Efek Lintas-Daerah Hasil Evaluasi Model Peran Jenjang Pendidikan terhadap Kemiskinan di Indonesia

128 Gambar 5.15 Efek lintas-daerah model efek tetap peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan di Indonesia, tahun 2007-2010. Berdasarkan efek lintas daerah dapat divisualisasikan prioritas daerah melalui program pengentasan kemiskinan terkait peningkatan kualitas sumber daya manusia beserta perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan perbaikan distribusi pendapatan.. Prioritas utama perlu diperhatikan pada daerah- daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi dan pencapaian pendidikannya masih rendah, serta kesempatan kerja bagi tenaga kerja terdidik yang masih rendah, seperti Provinsi Papua Barat, Papua, NAD dan Maluku daerah berwarna merah. Prioritas kedua yaitu bagi daerah berwarna kuning, seperti Provinsi NTB, NTT, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan lainnya. Selanjutnya untuk prioritas ketiga yaitu bagi daerah dengan warna hijau, seperti Provinsi DKI, Banten, Sumatera Barat dan Riau dimana tingkat kemiskinannya relatif rendah dan pencapaian pendidikannya relatif tinggi. Gambar 5.16 Peta prioritas Efek lintas-daerah model peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan di Indonesia, tahun 2007-2010. 000 000 000 000 000 000 P a p B a r P a p u a N A D M a lu ku K e p R i N T B K a lT im D IY G o ro n ta lo S u lT e n g D K I S u lT ra B e n g ku lu Ja T im N T T S u m S e l La m p u n g R ia u Ja T e n g S u M u t S u lS e l S u lU t S u m B a r Ja B a r S u lB a r B a n te n B a B e l K a lB a r B a li Ja m b i K a lT e n g M a lU t K a lS e l Cross-section effect 1000 1000 2000 Kilometers N LEGENDA: -0.105 sd -0.031 rendah -0.031 sd 0.049 sedang 0.049 sd 0.23 tinggi 129

5.4 Hasil Evaluasi Model Peran Jenjang Pendidikan terhadap Kemiskinan antarkawasan di Indonesia

Model ketiga adalah mengidentifikasi peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan antarkawasan di Indonesia. Persamaan dipisahkan antara KBI dan KTI, dengan menggunakan data 33 provinsi di seluruh Indonesia pada periode tahun 2007 sampai 2010. Pemilihan model regresi terbaik dilakukan untuk mendapatkan hasil estimasi yang baik. Proses ini dilakukan dengan membandingkan model efek tetap dengan model efek acak menggunakan uji Hausman. Berdasarkan informasi hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk persamaan KBI menunjukkan bahwa REM lebih baik dibandingkan dengan FEM. Hal ini terlihat dari nilai peluang statistik Hausman yang lebih besar dari taraf nyata 10 . yaitu sebesar 71,60 . . Nilai peluang ini memiliki arti bahwa data pengamatan belum cukup bukti untuk menolak hipotesis tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Terpilihnya model REM diasumsikan best linier unbiased estimator BLUE dan tidak perlu dilakukan pengujian terhadap tiga asumsi utama BLUE. Melalui angka R-squared sebesar 0,7296 dapat dinyatakan bahwa variasi naik turunnya tingkat kemiskinan di KBI sebesar 72,96 . disebabkan oleh variasi naik turunnya variabel-variabel bebas tersebut pada model. Sedangkan sisanya sebesar 27,04 . diakibatkan faktor-faktor lain yang tidak disertakan dalam model, namun ditampung dalam variabel gangguan acak. Secara serentak, terlihat pula bahwa model yang diestimasi untuk KBI ini sangat signifikan pada taraf nyata α = 1 . , atau dengan besaran nilai peluang statistik uji F p-value = 0,0000. Sedangkan untuk persamaan KTI menunjukkan bahwa FEM lebih baik dibandingkan dengan REM. Hal ini terlihat dari nilai peluang statistik Hausman untuk persamaan tersebut yaitu sebesar 0,0884 yang lebih kecil dari taraf nyata 10 . . Nilai peluang ini memiliki arti bahwa data pengamatan cukup bukti untuk menolak hipotesis nol bahwa tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Berdasarkan hasil estimasi, ditemukan adanya heteroskedastisitas pada model, terlihat dari jumlah kuadrat sisaan sum square residual pada weighted statistics lebih kecil daripada unweighted statistics. Pengujian berikutnya berupa pendeteksian gejala autokorelasi pada model. Berdasarkan hasil uji statistik Durbin- 130 Watson DW diperoleh nilai DW-hitung pada unweighted statistics persamaan KTI terletak di antara nilai 4 – dL dan 4 Lampiran 7. Hasil ini menandakan terdapat korelasi serial negatif pada model tersebut. Sehingga estimasi perlu dilakukan menggunakan metode fixed effect GLS dengan cross-section weights dan seemingly unrelated regressions SUR untuk mengatasi kedua pelanggaran asumsi tersebut. Melalui angka R-squared sebesar 0,9982 dapat dinyatakan bahwa variasi naik turunnya tingkat kemiskinan di KTI sebesar 99,82 . disebabkan oleh variasi naik turunnya variabel-variabel bebas tersebut pada model. Sedangkan sisanya sebesar 0,18 . diakibatkan faktor-faktor lain yang tidak disertakan dalam model, namun ditampung dalam variabel gangguan acak. Secara serentak, terlihat pula bahwa model yang diestimasi untuk KTI ini sangat signifikan pada taraf nyata α = 1 . , atau dengan besaran nilai peluang statistik uji F p-value = 0,0000. Setelah dilakukan pengujian dan diperoleh metode dan model yang paling sesuai, maka dilakukan estimasi dari persamaan tersebut. Estimasi dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Tabel 5.4 menyajikan hasil estimasi model peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Tabel 5.4 Hasil estimasi persamaan peran jenjang pendidikan terhadap kemiskinan menurut kawasan di Indonesia, periode tahun 2007- 2010 Variabel Bebas Variabel tidak bebas: Persentase penduduk miskin POV100 Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia Koefisien Probabilita Koefisien Probabilita C 0,3550 0.0550 0,8102 0,0002 DASAR 0,1878 0.0001 0,1328 0,0012 MENENGAH -0,1457 0.0316 -0,4783 0,0377 TINGGI -0,4034 0.0007 -0,2327 0,0474 LogYCap -0,0146 0.1667 -0,0370 0,0118 Gini -0,0240 0.4008 -0,0384 0,5314 R-squared 0,7296 0,9982 Adjusted R-squared 0,7078 0,9973 Prob F-statistic 0,0000 0,0000 Keterangan : : signifikan pada taraf nyata 1 persen : signifikan pada taraf nyata 10 persen : signifikan pada taraf nyata 5 persen