Kerangka Pemikiran The Role of Education on Poverty Reduction in Indonesia

54 membantu mereka untuk menjadi lebih proaktif, mengkontrol hidup mereka, dan memperluas berbagai pilihan yang tersedia. Teori modal manusia menunjukkan bahwa ketika individu berinvestasi dalam pendidikan, akan membuat diri mereka lebih produktif dalam pasar tenaga kerja, dan pada gilirannya dapat membawa mereka untuk memiliki penghasilan yang lebih tinggi. Implikasi teori modal manusia pada kebijakan pemerintah yang dihasilkan adalah perlunya intervensi pemerintah dalam alokasi sumber daya pada pendidikan, karena investasi dalam modal manusia berlangsung melalui pendidikan dan pelatihan. Lebih khusus lagi, kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menyediakan pendidikan publik dan pelatihan, akan menentukan proses pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Selain hal tersebut, terdapat perbedaan kemampuan dalam hal keputusan berinvestasi dalam pendidikan. Masyarakat yang tidak mampu secara finansial akan sulit mengakses pendidikan ke setiap jenjang pendidikan, tanpa adanya intervensi pemerintah. Masyarakat miskin mengalami kendala kredit credit constrains karena ketiadaan aset yang bisa dijadikan sebagai jaminan ketika mencoba untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan formal. Dalam hal ini, intervensi pemerintah diperlukan dalam menanggulangi permasalahan pembangunan karena adanya fenomena kegagalan pasar, yang sering dikaitkan dengan adanya informasi asimetri, pasar persaingan tidak sempurna, masalah principal-agent, eksternalitas, atau keberadaan barang publik. Pendidikan sebagai salah satu barang publik, harus disediakan pemerintah selama manfaat keseluruhan untuk konsumen dari barang publik setidaknya sama besar dengan biaya penyediaannya. Peran pemerintah dibangun di atas teori ekonomi kesejahteraan dan digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial melalui kebijakan pemerintah dari sudut pandang efisiensi ekonomi dan pemerataan. Dengan demikian, untuk meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan, maka diperlukan intervensi pemerintah dalam penyediaan layanan dan pembiayaan pendidikan, terutama bagi masyarakat miskin. Dunia pendidikan erat kaitannya dengan lapangan pekerjaan. Permintaan terhadap pendidikan merupakan permintaan tidak langsung atau permintaan turunan terhadap kesempatan memperoleh pekerjaan berpenghasilan tinggi di sektor modern. Hal ini dikarenakan untuk memperoleh pekerjaan di sektor modern, sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang. Dalam kerangka teori modal manusia dan teori signalling-screening teori pemilahan, pendapatan akan dibayar sesuai dengan produktivitas marginal tenaga kerja. Kedua teori 55 tersebut mengkaitkan pendidikan yang lebih tinggi dengan produktivitas yang lebih tinggi, maka akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi bagi mereka. Sementara itu, dalam pasar tenaga kerja juga terdapat permasalahan informasi asimetri yang menimbulkan masalah principal-agent antara calon pencari kerja dan calon majikan perusahaan yang tidak mengetahui produktivitas pekerja. Ketika calon majikan perusahaan pertama kali merekrut seorang calon pekerja, variabel penting yang mudah diamati adalah tingkat pendidikan. Calon majikan akan melakukan proses screening untuk mengidentifikasi calon pekerja berdasarkan produktivitasnya. Dalam proses screening tersebut, proses signaling menjadi penting, karena dapat digunakan sebagai sinyal kemampuan atau produktivitas yang dimiliki calon pekerja. Calon pekerja dapat memberikan sinyal kepada calon majikan, salah satunya melalui sertifikasi pendidikan. Sebagai akibat dari fenomena pengutamaan ijazah atau sertifikasi pendidikan dalam kegiatan signaling dan screening, orang-orang dengan berbagai macam alasan –kebanyakan karena kemiskinan mereka– yang tidak dapat melanjutkan pendidikan, akan berada dalam golongan orang-orang putus sekolah atau tidak berpendidikan. Pada akhirnya mereka akan sulit mendapatkan pekerjaan di sektor formal karena tidak memiliki sertifikasi pendidikan formal. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat diperlukan dalam penyediaan layanan pendidikan dan pembiayaan pendidikan, terutama bagi masyarakat miskin. Masyarakat miskin benar-benar membutuhkan lebih banyak pendidikan dan pelatihan keterampilan, dan juga membutuhkan suatu konteks ekonomi dimana mereka dapat menyadari keuntungan ekonomi dari peningkatan modal manusia mereka. Selanjutnya, dalam kerangka teori pertumbuhan endogen, akumulasi modal manusia merupakan kontributor penting bagi pertumbuhan ekonomi. Unsur penting dalam model ini adalah perhatian yang diberikan kepada modal manusia sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Teori pertumbuhan endogen berfokus pada eksternalitas positif dan efek spillover ekonomi berbasis pengetahuan, akan mengarah pada pembangunan ekonomi dan pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya, sehingga pada akhirnya mempunyai peran terhadap pengurangan kemiskinan. Disisi lain, adanya kesenjangan pada modal manusia juga akan berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi Castelló 2004. Selanjutnya, Bourguignon 2004 menjelaskan bahwa perubahan kemiskinan dapat diuraikan melalui pertumbuhan ekonomi dan redistribusi pendapatan. 56 Hubungan ketiga teori ini yakni teori modal manusia menyediakan dan menciptakan kualitas modal manusia, sedangkan teori pemilahan akan memilah tenaga kerja berpendidikan dengan produktivitas lebih baik yang akan memasuki dunia kerja dan menggantikan kelompok tua yang tidak produktif lagi, sehingga akumulasi modal manusia produktif akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Implikasi dari ketiga teori tersebut adalah pentingnya investasi pada modal manusia melalui pendidikan maupun pelatihan, salah satunya melalui kebijakan wajib belajar. Berdasarkan teori modal manusia, kebijakan wajib belajar secara langsung mempengaruhi orang-orang yang terkendala dalam partisipasi pendidikan, sedangkan berdasarkan hipotesis pemilahan pendidikan, kebijakan wajib belajar secara tidak langsung akan meningkatkan pencapaian pendidikan bagi pekerja berkemampuan tinggi Lang Kropp 1986. Implikasi teori pertumbuhan endogen adalah bahwa setiap investasi dalam pendidikan akan menghasilkan perbaikan yang terus-menerus dan berkelanjutan terhadap perubahan teknis dan pertumbuhan ekonomi yang didorong faktor inovasi Bredt Sycz 2007. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini secara sederhana akan menganalisis peran pendidikan terhadap kemiskinan di Indonesia, serta peran pemerintah dalam pembiayaan pendidikan dasar. Selanjutnya menentukan kebijakan yang bisa diambil untuk mendorong pemerataan pendidikan, peningkatan pertumbuhan ekonomi agar dapat mengurangi ketimpangan pendapatan dan mengentaskan kemiskinan, seperti pada Gambar 2.10.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Secara umum, pendidikan di Indonesia melalui indikator angka melek huruf, angka partisipasi sekolah dan rata-rata lama sekolah, masing-masing diduga berpengaruh negatif terhadap kemiskinan; 2. Rasio anggaran bidang pendidikan diduga berpengaruh negatif terhadap kemiskinan; 3. Jenjang pendidikan dasar diduga tidak berperan efektif dalam mengurangi kemiskinan; 4. Besarnya kontribusi setiap jenjang pendidikan terhadap kemiskinan, diduga berbeda-beda. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi pula pengaruh negatif terhadap kemiskinan; 5. Efek tidak langsung pendidikan melalui PDRB per kapita sebagai efek 57 pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan, diduga berpengaruh negatif; 6. Efek tidak langsung pendidikan melalui indeks gini sebagai efek ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan, diduga berpengaruh positif; 7. Peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan, diduga berbeda antarkawasan di Indonesia. Gambar 2.10 Kerangka pemikiran penelitian Permasalahan multidimensi kemiskinan Intervensi Pemerintah: Anggaran Pendidikan Perbedaan kemampuan berinvestasi pendidikan Efek tidak Langsung: - Kesadaran - Kemampuan - Mobilitas Kualitas SDM Dasar, Menengah, Tinggi Efek Langsung: - Pengetahuan - Keterampilan Tingkat Pendapatan Pertumbuhan Agregat Distribusi Perubahan Distribusi Tingkat Kesempatan Kerja Produktivitas Kemiskinan Absolut Pengentasan Kemiskinan Pendidikan AMH, APS, RLS Alternatif Strategi Kebijakan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun