kembali  menemui  kesulitan  untuk  mencapai  level  kognitif  yang  lebih  tinggi lagi.
Scaffolding dianalogikan sebagai jembatan yang dapat mengantarkan dan membantu  siswa  untuk  membangun  kemampuan  kognitif  baru  berdasarkan
pengetahuan terdahulu yang telah dimilikinya. Penafsiran terkini terhadap ide- ide Vygotsky  adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit,
dan  realistik  dan  kemudian  diberikan  bantuan  secukupnya  untuk menyelesaikan  tugas-tugas  itu.
36
Jadi, guru  perlu  hadir  untuk  memberikan bantuan dan  dukungan bagi  siswa,  terutama  di  masa-masa  awal  proses
belajarnya sehingga  ia  dapat  mencapai  level  kognitif  yang  lebih  tinggi. Bantuan  yang  diberikan  hanya  berupa  arahan  atau  media  dalam
menyelesaikan tugas namun tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas tetap berada pada  siswa.  Seiring  dengan  kemampuan  siswa  yang  semakin
meningkat,  tingkat  bantuan  yang  diberikan  semakin  dikurangi  hingga  siswa akhirnya mencapai kemandirian dalam belajar.
Bentuk scaffolding yang  dapat  diberikan  guru  dalam  pembelajaran beragam.  Contoh-contoh  aktivitas scaffolding dapat  berupa  apersepsi  dan
kontekstualisasi bahan ajar, memberikan pemandu grafis, memberikan isyarat atau petunjuk, memberikan contoh atau teladan, memberikan pertanyaan yang
mengaktifkan  pengetahuan  siswa,  panduan  awal  dalam  menyelesaikan  tugas, rangkuman, maupun memberikan refleksi di akhir pembelajaran.
37
Diantara  berbagai  bentuk scaffolding yang  dapat  diberikan,  dialog merupakan sebuah  alat scaffolding yang  penting dalam  zona  perkembangan
proksimal. Menurut pandangan Vygotsky, anak-anak memiliki konsep-konsep yang  kaya,  tetapi  tidak  sistematis,  tidak  terorganisasi,  dan  spontan.  Dalam
sebuah  dialog,  konsep  tersebut  bertemu  dengan  konsep  pembimbing  yang lebih  sistematis,  logis,  dan  rasional.  Hasilnya  konsep  anak  menjadi  lebih
36
Trianto, loc. cit.
37
Warsono dan Hariyanto, op. cit., h. 62.
sistematis,  logis,  dan  rasional.
38
Dialog  yang  dapat  dilakukan  seringkali berbentuk pertanyaan yang mengarahkan, diantaranya
39
:
Tabel 2.1 Tujuan dan Pertanyaan
Scaffolding Tujuan
Pertanyaan
Memfokuskan Apakah yang diminta dari pertanyaan itu? Apakah yang
harus kita cari? Informasi apa saja yang diberikan? Mengundang
partisipasi Adakah yang mau menjawab pertanyaan ini? Siapa yang
bisa meyebutkan …? Bisakah kamu menjelaskan jawaban ini di depan kelas?
Mengingatkan Adakah yang pernah menemukan masalah seperti ini?
Adakah kemiripan antara masalah ini dengan …? Mengklarifikasi
Apakah yang sedang kamu kerjakan? Mengapa kamu berpikir demikian?
Mengevaluasi Apakah kamu yakin bahwa jawaban ini benar? Apakah ada
jawaban lain?
Hogan dan Pressley menyatakan ada lima macam teknik scaffolding yang dapat diterapkan, yaitu
40
: a Memberikan teladan sesuai dengan perilaku yang diinginkan modeling of
desired  behaviors  yaitu,  guru  mencontohkan  perilaku ataupun  cara berpikir yang diharapkan sesuai dengan situasi yang diberikan.
b Memberikan penjelasan yang memadai dan relevan offering explanation, yaitu memberikan penjelasan secara eksplisit mengenai apa yang dipelajari
termasuk mengapa, kapan dan bagaimana ilmu itu digunakan. c Mengundang partisipasi siswa inviting student participation yaitu, siswa
diberikan  kesempatan  untuk  terlibat  dalam  proses  belajar  yang  sedang
38
John Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Salemba Humanika, 2009, h. 64.
39
Paul  Lau  Ngee  Kiong  dan Hwa  Tee  Yong, Scaffolding  as  a  Teaching  Strategy  To Enhance Mathematics Learning in The Classroom, 2001, h. 10-11, dari www.ipbl.edu.my pada 12
September 2014 pukul 11.52.
40
Warsono dan Hariyanto, op. cit., h. 61.
berlangsung. Setelah guru memberikan ilustrasi dari ide dan langkah yang dibutuhkan  untuk  menyelesaikan  tugas,  siswa  berpartisipasi  dengan
melanjutkan  langkah  penyelesaian  sesuai  dengan  apa  yang  mereka ketahui.
d Melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap pemahaman siswa verifying and  clarifying  student  understanding  yaitu,  guru  memberikan  umpan
balik  terhadap  hasil  pekerjaan  siswa,  dengan melakukan  verifikasi  jika pemahaman  siswa  benar  dan  dapat  diterima,  jika  tidak  maka  guru
mengklarifikasi pemahaman siswa. e Mengundang  para  siswa  untuk  memberikan  petunjuk  kunci  inviting
students  to  contribute  clues  yaitu,  mengajak  siswa  untuk  berpartisipasi dengan  mengungkapkan  gagasan,  petunjuk  dan  pendapatnya  dalam
menyelesaikan tugas.
c. Tahapan Strategi  Pembelajaran  REACT  Dengan  Teknik Scaffolding
Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik
Strategi  pembelajaran  REACT  dan  teknik scaffolding diduga  mampu menciptakan  pembelajaran  yang  dapat  meningkatkan  kemampuan  koneksi
matematik  siswa.  Karena  itu,  pada  penelitian  ini  peneliti mengkombinasikan keduanya  dengan  memasukkan  berbagai  jenis scaffolding yang  sesuai  ke  dalam
langkah-langkah  pembelajaran  dengan  strategi  REACT untuk  meningkatkan kemampuan  koneksi  matematik  siswa  secara  lebih  optimal. Pembelajaran
matematika  yang  menerapkan  strategi  REACT  dengan  teknik scaffolding merupakan  suatu  pembelajaran  yang  melibatkan  siswa  dalam  berbagai  kegiatan
belajar  seperti  mengaitkan,  mengalami,  menerapkan,  bekerja  sama  dan mentransfer pengetahuan disertai dengan bimbingan yang terstruktur scaffolding
dari orang yang lebih terampil, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan  koneksi  matematik siswa. Tahapan  pembelajaran  yang  diterapkan
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Tahapan Strategi Pembelajaran REACT dengan Teknik
Scaffolding Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik
Kegiatan Pembelajaran Komponen
REACT Kemampuan
Koneksi
- Guru  memulai  pelajaran  dengan  menggali pengetahuan
prasyarat siswa
dan memberikan  ilustrasi  dan  pertanyaan  yang
dekat  dengan  kehidupan  siswa  yang berkaitan  dengan  materi  yang  akan
dipelajari  agar  siswa  melihat  kaitannya dengan
kehidupan ataupun
dengan pengetahuan  yang  telah  ia  miliki.  Siswa
berpartisipasi dengan
menjawab pertanyaan  sesuai  dengan  pemahamannya
inviting student participation - Siswa  dibentuk  ke  dalam  kelompok  yang
beranggotakan 4 siswa dan diberikan LKS. - Guru mencontohkan langkah-langkah yang
perlu dilakukan
siswa dalam
menyelesaikan  LKS  modeling  of  desired behaviors.
- Siswa  berdiskusi  dengan  kelompoknya untuk  mengerjakan  LKS  sehingga  siswa
dapat membangun pengetahuan sendiri. - Guru
mengontrol jalannya
diskusi kelompok  serta  menawarkan  bantuan
melalui  pertanyaan  arahan  atau  penjelasan jika diperlukan offering explanation.
- Guru  memberikan  latihan  yang  realistik dan  relevan  untuk  mengukur  pemahaman
siswa. Relating
Cooperating
Experiencing
Applying - Antar  topik
matematik - Mata
pelajaran lain
- Kehidupan sehari-hari
- Antar  topik matematik
- Mata pelajaran lain
- Kehidupan sehari-hari
- Kehidupan sehari-hari
- Antar  topik
Kegiatan Pembelajaran Komponen
REACT Kemampuan
Koneksi
- Siswa diberikan
kesempatan untuk
mempresentasikan  hasil  diskusinya.  Siswa lain  menanggapi  dan  turut  menyampaikan
gagasannya inviting student participation - Guru  memberikan  umpan  balik  dengan
memverifikasi  pemahaman  siswa  yang sudah
tepat dan
mengklarifikasi pemahaman  yang kurang  tepat  verifying
and clarifying student understanding - Guru  memberikan  masalah  yang  berbeda
dari  segi  konteks  maupun  kombinasi konsep  dari  masalah  yang  biasa  diberikan.
Masalah  tersebut  dapat  berupa  aplikasi konsep  dalam  disiplin  ilmu  lain  maupun
masalah  matematika  dengan  kompleksitas yang lebih tinggi.
- Guru  membimbing  siswa  untuk  membuat kesimpulan dan melakukan refleksi atas apa
yang  telah  dipelajari.  Siswa  diajak  untuk menyatakan  gagasan dan hal-hal  yang telah
ia  pahami  inviting  student  to  contribute clues.
Transferring matematik
- Antar  topik matematik
- Mata pelajaran lain
- Kehidupan sehari-hari
Pembelajaran menggunakan strategi  REACT  dengan  teknik Scaffolding memiliki beberapa kelebihan, di antaranya :
1 Siswa  difasilitasi  untuk  membangun  pengetahuan  secara  mandiri  disertai bimbingan  dari  guru  sehingga  dapat  memperdalam  pemahaman  siswa
terhadap materi.
2 Siswa difasilitasi untuk melihat dan menggunakan hubungan  yang ada antara materi yang dipelajarinya dengan materi yang telah ia pelajari sebelumnya dan
dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat melihat matematika secara menyeluruh dan motivasi belajar siswa meningkat.
3 Siswa dibimbing melalui pertanyaan-pertanyaan  yang mengarahkan sehingga dapat melatih kemampuan siswa dalam berpikir kritis, logis dan rasional.
4 Siswa dibiasakan untuk bekerja sama dalam kelompok belajar sehingga siswa dapat terlatih untuk memiliki rasa tanggung jawab dan menghargai orang lain.
3. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang sering diterapkan oleh guru  dalam  kegiatan  pembelajaran  hingga  saat  ini.  Pembelajaran  konvensional
yang  terdapat  pada  sekolah  tempat  dilaksanakan  penelitian merupakan
pembelajaran yang berpusat pada guru dan memposisikan siswa sebagai penerima informasi  tanpa  terlibat  secara  langsung  dalam  berbagai  aktivitas  belajar.  Siswa
umumnya  diberikan  informasi  yang  “sudah  jadi”  tanpa  difasilitasi  untuk membangun  pengetahuannya  sendiri.  Dampak  yang  timbul  adalah  pembelajaran
mempunyai  kesan  lebih  mengutamakan  hasil  daripada  proses  yang  dijalani. Akhirnya  siswa  lebih  mengandalkan  hapalan  dibandingkan  membangun
pemahaman.  Metode  dan  strategi  yang  sering  digunakan  dalam  pembelajaran konvensional adalah metode ceramah dan strategi ekspositori.
Pembelajaran  konvensional  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah pembelajaran  dengan  strategi  ekspositori.  Strategi  ekspositori  adalah  strategi
pembelajaran  yang  menekankan  pada  proses  penyampaian  materi  secara  verbal dari  seorang  guru  kepada  sekelompok  siswa  dengan  maksud  agar  siswa  dapat
menguasai  materi  pelajaran  secara  optimal.
41
Jadi  dalam  strategi  ekspositori, materi  pelajaran  diberikan  secara  langsung  kepada  siswa  tanpa  menuntut  dan
mengkondisikan siswa untuk terlibat dalam proses menemukan pengetahuan.
41
Wina  Sanjaya, Strategi  Pembelajaran  Berorientasi  Standar  Proses  Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media, Cet. 8, 2011, h. 179.