UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berat ekivalen pektin yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar 4725,7974
– 8119,1172 dengan rata-rata 6034,6774. Berat ekivalen tertinggi sebesar 8119,1172 diperoleh dari ekstraksi bahan segar pada
konsentrasi HCl 0,025 N, sedangkan berat ekivalen terendah sebesar 4725,7974 diperoleh dari ekstraksi bahan segar dengan konsentrasi HCl
0,075 N. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa berat ekivalen pektin pada perlakuan bahan segar dan kering akan semakin menurun dengan
peningkatan konsentrasi pelarut HCl. Hal ini sesuai dengan penelitian Utami 2014, di mana semakin tinggi konsentrasi pelarut asam yang
digunakan, semakin rendah pH medium ekstraksi, maka semakin rendah berat ekivalen pektin yang dihasilkan. Hal ini diduga karena semakin
tinggi konsentrasi HCl akan memperbesar kemungkinan terjadinya depolimerisasi pektin sehingga memiliki berat ekivalen yang semakin
rendah. Selain itu, konsentrasi asam yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya deesterifikasi pektin menjadi asam pektat, di mana jumlah
gugus asam bebas semakin banyak sehingga berat ekivalen semakin rendah.
Berat ekivalen pektin berdasarkan standar IPPA 2003 yakni berkisar antara 600-800. Pada penelitian ini pektin yang dihasilkan
memiliki berat ekivalen yang tidak memenuhi standar IPPA 2003. Hasil penelitian ini serupa dengan yang diperoleh oleh Fitria 2013, di mana
menghasilkan pektin hasil ekstraksi dari kulit pisang kepok dengan berat ekivalen lebih tinggi dari standar IPPA 2003, yaitu berkisar antara
4094,47 - 9534,71. Bobot molekul pektin tergantung pada jenis tanaman, kualitas bahan baku, metode ekstraksi, dan perlakuan pada proses
ekstraksi. Kemungkinan besar hal yang mempengaruhi nilai berat ekivalen adalah sifat pektin hasil ekstraksi itu sendiri, serta proses titrasi
yang dilakukan Fitria, 2013. Hasil titrasi untuk perhitungan berat ekivalen akan mempengaruhi perhitungan selanjutnya seperti kadar
metoksil, kadar galaktronat, dan derajat esterifikasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Kadar Metoksil
Kadar metoksil didefinisikan sebagai jumlah metanol yang terdapat di dalam pektin yang dapat menentukan sifat fungsional larutan pektin
dan mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin yang terbentuk. Pektin disebut bermetoksil tinggi jika kadar metoksil sama dengan atau
lebih dari 7, dan disebut bermetoksil rendah jika kadar metoksil kurang dari 7 Goycoolea dan Adriana, 2003.
Gambar 4.5. Kadar metoksil pektin kulit pisang kepok hasil ekstraksi
Penelitian ini menghasilkan pektin dengan kadar metoksil berkisar 2,6459-3,8166 dengan rata-rata 3,2215. Kadar metoksil tertinggi
diperoleh dari ekstraksi bahan segar pada konsentrasi pelarut HCl 0,075 N sebesar 3,8166, sedangkan kadar metoksil terendah diperoleh
dari ekstraksi bahan kering pada konsentrasi pelarut HCl 0,025 N sebesar 2,6459. Dalam Food Chemicals Codex 2004, pektin bermetoksil
rendah berkisar antara 2,5 –7,2, sehingga pektin yang dihasilkan pada
penelitian ini termasuk dalam kategori pektin bermetoksil rendah. Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa kadar metoksil pektin pada
perlakuan bahan segar dan kering akan semakin tinggi dengan meningkatnya konsentrasi asam. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan
oleh gugus karboksil bebas yang teresterifikasi semakin meningkat. Penelitian ini menghasilkan pektin bermetoksil rendah yang mampu
membentuk gel dengan adanya kation polivalen seperti kalsium, di mana lebih menguntungkan karena dapat langsung diproduksi tanpa melalui
proses demetilasi pektin bermetoksil tinggi menjadi bermetoksil rendah Fitria, 2013.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
f. Kadar Galakturonat
Kadar galakturonat serta muatan molekul pektin berperan penting dalam penentuan sifat fungsional larutan pektin dan mempengaruhi
struktur dan tekstur dari gel pektin yang terbentuk Constenla dan Lozano, 2006.
Gambar 4.6. Kadar galakturonat pektin kulit pisang kepok hasil
ekstraksi
Kadar galakturonat pektin pada penelitian ini berkisar 70,1839- 101,1200 dengan rata-rata 85,1919. Berdasarkan IPPA 2003, kadar
galakturonat minimum yang diizinkan adalah 65. Dengan demikian kadar galakturonat pektin hasil penelitian ini memenuhi persyaratan mutu
pektin yang telah ditetapkan. Kadar galakturonat tertinggi sebesar 101,1200 diperoleh dari ekstraksi bahan segar pada konsentrasi HCl
0,075 N, dan kadar terendah 10,1839 diperoleh dari ekstraksi bahan kering pada konsentrasi HCl 0,025 N.
Dari gambar 4.6 menunjukkan bahwa, semakin tinggi konsentrasi pelarut HCl, maka semakin tinggi kadar galakturonat, baik pada bahan
segar maupun kering. Hal ini dapat disebabkan semakin tinggi konsentrasi asam yang digunakan, maka kinetika reaksi hidrolisis pektin
semakin meningkat, sehingga kadar galakturonat pektin yang dihasilkan juga akan semakin meningkat. Selain itu, peningkatan kadar galakturonat
juga dapat terjadi karena putusnya ikatan komponen galakturonat pektin dengan senyawa-senyawa lain seperti hemiselulosa Rasyid, 1986.
Dengan putusnya ikatan tersebut maka senyawa-senyawa lain tidak ikut terendapkan pada proses pengendapan pektin oleh aseton. Semakin tinggi