Teori Signaling dan Screening

27 atau pendidikan lebih tinggi, karena lebih murah dan mudah bagi perusahaan untuk melatih karyawan berkemampuan tinggi daripada karyawan dengan kemampuan rendah. Di sisi lain, Stiglitz 1973 juga menganalisis pasar dengan informasi asimetrik dan menunjukkan bahwa agen yang kurang informasi kadang dapat menangkap informasi dari agen yang mempunyai informasi lebih baik melalui screening. Dalam model screening, diasumsikan bahwa perusahaan memilih tingkat pendidikan terkait dengan tugas dan upah yang akan diberikan. Pendidikan dapat digunakan sebagai screening device untuk mengidentifikasi produktivitas sumber daya manusia yang telah terbentuk sebelumnya dan membedakan tingkat upah di antara kelompok sumber daya manusia yang berbeda pendidikannya. Sumber: Yamamoto 2009 Gambar 2.2 Perbedaan signaling dan screening. Misalkan dalam pasar tenaga kerja, dimana perusahaan akan merekrut pekerja pabrik dengan upah rendah dan pekerja kantor dengan upah tinggi. Diasumsikan terdapat 2 dua tipe individu yang berbeda sehubungan dengan kemampuan bawaan mereka θ, yaitu kemampuan tinggi θ H dan kemampuan rendah θ L ; dimana θ H . . θ L . . 0. Pekerja mengetahui kemampuan mereka sendiri, tetapi perusahaan majikan tidak bisa mengamati secara langsung. Perusahaan kurang mengetahui informasi kemampuan bawaan produktivitas dari individu. Utilitas individu adalah: , , = − , ………. 2.1 Utilitas U diasumsikan meningkat secara linear terhadap upah w dan dianggap menurun terhadap biaya pendidikan C. Biaya pendidikan tersebut diasumsikan meningkat terhadap proses signaling pendidikan s dan menurun terhadap kemampuan bawaan θ. Oleh karena itu, individu dengan kemampuan bawaan Pihak yang lebih mengetahui informasi Pihak yang kurang mengetahui informasi signaling screening 28 yang lebih tinggi akan bersedia mengorbankan biaya lebih sedikit untuk meningkatkan tingkat pendidikan mereka dan membedakan dari individu dengan kemampuan bawaan yang rendah. Hal ini juga berimplikasi bahwa individu berkemampuan tinggi mempunyai kurva indiferen lebih datar. Dengan efek peningkatan produktivitas melalui pendidikan, maksimisasi produksi perusahaan π juga tergantung pada biaya signaling pendidikan s dan kemampuan bawaan θ. Maksimisasi produksi dapat ditulis sebagai: , , = , − ………. 2.2 Dimana , menunjukkan produk marjinal pekerja dengan sinyal pendidikan s dan kemampuan bawaan pekerja θ. Dalam signaling terdapat dua tipe keseimbangan yang mungkin terjadi untuk tipe pekerja yang berbeda menurut tingkat pendidikan, yaitu: separating equilibria, dimana kedua tipe pekerja memilih tingkat pendidikan yang berbeda, dan pooling equilibria, dimana kedua tipe pekerja memilih tingkat pendidikan yang sama. Setiap pekerja akan menerima upah sesuai dengan tingkat produktivitasnya. Jika terdapat informasi tidak sempurna, yaitu ketika kedua tipe pekerja tidak dapat dibedakan oleh perusahaan, tipe pekerja θ L akan memilih kontrak tipe θ H di mana kurva indiferen mereka akan melalui titik B yang terkait dengan tingkat utilitas yang lebih tinggi. Namun, perusahaan akan mengalami kerugian jika mereka membayar tipe θ L dan θ H dengan upah ∗ yaitu upah untuk produktivitas tinggi. Oleh karena itu, perusahaan memiliki kepentingan dalam memisahkan dua tipe pekerja dan karenanya tidak akan menawarkan kontrak ∗ ; ∗ . Dalam kondisi tertentu, beberapa individu ingin memberi sinyal kemampuan mereka kepada perusahaan dengan memilih tingkat pendidikan tertentu untuk membedakan diri dari individu lain dengan produktivitas lebih rendah. Signaling bisa berhasil hanya jika biaya signaling cukup berbeda antara individu. Selama perusahaan tidak dapat membedakan produktivitas pekerja, maka perusahaan akan mengupah lebih tinggi bagi lulusan pendidikan tinggi dibanding lulusan pendidikan menengah. 29 Untuk ilustrasi lebih lanjut, Gambar 2.3 menunjukkan kasus separating equilibrium dengan informasi yang tidak sempurna untuk dua tipe pekerja yang berbeda. Untuk mencegah tipe pekerja berkemampuan rendah θ L meniru pekerja berkemampuan tinggi θ H , perusahaan akan menawarkan kontrak kepada tipe pekerja berkemampuan rendah pada ∗ ; ∗ . Dengan adanya informasi yang tidak sempurna, pekerja berkemampuan tinggi harus berinvestasi lebih banyak dalam pendidikan untuk membedakan diri dari pekerja berkemampuan rendah dengan menurunkan utilitasnya, bergerak dari ∗ titik B ke di titik C. Kontrak untuk pekerja berkemampuan tinggi θ H , sekarang adalah pada ; . Dengan kata lain, tipe pekerja θ H harus melakukan signaling sedikit di atas tingkat ∗ agar benar-benar terpisah dari tipe pekerja θ L . Tipe pekerja θ H terkena eksternalitas negatif, karena mereka perlu berinvestasi dalam signaling yang lebih tinggi dibanding jika produktivitas dapat diamati, sehingga utilitas mereka menurun dari ∗ ke . Sumber: Hornig et al. 2011. Gambar 2.3 Informasi asimetris: separating equilibrium untuk dua tipe pekerja yang berbeda. Dengan dua tipe kontrak, jika tipe pekerja θ L tidak melakukan signaling maka kontraknya pada titik A. Jika seandainya tipe pekerja θ L melakukan signaling, maka kontraknya pada titik C tetapi harus mengorbankan biaya signaling sebesar ∗ – . Namun demikian, tipe pekerja θ L tetap mempunyai tingkat utilitas yang sama antara kontrak A dan C yaitu pada ∗ . 30 Bergantung pada produktivitas relatif dan rasio dari dua tipe pekerja, separating equilibrium mungkin tidak mewakili solusi kesetimbangan. Misalnya, kedua jenis pekerja lebih memilih satu kontrak dengan upah upah rata-rata atau tingkat di atasnya. Jika rata-rata produktivitas dari dua jenis pekerja lebih tinggi dari upah rata-rata tersebut, maka ruang lingkup kontrak pooling yang mungkin adalah pada daerah BCD yang diarsir pada Gambar 2.4. Tingkat pendidikan minimal ∗ diperlukan untuk mencapai tingkat produktivitas di mana perusahaan dapat membayar tanpa membuat kerugian, tingkat signaling ini menandai batas bawah dari daerah yang diarsir. Batas atas adalah karena pada tingkat ini tipe pekerja θ L akan lebih memilih kontrak separating equilibrium. Sumber: Hornig et al. 2011. Gambar 2.4 Informasi asimetris: pooling equilibrium untuk dua tipe pekerja yang berbeda. Sebagai akibat dari fenomena pengutamaan ijazah atau sertifikasi pendidikan dalam kegiatan signaling dan screening, orang-orang dengan berbagai macam alasan –kebanyakan karena kemiskinan mereka– yang tidak dapat melanjutkan pendidikan, akan berada dalam golongan orang-orang putus sekolah atau tidak berpendidikan. Pada akhirnya mereka akan sulit mendapatkan pekerjaan di sektor formal karena tidak memiliki sertifikasi pendidikan formal. 31

2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan Todaro dan Smith 2006 adalah model pertumbuhan Harrod-Domar, teori perubahan struktural model pembangunan Lewis, model pertumbuhan neoklasik Solow dan model pertumbuhan endogen Lucas-Romer. Model Harrod-Domar yang dikembangkan secara independen oleh Sir Roy Forbes Harrod 1939 dan Evsey D. Domar 1946, digunakan dalam ekonomi pembangunan untuk menjelaskan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam hal tingkat tabungan dan produktivitas modal. Model pertumbuhan Harrod-Domar menyatakan bahwa jika semakin banyak bagian dari output nasional yang ditabung dan diinvestasikan, maka tingkat pertumbuhan output nasional akan semakin meningkat. Secara lebih spesifik, model pertumbuhan Harrod-Domar menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional tergantung pada tingkat tabungan yang kemudian diinvestasikan Todaro Smith 2006. Teori perubahan struktural model pembangunan Lewis memusatkan perhatiannya pada mekanisme transformasi ekonomi negara berkembang dari kegiatan ekonomi sektor tradisional pertanian yang bersifat subsisten menuju sektor modern yang berbasis industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Proses transformasi ini disebabkan adanya surplus tenaga kerja di sektor pertanian dengan produktivitas marginal tenaga kerja yang rendah dan pindah ke sektor industri dengan tingkat produktivitas tinggi dan tingkat upah yang lebih tinggi. Kemudian, teori pertumbuhan neo-klasik dengan model pertumbuhan Solow 15 1956 yang merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor tenaga kerja, serta memperkenalkan faktor teknologi. Teori pertumbuhan neo-klasik menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada akumulasi aktiva ekonomi modal dan tenaga kerja, dan laba atas aset-aset tersebut, yang pada gilirannya tergantung pada kemajuan teknologi, efisiensi aset yang digunakan, dan kerangka kelembagaan produksi. 15 Robert M. Solow, dianugerahi Nobel Memorial Prize dalam ilmu ekonomi pada tahun 1987 atas kontribusinya dalam teori pertumbuhan ekonomi. 32 Namun, teori pertumbuhan neo-klasik tidak mampu menjelaskan sumber- sumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang bukan hanya dari faktor tenaga kerja dan modal. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi rendahnya pertumbuhan diasumsikan bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dalam model pertumbuhan neo-klasik, tingkat jangka panjang dari pertumbuhan eksogen ditentukan oleh tingkat tabungan model Harrod- Domar atau tingkat kemajuan teknis model Solow. Namun, tingkat tabungan dan tingkat kemajuan teknologi tetap tidak dapat dijelaskan. Ketidakpuasan terhadap teori pertumbuhan neo-klasik model Solow yang kurang sesuai secara empiris di negara-negara berkembang, memicu motivasi untuk meneliti faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dimulai dengan karya Romer 1986 yang menyusun representasi matematis ekonomi dimana perubahan teknologi sebagai hasil dari tindakan yang disengaja oleh manusia dalam penelitian dan pengembangan, untuk peningkatan output per pekerja berkelanjutan. Kemudian, model pertumbuhan endogen Lucas 1988 menyatakan bahwa akumulasi modal manusia yang merupakan akumulasi dari pendidikan dan pelatihan, sebagaimana akumulasi modal fisik, menentukan pertumbuhan ekonomi. Secara khusus, teori pertumbuhan endogen menunjukkan dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yang menekankan pada pentingnya modal manusia untuk inovasi dan kemajuan teknologi. Para ekonom telah lama berpendapat bahwa manfaat dari akumulasi modal manusia tidak mungkin terbatas hanya kepada penerima langsung saja, tetapi mungkin akan mengimbas kepada orang lain juga. Teori pertumbuhan endogen telah membedakan diri dari pendekatan neo-klasik dengan secara eksplisit menjelaskan peran eksternalitas pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi: tenaga kerja berpendidikan dapat meningkatkan produktivitas dibandingkan rekan sekerja mereka yang kurang berpendidikan, atau mungkin ada efek spillover dari akumulasi pengetahuan atau kemajuan teknis yang timbul dari investasi dalam modal manusia.