Tinjauan Empiris The Role of Education on Poverty Reduction in Indonesia

44 menyatakan bahwa yang paling berharga dari semua modal adalah yang diinvestasikan kepada manusia. Salah satu penelitian tentang peran pendidikan, pernah dilakukan oleh Tilak 1989 dengan tujuan untuk mengkaji kembali: a pengaruh pendidikan dalam mengurangi kemiskinan; b pengaruh pendidikan terhadap bagian pendapatan dari kelompok penduduk berdasarkan kelas pendapatan; dan c pengaruh subsidi publik pendidikan tinggi pada ketimpangan pendapatan. Data yang digunakan yaitu dari 80 negara selama periode tahun 1970–1980, antara lain data dari: i Bank Dunia, berupa data kemiskinan, distribusi pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi; ii UNESCO, berupa data melek huruf dan partisipasi sekolah; iii sumber lain, dari Paukert dan Fields berupa koefisien gini; Psacharopoulos dan Arriagada berupa perkiraan tingkat sekolah. Studi ini menggunakan metode persamaan regresi sederhana dengan menggunakan lag dari variabel-variabel pendidikan. Untuk menjawab tujuan penelitian pertama, pengaruh pendidikan terhadap kemiskinan, Tilak menggunakan model: = ........... 1 = ⁄ , ........... 2 Keterangan: Pov j = rasio penduduk miskin; j = desa, kota. Edu i = variabel pendidikan; i = angka melek huruf; rata-rata lama sekolah; angka partisipasi kasar tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi. GNPpc = Produk Domestik Bruto per kapita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Ketika tingkat melek huruf penduduk dan partisipasi pendidikan meningkat, proporsi penduduk miskin di pedesaan mengalami penurunan, tetapi pengaruh pendidikan terhadap penurunan kemiskinan di perkotaan tidak signifikan; 2. Pendidikan memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap pengurangan ketimpangan pendapatan; 45 3. Pendidikan menengah memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap redistribusi pendapatan daripada pendidikan dasar. Secara umum, pendidikan tinggi berperan memperburuk distribusi pendapatan. 4. Semakin tinggi tingkat subsidi publik untuk pendidikan tinggi, semakin tinggi ketimpangan pendapatan. Pada dua dasawarsa terakhir telah berkembang pesat literatur yang memperdebatkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengurangan kemiskinan Datt Ravallion 1992; Deininger Squire 1997, 1998; Wodon 1999; Kakwani et al. 2000; Ravallion 2001, 2005a, 2005b; Bourguignon 2004. Datt dan Ravallion 1992 memperkenalkan perubahan kemiskinan dapat diuraikan melalui pertumbuhan ekonomi dan redistribusi pendapatan. Hasilnya dapat memberitahu kita, apakah perubahan dalam distribusi pendapatan mengimbangi keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi kemiskinan. 1. Komponen pertumbuhan merupakan perubahan dalam kemiskinan diakibatkan oleh perubahan dalam kesejahteraan rata-rata yaitu, pertumbuhan ekonomi ketika menganggap distribusi relatif konstan: Bourguignon 2004 menjelaskan secara grafis dari efek pertumbuhan terhadap perubahan kemiskinan seperti terlihat pada Gambar 2.6. Masyarakat yang pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan disebut sebagai penduduk miskin, sedangkan yang berada diatas garis kemiskinan disebut penduduk tidak miskin. Peningkatan pada tingkat pendapatan seluruh lapisan masyarakat dengan distribusi tetap, berarti distribusi pendapatan bergeser ke kanan dengan bentuk kurva tetap, sehingga penduduk yang masuk kategori miskin menjadi berkurang. Penurunan kemiskinan ditandai dengan daerah berwarna hijau 1a. Efek pertumbuhan menyebabkan jumlah penduduk miskin akan berkurang sebesar daerah hijau tersebut, sehingga jumlah orang miskin sekarang hanya sebesar daerah yang berwarna merah 2. 46 Sumber: Bourguignon 2004. Gambar 2.6 Perubahan kurva distribusi pendapatan dan perubahan kemiskinan karena efek pertumbuhan. 2. Komponen redistribusi mewakili perubahan dalam kemiskinan diakibatkan oleh perubahan dalam kurva distribusi dengan menganggap kesejahteraan rata-rata konstan: Dengan kata lain, perubahan dalam kemiskinan yang akan terjadi jika perubahan yang diamati dalam kurva distribusi kesejahteraan yaitu, redistribusi telah terjadi tanpa pergeseran kurva rata-rata yaitu, tidak ada pertumbuhan. Perubahan menjadi distribusi yang lebih merata dengan tingkat pendapatan tetap, berarti distribusi pendapatan menjadi semakin menyempit, menyebabkan penduduk yang masuk kategori miskin semakin sedikit. Pada Gambar 2.7, efek distribusi menyebabkan jumlah penduduk miskin akan berkurang sebesar daerah biru 1b, sehingga jumlah orang miskin sekarang hanya sebesar daerah yang berwarna merah 2. 1a 2 2 1a 47 Sumber: Bourguignon 2004. Gambar 2.7 Perubahan kemiskinan karena efek distribusi. Peningkatan pendapatan dan perbaikan distribusi pendapatan masyarakat secara bersama-sama akan menggeser distribusi pendapatan ke kanan dan mempersempit ketimpangan antarindividu. Hal ini akan mengurangi kemiskinan sebesar daerah hijau ditambah dengan daerah biru, sehingga semakin efektif dalam mengentaskan kemiskinan. Pada kondisi ini maka jumlah orang miskin hanya akan sebesar daerah yang berwarna merah Gambar 2.8 . Sumber: Bourguignon 2004. Gambar 2.8 Perubahan Kemiskinan karena Efek Pertumbuhan dan Efek Distribusi 1b 2 2 1 b 1a 2 1a 1b 2 1b 48 3. Residual, kadang disebut sebagai istilah interaksi, merupakan efek perubahan simultan dalam pendapatan rata-rata dan distribusi terhadap kemiskinan yang tidak dijelaskan oleh kedua komponen tersebut. Hal ini pada dasarnya adalah bagian yang tidak dapat secara eksklusif dikaitkan dengan pertumbuhan atau redistribusi. Dekomposisi serupa Kakwani dan Subbarao 1990; Jain dan Tendulkar 1990 diacu dalam Ravallion Datt 1992 tidak memasukan residu, menganggap sama dengan nol, dan disertakan sebagai bagian dari satu atau kedua komponen lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan memainkan peran utama dalam menghasilkan perubahan dalam kemiskinan. Selanjutnya, tim World Bank 2006 telah mengkompilasi beberapa konsensus hasil dari perdebatan tersebut, antara lain: Pertama, pentingnya pertumbuhan untuk pengurangan kemiskinan. Negara-negara yang secara historis mengalami penurunan terbesar dalam kemiskinan adalah mereka yang telah mengalami waktu yang lama dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kedua, perubahan distribusi yang progresif, baik untuk pengurangan kemiskinan. Pertumbuhan yang terkait dengan perubahan distribusi progresif akan mengurangi kemiskinan lebih dari pertumbuhan yang membuat distribusi tidak berubah. Ada dua alasan utama, secara umum, untuk tingkat pendapatan tetap, perubahan distribusi progresif akan menggeser sumber daya dari kaya ke miskin dan dengan demikian menyebabkan pengurangan kemiskinan. Alasan lain adalah bahwa kemiskinan lebih responsif terhadap pertumbuhan yang lebih memeratakan distribusi pendapatan. Temuan ketiga adalah bahwa tidak ada bukti empiris yang kuat menunjukkan kecenderungan umum pertumbuhan yang membuat distribusi pendapatan lebih merata. Penelitian Ravallion dan Chen 1996 dengan menggunakan lebih dari 100 survei rumah tangga dan lebih dari 40 negara pada periode 1987–1993, menyimpulkan bahwa secara keseluruhan terjadi penurunan kecil dalam insiden kemiskinan, meskipun antardaerah dan negara memiliki pengalaman berbeda. Kesimpulan Easterly 1999 dengan kumpulan data panel dari 81 indikator yang mencakup hingga 4 periode waktu 1960, 1970, 1980, dan 49 Kemiskinan Absolut dan Pengentasan Kemiskinan Distribusi dan Perubahan Distribusi Tingkat Pendapatan dan Pertumbuhan Agregat Strategi Pembangunan 1990 menyatakan bahwa keragaman dari indikator menunjukkan kualitas hidup seluruh bangsa secara positif terkait dengan pendapatan per kapita. Pada saat yang sama, pendapatan tumbuh secara tidak merata dan perubahan pendapatan dan perubahan ketimpangan tidak berkorelasi. Penelitian Dollar dan Kraay 2002 terhadap 92 negara yang mencakup empat dekade terakhir, menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata dari seperlima masyarakat termiskin meningkat secara proporsional dengan pendapatan rata-rata. Bourguignon 2004 menggambarkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, dan pengentasan kemiskinan seperti pada Gambar 2.9. Pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan melakukan perubahan pada distribusi pendapatan atau dapat juga dengan meningkatkan level pendapatan mendorong pertumbuhan. Dengan melakukan redistribusi pendapatan, maka kelompok dengan pendapatan rendah akan mendapatkan tambahan pendapatan sehingga bisa memenuhi kebutuhan dasarnya dan dapat terbebas dari kemiskinan. Sedangkan dengan meningkatkan tingkat pendapatan, pertumbuhan ekonomi harus cukup tinggi sehingga secara rata-rata pendapatan masyarakat naik. Kenaikan pendapatan ini akan meningkatkan taraf hidup dan dapat mengentaskan kemiskinan. Sumber: Bourguignon 2004. Gambar 2.9 Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, dan kemiskinan. 50 Oxaal 1997 menjelaskan hubungan antara pendidikan dan kemiskinan dapat dipahami dalam dua cara: 1. Investasi dalam pendidikan sebagai strategi penanggulangan kemiskinan dapat meningkatkan keterampilan dan produktivitas dikalangan rumah tangga miskin; 2. Kemiskinan sebagai kendala untuk mencapai prestasi pendidikan, baik di tingkat makro –negara-negara miskin umumnya memiliki tingkat partisipasi pendidikan yang rendah– maupun tingkat mikro –anak-anak rumah tangga miskin menerima pendidikan yang kurang. Gutierrez et al. 2007 menjelaskan tentang pertumbuhan yang diterjemahkan ke dalam pengurangan kemiskinan melalui lapangan kerja: Orang miskin hidup dari pendapatan mereka dari bekerja. Pada tingkat individu, seseorang dapat bergerak keluar dari kemiskinan dengan: 1. Penciptaan lapangan kerja; 2. Meningkatkan upaya per jam kerja: meningkatkan produktivitas tenaga kerja dalam rangka meningkatkan penghasilan per jam; 3. Mobilitas: pindah ke pekerjaan yang memberikan penghasilan yang lebih tinggi dengan tingkat produktivitas tertentu. Njong 2010 mengevaluasi pengaruh dari tingkat pendidikan yang berbeda dari individu-individu yang bekerja sebagai faktor penentu kemiskinan di Kamerun. Data untuk penelitian ini menggunakan data Survei Rumah Tangga Kamerun tahun 2001. Dengan menggunakan model regresi logistik berdasarkan data cross-sectional, dengan probabilitas individu menjadi miskin sebagai variabel tak bebas dan variabel tingkat pendidikan dan pengalaman sebagai variabel penjelas. Hasil menggambarkan bahwa peningkatan pengalaman dan pencapaian pendidikan mengurangi kemungkinan menjadi miskin dari individu yang bekerja. Disisi jenis kelamin, studi menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan laki-laki di Kamerun lebih mengurangi kemiskinan daripada tingkat pendidikan perempuan. 51 Chaudhry et al. 2010 mengevaluasi efek dari berbagai tingkat pendidikan dan melek huruf pada insiden kemiskinan di Pakistan. Menggunakan data timeseries selama 35 tahun 1972–2007 dengan variabel kunci: kemiskinan absolut P ; angka melek huruf; tingkat partisipasi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sebagai proxy untuk pendidikan. Selain itu, beberapa variabel yang berguna seperti laju pertumbuhan, tingkat inflasi, dan keterbukaan perdagangan juga digunakan dalam model. Dalam analisis digunakan nilai logaritma natural dari semua variabel dan menggunakan metode autoregressive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengentasan kemiskinan akan dapat dipercepat jika sumber daya ditargetkan pada sektor pendidikan, khususnya dalam pendidikan tinggi. Awan et al. 2011 mengevaluasi efek dari berbagai tingkat pendidikan, pengalaman kelamin dari individu-individu yang bekerja pengusaha, pencari nafkah, dan pekerja keluarga tidak dibayar sebagai variabel penjelas dan individu miskin sebagai variabel tak bebas dalam penentu kemiskinan di Pakistan untuk tahun 1998–1999 dan 2001–2002. Dengan model regresi logistik, hasilnya menunjukkan bahwa pengalaman dan tingkat pendidikan berhubungan negatif dengan kemiskinan pada dua periode tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan, probabilitas menjadi miskin semakin berkurang. Selain itu, probabilitas laki-laki menjadi miskin lebih kecil dibandingkan probabilitas perempuan. Selain itu, Awan et al. 2011 menjelaskan keterkaitan antara pendidikan dan kemiskinan dapat dilihat dalam dua arah: Pertama, investasi dalam bidang pendidikan meningkatkan keterampilan dan produktivitas rumah tangga miskin. Hal ini meningkatkan tingkat pendapatan serta standar hidup secara keseluruhan. Kedua, kemiskinan merupakan hambatan besar dalam pencapaian pendidikan. Kemiskinan mempengaruhi prestasi pendidikan dalam tiga dimensi: i dari sisi sumber daya pengetahuan dan sumber daya keuangan, ii tekanan sosial yang merusak pola pikir siswa miskin, dan iii ketika kemiskinan meraih institusi apapun akan memperburuk standar pengajaran. Pada tingkat makro, biasanya negara-negara miskin memiliki tingkat pendidikan rendah dan pada tingkat mikro anak dari keluarga miskin sering putus sekolah atau bahkan tidak sekolah. 52 Kiani 2011 melakukan penelitian untuk mencoba mengembangkan hubungan antara tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dan seberapa jauh dapat membantu dalam mengurangi kemiskinan di Pakistan selama tahun 1980–2007. Data yang digunakan adalah PDB riil dan persentase kemiskinan P sebagai variabel tak bebas dan rasio lulusan siswa menurut tingkat pendidikan terhadap total angkatan kerja yang bekerja 17 dan tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK sebagai variabel bebas. Semua variabel menggunakan nilai logaritma natural, dan Kiani menggunakan dua tahun tertinggal lag pada variabel pendidikan karena membutuhkan waktu dalam penerapan kebijakan atau strategi pendidikan dan untuk mendapatkan pekerjaan, yang disebut periode implementasi. Dengan menggunakan metode persamaan regresi sederhana, hasilnya menyimpulkan bahwa pertumbuhan PDB riil berhubungan positif dengan rasio lulusan siswa pendidikan dasar terhadap total angkatan kerja yang bekerja. Tetapi pendidikan tinggi tidak memainkan peran signifikan secara independen untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Janjua dan Kamal 2011 melakukan penelitian dengan tujuan utama untuk menyelidiki apakah penduduk berpendidikan formal suatu negara memiliki dampak besar terhadap besarnya kemiskinan, serta variabel lain seperti pendapatan per kapita dan kesenjangan pendapatan. Janjua dan Kamal menggunakan data panel dari 40 negara berkembang tahun 1999–2007, dengan variabel tak bebas adalah persentase penduduk miskin dan variabel bebas pertumbuhan pendapatan per kapita, ketimpangan pendapatan indeks gini dan angka partisipasi murni pendidikan menengah. Hasil perkiraan koefisien dengan menerapkan efek acak teknik Genaral Least Square GLS. Studi ini menyimpulkan, pertama, bahwa pertumbuhan pendapatan per kapita memainkan peran cukup positif dalam mengurangi kemiskinan, tetapi bahwa distribusi pendapatan tidak memainkan peran kunci dalam penanggulangan kemiskinan dalam sampel secara keseluruhan. Kedua, menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan penyumbang yang paling signifikan untuk pengentasan kemiskinan. 17 Kiani 2011 menyebut rasio ini sebagai tingkat kesempatan kerja. 53 Birowo 2011 melakukan penelitian untuk menemukan hubungan antara pengeluaran pemerintah dan tingkat kemiskinan di Indonesia, dengan memeriksa efek dari kelompok anggaran belanja sebelum dan sesudah reformasi anggaran tahun 2004. Selain itu, penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan alokasi pengeluaran pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Penelitian tersebut menggunakan regresi ordinary least square OLS untuk menganalisis hubungan. Untuk mendapatkan hubungan antara klasifikasi anggaran pengeluaran pemerintah dan tingkat kemiskinan, penelitian tersebut mengembangkan persamaan sebagai berikut: = ........... 3 Keterangan: Pov = rasio penduduk miskin; GOV i = klasifikasi pengeluaran pemerintah, i = industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, keuangan, bisnis, transportasi, pertambangan, pembangunan daerah, lingkungan, pendidikan, kesehatan dan sosial, perumahan, teknologi, aparatur pemerintah, urusan luar negeri, pertahanan dan keamanan. Penelitian tersebut menyimpulkan: 1. Sebelum reformasi anggaran, dari 8 sektor pengeluaran pemerintah, sektor pendidikan memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan tingkat kemiskinan. 2. Pengeluaran dalam sektor pendidikan adalah satu-satunya pengeluaran yang memiliki hubungan negatif yang stabil dengan tingkat kemiskinan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pembangunan yang dialami oleh setiap negara dan bersifat multidimensi, sehingga tidak ada penyebab tunggal yang dapat menjelaskan sepenuhnya. Salah satu instrumen paling kuat yang dimiliki masyarakat untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan adalah pendidikan. Secara langsung, pendidikan memberikan pengetahuan dan keterampilan, sehingga meningkatkan produktivitas dan menciptakan akses ke lapangan kerja. Secara tidak langsung, pendidikan memberdayakan orang dan 54 membantu mereka untuk menjadi lebih proaktif, mengkontrol hidup mereka, dan memperluas berbagai pilihan yang tersedia. Teori modal manusia menunjukkan bahwa ketika individu berinvestasi dalam pendidikan, akan membuat diri mereka lebih produktif dalam pasar tenaga kerja, dan pada gilirannya dapat membawa mereka untuk memiliki penghasilan yang lebih tinggi. Implikasi teori modal manusia pada kebijakan pemerintah yang dihasilkan adalah perlunya intervensi pemerintah dalam alokasi sumber daya pada pendidikan, karena investasi dalam modal manusia berlangsung melalui pendidikan dan pelatihan. Lebih khusus lagi, kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menyediakan pendidikan publik dan pelatihan, akan menentukan proses pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Selain hal tersebut, terdapat perbedaan kemampuan dalam hal keputusan berinvestasi dalam pendidikan. Masyarakat yang tidak mampu secara finansial akan sulit mengakses pendidikan ke setiap jenjang pendidikan, tanpa adanya intervensi pemerintah. Masyarakat miskin mengalami kendala kredit credit constrains karena ketiadaan aset yang bisa dijadikan sebagai jaminan ketika mencoba untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan formal. Dalam hal ini, intervensi pemerintah diperlukan dalam menanggulangi permasalahan pembangunan karena adanya fenomena kegagalan pasar, yang sering dikaitkan dengan adanya informasi asimetri, pasar persaingan tidak sempurna, masalah principal-agent, eksternalitas, atau keberadaan barang publik. Pendidikan sebagai salah satu barang publik, harus disediakan pemerintah selama manfaat keseluruhan untuk konsumen dari barang publik setidaknya sama besar dengan biaya penyediaannya. Peran pemerintah dibangun di atas teori ekonomi kesejahteraan dan digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial melalui kebijakan pemerintah dari sudut pandang efisiensi ekonomi dan pemerataan. Dengan demikian, untuk meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan, maka diperlukan intervensi pemerintah dalam penyediaan layanan dan pembiayaan pendidikan, terutama bagi masyarakat miskin. Dunia pendidikan erat kaitannya dengan lapangan pekerjaan. Permintaan terhadap pendidikan merupakan permintaan tidak langsung atau permintaan turunan terhadap kesempatan memperoleh pekerjaan berpenghasilan tinggi di sektor modern. Hal ini dikarenakan untuk memperoleh pekerjaan di sektor modern, sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang. Dalam kerangka teori modal manusia dan teori signalling-screening teori pemilahan, pendapatan akan dibayar sesuai dengan produktivitas marginal tenaga kerja. Kedua teori