untuk mengurangi kemiskinan, tetapi cenderung dapat menambah tingkat kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2011, bahwa penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh tenaga kerja lulusan SD dan SMP dan rata-rata upahgaji bersih pekerjakaryawan selama sebulan menurut pendidikan SD dan SMP berkisar antara Rp. 750.000,- hingga Rp. 1.120.000,-. Fenomena ini menunjukkan struktur perekonomian Indonesia masih mengandalkan tenaga kerja murah. Rendahnya tingkat pendapatan pekerja SD dan SMP tidak mencukupi untuk membantu keluar dari kemiskinan. 132 5.4.2 Tingkat Kesempatan Kerja Pendidikan Menengah Berdasarkan nilai peluang statistik uji, dapat dikatakan bahwa secara statistik koefisien regresi variabel tingkat kesempatan kerja lulusan pendidikan menengah di KBI signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . . Tingkat kesempatan kerja lulusan pendidikan menengah di KBI memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di KBI. Dengan koefisien sebesar -0,14 dapat diartikan bahwa jika tenaga kerja lulusan pendidikan menengah di KBI meningkat 1 . , maka persentase penduduk miskin di KBI akan berkurang sebesar 0,14 . , cp. Untuk model KTI, berdasarkan nilai peluang statistik uji, dapat dikatakan bahwa secara statistik koefisien regresi variabel tingkat kesempatan kerja lulusan pendidikan menengah yang diestimasi di KTI terindikasi sangat signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . . Untuk model KTI, Dengan koefisien sebesar 0,47 dapat diartikan bahwa jika tenaga lulusan pendidikan menengah di KTI meningkat 1 . , maka persentase penduduk miskin di KTI akan bertambah sebesar 0,47 . , cp. 5.4.3 Tingkat Kesempatan Kerja Pendidikan Tinggi Secara umum, variabel tingkat kesempatan kerja lulusan pendidikan tinggi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Berdasarkan nilai peluang statistik uji, dapat dikatakan bahwa secara statistik koefisien regresi variabel tingkat kesempatan kerja lulusan pendidikan tinggi di KBI berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di KBI dengan signifikansi pada tingkat kepercayaan 99 . . Dengan koefisien sebesar 0,40 dapat diartikan bahwa jika tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi di KBI meningkat 1 . , maka persentase penduduk miskin di KBI akan berkurang sebesar 0,14 . , cp. Sedangkan untuk model KTI, berdasarkan nilai peluang statistik uji, dapat dikatakan bahwa secara statistik koefisien regresi variabel tingkat kesempatan kerja lulusan pendidikan tinggi yang diestimasi di KTI berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di KTI dengan signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 . . Dengan koefisien sebesar 0,23 dapat diartikan bahwa jika tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi di KTI meningkat 1 . , maka persentase penduduk miskin di KTI akan berkurang sebesar 0,23 . , cp. 133 Kualitas angkatan kerja Indonesia dapat dilihat dari tingkat pendidikan angkatan kerja tersebut. Semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan, relatif akan semakin baik keahlian yang dimiliki dan diharapkan akan dapat mengisi lapangan kerja yang menuntut kualifikasi khusus tenaga kerja yang dibutuhkan. Mengingat tuntutan perubahan jaman dan kemajuan teknologi, maupun kebutuhan dalam pasar kerja, lapangan pekerjaan yang tersedia akan turut berubah yang membutuhkan tenaga kerja trampil dan kemampuan yang bervariasi. Berdasarkan informasi hasil penelitian, fenomena ini menunjukkan bahwa kuantitas dan kualitas pekerja terampil dan berpengetahuan tinggi akan berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Pekerja yang memiliki keterampilan tinggi akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan per kapita melalui peningkatan produktivitas. Perbedaan jenjang pendidikan yang berpengaruh besar terhadap pengurangan kemiskinan di KBI dan KTI, mengindikasikan bahwa kebutuhan untuk keluar dari kemiskinan berbeda antardaerah. Pencapaian pendidikan akan meningkatkan potensi penghasilan dari individu dan akibatnya meningkatnya pendapatan akan membantu mereka untuk keluar dari kemiskinan. Kebutuhan tingkat pendidikan dan kesempatan kerja di KBI memerlukan kualifikasi pendidikan tinggi agar dapat mengurangi insiden kemiskinan. Sementara di KTI, dengan jenjang pendidikan dan kesempatan kerja pendidikan menengah sudah bisa mengurangi insiden kemiskinan di KBI. Perbedaan kemiskinan antara KBI dan KTI dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, adanya perbedaan struktur dan pertumbuhan ekonomi, dimana perekonomian di KBI lebih maju dan tumbuh lebih cepat daripada KTI. Kedua, adanya perbedaan garis kemiskinan, dimana kawasan yang mempunyai garis kemiskinan lebih tinggi akan berpeluang untuk mempunyai angka kemiskinan yang lebih tinggi. Ketiga, perbedaan kondisi geografis sangat mempengaruhi perilaku penduduk. Penduduk yang tinggal di daerah terpencil dan terisolasi akan sulit mengakses layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Akibatnya, kualitas SDM di daerah-daerah terpencil akan rendah dan produktivitas mereka juga rendah. Rendahnya produktivitas akan berdampak pada rendahnya pendapatan yang mereka terima sehingga mereka akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup secara layak dan kemiskinan akan sulit untuk diturunkan. 134 5.4.4 PDRB per kapita Berdasarkan nilai peluang statistik uji, dapat dikatakan bahwa secara statistik koefisien regresi variabel PDRB per kapita yang diestimasi di KTI terindikasi signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . . PDRB per kapita di KTI memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Dimana jika PDRB per kapita di KTI meningkat 1 . , maka persentase penduduk miskin di KTI akan berkurang sebesar 0,04 . , ceteris paribus. Temuan ini sejalan dengan teori pertumbuhan endogen yang menyatakan modal manusia sebagai sumber pertumbuhan yang penting. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pekerja dan akan memengaruhi produktivitas melalui cara produksi lebih efisien. Peningkatan pertumbuhan ekonomi akan diikuti dengan peningkatan jumlah lapangan pekerjaan, sehingga akan memperbesar peluang pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan tingkat dan pertumbuhan pendapatan per kapita penduduk secara rata-rata, termasuk peningkatan pendapatan pada kelompok penduduk berpendapatan rendah. Dengan demikian kenaikan pertumbuhan ekonomi PDRB per kapita akan memberikan manfaat bagi penduduk untuk meningkatkan kesejahteraannya. 5.4.5 Hasil Uji Beda Koefisien Hasil estimasi model peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan antarkawasan di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel bebas yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 1 . dan 5 . untuk model KBI, sedangkan hasil estimasi untuk model KTI menunjukkan terdapat empat variabel bebas yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 1 . hingga 5 . . 0 menyajikan hasil uji beda koefisien bagi variabel bebas yang secara statistik signifikan berpengaruh terhadap variabel tak bebas untuk kedua model. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa koefisien variabel-variabel tersebut berbeda secara statistik antara KBI dan KTI. 135 Tabel 5.5 Hasil uji beda koefisien peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan antarkawasan di Indonesia, periode tahun 2007-2010 Variabel bebas t hitung t tabel Signifikansi Keputusan Kesimpulan Dasar 7,53 2,35 Sig 1 Tolak H KTI KBI Menengah 11,46 2,35 Sig 1 Tolak H KTI KBI Tinggi | −8,65| 2,35 Sig 5 Tolak H KTI KBI

5.5 Sintesis Penelitian

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pembangunan di Indonesia yang dapat juga menyebabkan permasalahan lainnya. Kemiskinan memiliki berbagai penyebab dan efek. Kurangnya pendapatan merupakan penyebab utama kemiskinan, namun hanya sebagai salah satu penyebab tunggal. Seringkali bahwa kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar merupakan faktor yang berkontribusi menyebabkan kemiskinan. Kurangnya akses terhadap pendidikan, akses terhadap pasar dan akses ke lapangan kerja akan mengurangi peluang terhadap pendapatan sehingga dapat menyebabkan kemiskinan. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM dan pengembangan kesempatan kerja produktif, diharapkan dapat menurunkan kemiskinan, khususnya jika upah riil juga meningkat ILO 2011. Dalam kerangka teori pertumbuhan endogen, akumulasi modal manusia melalui pencapaian pendidikan merupakan kontributor penting bagi pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi dipercaya dapat mengurangi kemiskinan. Lang 1994 berpendapat bahwa jika modal manusia dapat ditingkatkan melalui pendidikan, maka mensubsidi pendidikan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan selanjutnya dapat memerangi kemiskinan. Kebijakan investasi dalam pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur cenderung meningkatkan kapasitas produktif dari seluruh ekonomi, dan meningkatkan pendapatan dari semua kelompok, termasuk pendapatan masyarakat miskin Rodrik 2000, sehingga diharapkan dapat mengurangi kemiskinan. 136 Beberapa penelitian empiris mengenai pertumbuhan ekonomi menggunakan beberapa ukuran stok modal manusia, antara lain: tingkat melek huruf, angka partisipasi sekolah, dan rata-rata lama sekolah penduduk usia kerja untuk menjelaskan peran pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kebijakan nasional wajib belajar pendidikan dasar terhadap kemiskinan di Indonesia dan mengkaji jenjang pendidikan yang berperan besar dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia maupun antarkawasan di Indonesia. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini, dapat simpulkan bahwa secara umum pendidikan di Indonesia berperan dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia. Seperti ditunjukkan pada persamaan pertama Tabel 5.1, dimana dari keempat variabel bebas tersebut berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Melek huruf seringkali menjadi indikator yang pertama kali muncul dalam analisis kemiskinan atau profil kemiskinan sebagai faktor penentu kemiskinan. Melek huruf sangat penting dalam strategi penanggulangan kemiskinan, dimana melek huruf merupakan kunci memasuki dunia pengetahuan yang luas dan akan mempermudah seseorang untuk memahami informasi terkait bidang kerja dan berbagai aspek lain menyangkut peningkatan kualitas hidup. Melek huruf juga digunakan sebagai elemen penyusun indeks pembangunan manusia IPM. Suso 2006 menggunakan tiga pendekatan terhadap tingkat melek huruf sebagai indikator dalam strategi penanggulangan kemiskinan: 1. Pendekatan hak; memandang bahwa ada hak untuk melek huruf sebagaimana ada hak atas pendidikan. Pendekatan ini mengkaitkan melek huruf terhadap partisipasi dalam pendidikan formal. Indikasi lain dari pendekatan ini adalah fakta bahwa buta huruf berhubungan erat dengan kemiskinan, dimana mengurangi buta huruf akan mengurangi kemiskinan karena buta huruf merupakan bagian dari indikator pengukuran kemiskinan. 2. Pendekatan sosial; memandang melek huruf sebagai instrumen untuk melawan kesenjangan sosial dan budaya, atau melawan dominasi. Hal ini sebagian besar terkait dengan pembangunan manusia, pemberdayaan perempuan dan kaum minoritas, serta kesejahteraan individu.