UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan sayuran, protopektin terdapat dalam bentuk kalsium-magnesium pektat, perlakuan dengan asam mengakibatkan terhidrolisisnya pektin
dari ikatan kalsium dan magnesiumnya. Peningkatan reaksi hidrolisis protopektin mengakibatkan bertambahnya komponen Ca
2+
dan Mg
2+
yang terlarut dalam larutan ekstrak dan ikut mengendap pada saat pengendapan pektin, sehingga semakin banyak mineral berupa kalsium
dan magnesium, maka akan semakin banyak kadar abu pektin tersebut. Kadar abu dalam pektin semakin meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi asam, suhu, dan waktu ekstraksi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan asam untuk melarutkan mineral alami dari bahan yang
diekstrak yang semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asam, suhu, dan waktu ekstraksi. Mineral yang terlarut akan ikut
mengendap bercampur dengan pektin pada saat pengendapan dengan alkohol Kalapathy dan Proctor, 2001. Hasil pengukuran kadar abu pada
penelitian ini sesuai dengan pernyataan di atas, di mana pada konsentrasi pelarut HCl tertinggi menghasilkan kadar abu tertinggi dan sebaliknya.
d. Berat Ekivalen
Berat ekivalen merupakan kandungan gugus asam galakturonat bebas yang tidak terseterifikasi dalam rantai molekul pektin. Asam pektat
murni merupakan zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester atau tidak mengalami
esterifikasi. Semakin rendah kadar pektin menyebabkan berat ekivalen semakin rendah Ranganna, 1977 dalam Hanum, 2012.
Gambar 4.4. Berat ekivalen pektin kulit pisang kepok hasil ekstraksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berat ekivalen pektin yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar 4725,7974
– 8119,1172 dengan rata-rata 6034,6774. Berat ekivalen tertinggi sebesar 8119,1172 diperoleh dari ekstraksi bahan segar pada
konsentrasi HCl 0,025 N, sedangkan berat ekivalen terendah sebesar 4725,7974 diperoleh dari ekstraksi bahan segar dengan konsentrasi HCl
0,075 N. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa berat ekivalen pektin pada perlakuan bahan segar dan kering akan semakin menurun dengan
peningkatan konsentrasi pelarut HCl. Hal ini sesuai dengan penelitian Utami 2014, di mana semakin tinggi konsentrasi pelarut asam yang
digunakan, semakin rendah pH medium ekstraksi, maka semakin rendah berat ekivalen pektin yang dihasilkan. Hal ini diduga karena semakin
tinggi konsentrasi HCl akan memperbesar kemungkinan terjadinya depolimerisasi pektin sehingga memiliki berat ekivalen yang semakin
rendah. Selain itu, konsentrasi asam yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya deesterifikasi pektin menjadi asam pektat, di mana jumlah
gugus asam bebas semakin banyak sehingga berat ekivalen semakin rendah.
Berat ekivalen pektin berdasarkan standar IPPA 2003 yakni berkisar antara 600-800. Pada penelitian ini pektin yang dihasilkan
memiliki berat ekivalen yang tidak memenuhi standar IPPA 2003. Hasil penelitian ini serupa dengan yang diperoleh oleh Fitria 2013, di mana
menghasilkan pektin hasil ekstraksi dari kulit pisang kepok dengan berat ekivalen lebih tinggi dari standar IPPA 2003, yaitu berkisar antara
4094,47 - 9534,71. Bobot molekul pektin tergantung pada jenis tanaman, kualitas bahan baku, metode ekstraksi, dan perlakuan pada proses
ekstraksi. Kemungkinan besar hal yang mempengaruhi nilai berat ekivalen adalah sifat pektin hasil ekstraksi itu sendiri, serta proses titrasi
yang dilakukan Fitria, 2013. Hasil titrasi untuk perhitungan berat ekivalen akan mempengaruhi perhitungan selanjutnya seperti kadar
metoksil, kadar galaktronat, dan derajat esterifikasi.