Rata- rata Lama Sekolah RLS

78 seterusnya. Perhitungan RLS dilakukan tanpa memperhatikan apakah seseorang menamatkan sekolah lebih cepat atau lebih lama dari waktu yang telah ditetapkan. Rata-rata lama sekolah dapat menunjukkan komposisi pendidikan penduduk usia 25 tahun ke atas, atau persediaan dan kualitas modal manusia dalam suatu negara, sehingga dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan dan menetapkan kebijakan untuk peningkatan pendidikan. Indikator ini juga mencerminkan struktur dan kinerja dari sistem pendidikan dan dampaknya terhadap pembentukan akumulasi modal manusia UNESCO 2009. Pencapaian pendidikan terkait erat dengan keterampilan dan kompetensi penduduk suatu negara, dan bisa dilihat sebagai proxy dari aspek kuantitatif dan kualitatif dari stok modal manusia. Sesuai dengan target pemerintah melalui program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan sejak tahun 1994, RLS penduduk diharapkan dapat mencapai 9 tahun pendidikan dasar, yaitu minimal tamat jenjang pendidikan SMP. Namun demikian, tampak bahwa program tersebut masih belum mencapai sasaran yang diharapkan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 bahwa RLS penduduk baru mencapai 7,77 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa secara rata-rata pendidikan penduduk usia 15 tahun ke atas belum mencapai kelas 2 SMP. d u m R LS 1 0 R LS 0 9 R LS 0 8 R LS 0 7 R L S 0 6 KT I KBI KT I K BI KT I KBI KT I KBI KT I KBI 1 1 1 0 9 8 7 6 R a ta -r a ta L a m a S e k o la h ta h u n D K I D K I D K I D K I D K I 7 , 2 1 7 , 8 3 7 , 4 1 7 , 9 1 7 , 4 5 7 , 9 4 7 , 5 9 8 , 1 2 7 , 8 2 8 , 3 5 Sumber: BPS 2006c, 2007c, 2008c, 2009c, 2010c. Gambar 4.5 Box plot rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas menurut kawasan di Indonesia, periode tahun 2006-2010. 79 Tabel 4.1 menyajikan RLS menurut status daerah dan jenis kelamin. Dari tabel tersebut terlihat bahwa RLS di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan. Pola tersebut terlihat bagi penduduk laki-laki maupun perempuan. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa penduduk di daerah perkotaan memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perdesaan. Hal ini diduga berkaitan dengan ketersedianan sarana maupun prasarana untuk setiap jenjang pendidikan di lokasi sekitar tempat tinggal mereka. Tabel 4.1 Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas menurut status daerah kelamin di Indonesia, tahun 2006-2010 Rata-rata Lama Sekolah Kota Desa Laki-laki Perempuan Minimal 7,46 4,75 6,73 5,54 Maksimal 10,66 8,03 10,72 9,72 Rata-rata 9,51 6,57 8,16 7,38 Standar Deviasi 0,79 0,74 0,85 0,89 Sumber: BPS 2006c, 2007c, 2008c, 2009c, 2010c. Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat pula bahwa RLS yang dicapai penduduk laki- laki secara umum lebih tinggi dari penduduk perempuan. Kondisi ini terlihat di daerah perkotaan maupun perdesaan. Faktor yang diduga turut mempengaruhi kondisi tersebut adalah “sex preference”, kecenderungan mengutamakan anak laki-laki untuk bersekolah dibandingkan anak perempuan BPS 2010d. Gambar 4.6 menunjukkan rata-rata lama sekolah dan trend perubahannya. Pada kuadran I terlihat bahwa RLS penduduk usia 15 tahun ke atas, tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Utara, D.I. Yogyakarta, Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau, dengan RLS berkisar 9 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa secara rata-rata pendidikan penduduk usia 15 tahun ke atas di provinsi-provinsi tersebut sudah menamatkan jenjang pendidikan dasar SMP. Provinsi dengan RLS yang masih rendah antara lain Provinsi Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Papua, dengan RLS sebesar 6 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa secara rata-rata 80 pendidikan penduduk usia 15 tahun ke atas di provinsi-provinsi tersebut baru menamatkan jenjang pendidikan dasar SD. 0 .6 0 . 5 0 . 4 0 .3 0 .2 0 .1 0 . 0 1 0 9 8 7 6 Tr e n P e r u b a h a n R L S t a h u n R a ta -r a ta R L S th n 0 .1 4 7 .7 7 J a T e n g J a T i m K a l Ba r K a l S e l K a l T e n g K a l T i m K e p Ri La m p u n g M a l u ku M a l U t B a B e l N AD N T B N T T P a p Ba r P a p u a R ia u S u l Ba r S u l S e l S u l T e n g S u l T r a B a l i S u l U t S u m B a r S u m S e l S u M u t B a n te n B e n g ku l u D I Y D KI G o r o n ta l o J a B a r J a m b i S I N G P ap u a P a p B a r M alU t M alu ku S u lB a r G o ro n ta lo Su lT ra Su lS el Su lT en g Su lU t K a lT im K a lSel K a lT en g K alB a r N T T N TB B ali B an t en J aT im D IY Ja Ten g Ja B a r D K I K ep R i B a B el L a m p u n g B en g ku lu S u m S el J am b i R iau Su m B ar S u M u t N A D I II III IV Sumber: BPS 2006c, 2007c, 2008c, 2009c, 2010c. Gambar 4.6 Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dan tren perubahan menurut provinsi di Indonesia, periode tahun 2006–2010. Rata-rata perubahan RLS nasional selama periode tahun 2006-2010 adalah sebesar 0,14 . tahun. Provinsi dengan rata-rata perubahan tertinggi dicapai oleh Provinsi Papua Barat, Kepulauan Riau, NAD, Maluku, Maluku Utara dan Bali. Provinsi yang memiliki rata-rata perubahan lama sekolah relatif rendah pada periode tersebut yakni Provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Utara dan Kalimantan Tengah. Hal ini karena pencapaian angka partisipasi dan RLS di provinsi-provinsi tersebut sudah relatif tinggi. Provinsi Papua masih menjadi provinsi dengan capaian RLS yang rendah.

4.2 Anggaran Fungsi Pendidikan

Alokasi anggaran merupakan instrumen penting bagi pemerintah untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan mengurangi kemiskinan absolut. Upaya pembangunan sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui investasi disektor pendidikan. Keberhasilan pembangunan dibidang pendidikan turut ditentukan juga dengan jumlah anggaran bidang pendidikan yang disediakan. Pendidikan diselenggarakan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa 81 dan menjadi langkah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup warga negara. Peningkatan derajat pendidikan diprioritaskan sebagai upaya untuk dapat mengurangi kemiskinan. Rasio anggaran pendidikan terhadap total anggaran digunakan sebagai proksi pengeluaran pemerintah daerah untuk investasi publik bidang pendidikan. Angka ini dapat digunakan untuk menilai penekanan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, relatif terhadap nilai dari investasi publik lainnya. Angka ini juga mencerminkan komitmen pemerintah untuk berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia. Semakin tinggi persentase pengeluaran pemerintah untuk pendidikan menunjukkan kebijakan prioritas pemerintah untuk pendidikan lebih tinggi relatif terhadap nilai dari investasi publik lainnya, termasuk pertahanan dan keamanan, kesehatan, jaminan sosial, dan sektor sosial atau ekonomi lainnya. Perumusan program pembangunan bidang pendidikan pada akhirnya akan berimplikasi pada besarnya kebutuhan anggaran yang harus disediakan oleh pemerintah. Selama ini, kekurangan anggaran atau keterbatasan anggaran masih menjadi alasan klasik dari lambatnya kemajuan pembangunan pendidikan nasioanl. Namun demikian, mengingat pentingnya pendidikan tersebut, pemerintah tetap memprioritaskan anggaran pembangunan dibidang pendidikan. Keseriusan pemerintah dalam memajukan pendidikan ditunjukkan dalam Amandemen UUD 1945 dan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas. Langkah pemerintah dalam pembiayaan pendidikan diwujudkan dengan memprioritaskan anggaran pendidikan dialokasikan minimal 20 . –selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan– dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN pada sektor pendidikan dan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata nasional rasio anggaran fungsi pendidikan di Indonesia selama periode tahun 2006-2010 sudah mencapai lebih dari 20 . . Namun jika dilihat masing-masing provinsi, masih terdapat perbedaan kemampuan daerah dalam memenuhi alokasi yang ditetapkan perundangan. Kemampuan masing-masing daerah berkisar antara 8-38 . , dengan kecenderungan semakin meningkat Gambar 4.7.